5 Is She Your Maid?

Nora berjalan mendekati sepasang pria dan wanita paruh baya yang sedang asik bersantai di depan televisi sambil menimati acara yang sedang berlangsung.

"Mom, Dad. Aku baru saja membuat cake untuk kalian, jangan lupa untuk di makan," ujar Nora dengan suara lembut di iringi dengan senyuman manis yang terus saja terpampang di bibir merahnya. Gadis itu meletakkan piring yang berisi potongan cake di atas meja.

Mendengar hal itu, Rossalia yang sedang asik menonton untuk mencicipi cake buatan Nora yang sepertinya terlihat enak.

"Kau sangat pintar memasak. Aldrich ternyata sangat beruntung karena menikahi istri sepintar dan sebaik kamu," pungkas Rossalia yang di balas dengan senyuman kecil oleh Nora.

"Kau dan Aldrich sudah lama menikah, hampir delapan bulan, apa masih belum ada kabar juga?" pertanyaan dari Emilio, ayah dari Aldrich membuat Nora terdiam bungkam.

Bukannya tidak mengerti dengan maksud dari perkataan Emilio, hanya saja Nora dan Aldrich bahkan belum pernah melakukan hal itu bagaimana mungkin ia bisa hamil bahkan sampai sekarang ia masih menyandang status perawan.

"Mungkin masih belum waktunya Dad," balas Nora dengan mendudukan diri di sofa yang bersebelahan dengan tempat duduk Emilio dan Rossalia.

"Apa kalian berdua sudah menge-cek kesuburan?" tanya Rossalia yang di balas dengan gelengan kepala kecil dari Nora.

"Nora, sepertinya kalian harus segera mengecek kesuburan kalian berdua."

Mendengar hal itu, Nora hanya tersenyum tipis dan mengangguk kaku mendengar perkataan ibu mertuanya.

"Mom, Dad sepertinya Aldrich sudah di rumah sekarang, aku lupa memasak untuknya tadi. Sekarang aku akan pergi," pamit Nora dengan melirikan matanya menatap jam dinding yang menunjukkan pukul lima sore.

Ya, meski Nora tidak yakin jika Aldrich sudah pulang tapi ia tetap ingin pulang karena merasa kurang nyaman dengan perkataan ibu mertuanya barusan. Ia juga tidak tau harus menjawab apa.

"Kenapa kau tidak menghubungi Aldrich untuk menjemputmu?"

"Aku hanya tidak ingin merepotkan nya Mom, lagi pula ia sepertinya benar-benar kelelahan sehabis pulang kerja," aku Nora dan langsung berdiri dari duduknya untuk mengambil tas tangannya.

"Aku pergi, Mom, Dad," pamitnya sekali lagi sebelum benar-benar pergi yang di angguki oleh keduanya.

***

Nora mengambil beberapa lembar uang dolar dari dalam tas-nya dan langsung meletakkannua pada supir taksi yang sudah mengantarnya ke tempat tujuan dengan selamat.

"Kembaliannya ambil saja," ujara Nora ketika melihat supir taksi itu tengah menggeledah isi laci dashboard mobilnya, mencari uang pas untuk di kembalikan.

Dan tanpa menunggu respon sang supir taksi yang sempat menggumamkan kata terimakasih, Nora pun segera berbalik dan berjalan memasuki pekarangan mansion.

Keningnya mengerut tatatkala menemukan sebuah mobil asing yang terparkir rapi di samping mobil Aldrich.

Aldrich? Apa pria itu pulang cepat jari ini?

Dan tanpa mempedulikan mobil merah yang tidak kalah mewah dari mobil milik suaminya, Nora pun segera berlalu dari sana. Ia benar-benar senang karena Aldrich pulang sangat cepat hari ini, ya meski tidak bisa di kategorikan cepat karena sekarang sudah jam enam sore.

Tapi ini merupakan rekor terbaik bagi Aldrich Hamilton pulang ke rumah. Biasanya pria itu kerap pulang sekitar jam tiga sampai jam lima pagi. Rekor tinggi yang pernah di capai oleh Aldrich kemarin-kemarin yaitu pulang pukul tiga pagi.

Memasuki mansion mewah itu, Nora mengedarkan pandangannya ke seluruh arah, mencari keberadaan Aldrich yang sampai sekarang masih belum menampakkan batang hidungnya.

Menunggu sejenak, Nora berjalan menaiki undakan tangga lantai atas dan pergi menuju kamarnya untuk meletakkan tas tangannya.

"Ahh ... Faster honey ...."

Nora yang akan memasuki kamar menghentikan langkahnya ketika mendengar suara desahan yang bersahut-sahutan terus berbunyi di pintu kamarnya. Nora tau apa yang sedang terjadi di kamar suaminya dan gadis itu bisa menyimpulkan jika mobil mewah yang sedang terparkir rapi di sebelah mobil suaminya itu adalah milik seorang wanita.

Nora menunduk dalam, menatap ubin lantai, berusaha memendam rasa sakitnya meski kini matanya sudah berkaca-kaca karena air mata yang menggenang.

Bukankah ia sudah terbiasa menghadapi hal seperti ini? Namun yang membuatnya sedih, kenapa Aldrich bermain bersama dengan wanita itu di dalam di mansion mereka berdua? Dan yang lebih buruknya lagi kenapa mereka melakukannya di kamar pengantinnya dan Aldrich?

Apa Aldrich tidak pernah menghargainya barang sedikit pun?

Nora menggigit bibir bawahnya, gadis itu berjalan memasuki kamarnya seolah tuli dengan desahan keduanya yang terus-menerus saling bersahut-sahutan, seolah mereka sebentar lagi akan mencapai puncaknya.

"Ahh ... Aldrich, i'm wanna cum!" Itulah kalimat terakhir yang di dengar oleh Nora sebelum benar-benar menghilang di balik pintu kamar Aldrich.

Nora meletakkan tas tangannya di tempat yang seharusnya, setelahnya, wanita itu pun pun segera keluar dari dalam kamar dan mengunci pintu kamarnya rapat-rapat. Gadis itu berjalan menuju dapur, berniat membuatkan makanan untuk Aldrich, ia hanya ingin menyelesaikan kewajibannya sebagai seorang istri.

"Siapa dia? Apa dia pembantumu Aldrich?" perkataan itu membuat Nora segera menoleh, menatap seorang wanita yang kini sedang berjalan beriringan dengan Aldrich, kedua tangannya masih memeluk manja lengan pria itu.

Aldrich tidak merespon, ia hanya melirik sebentar ke arah Nora yang kini sedang menatapnya dalam diam, gadis itu menunggu respon Aldrich yang tidak kunjung membuka suaranya hingga kini pria itu mendudukan diri dia atas kursi meja makan di ikuti oleh Victoria di belakangnya.

Merasa tidak ada jawaban dari Aldrich, Victoria kini meyakini jika apa yang di katakannya barusan adalah sebuah kebenaran karena Aldrich sama sekali tidak menyangkal jawabannya dan mungkin ia juga terlalu malas mengatakan kalimay 'ya' untuk seorang pembantu.

"Aku tidak menyangka gadis semuda itu bisa menjadi seorang pembantu? Kenapa kau tidak bekerja sebagai jalang saja? Di sana kau juga akan mendapat uang banyak hanya sekali main dan tidak perlu repot-repot untuk berkerja sebagai pelayan."

Nora tersenyum tipis mendengar hinaan itu. Ia benar-benar jauh lebih sabar untuk menghadapi perkataan wanita itu.

Jika kau tidak bisa membungkam mulut musuh dengan perkataanmu, maka diam adalah cara terbaik.

"Cepatlah memasak! Aku benar-benar lapar!" sentak Victoria ketika mendapati Nora yang sedang melamunkan sesuatu.

Nora menggigit bibir bawahnya dan meringis kecil ketika kulitnya tidak sengaja menyentuh wajan yang benar-benar sangat panas. Kulitnya bahkan sudah memerah, mungkin sebentar lagi akan melepuh.

Ketika akan melangkahkan kakinya menuju wastafel untuk mencuci lengannya, Nora langsung mengurungkan niatnya ketika mendengar teriakan Victoria.

"Kau ingin kemana lagi? Cepat selesaikan pekerjaan memasakmu! Aku menunggu lima belas menit lagi. Jika tidak, aku akan meminta kekasihku untuk memecatmu!" setelah mengucapkan kalimat itu Victoria kini beralih memeluk erat lengan Aldrich dan menyandarkan kepalanya di bahu pria itu.

"Aldrich, kenapa kau tidak memarahinya? Aku benar-benar membenci gadis yang selalu lama dalam melakukan suatu hal," aku wanita itu yang kembali tidak di respon oleh Aldrich, pria itu hanya tersenyum tipis membalas dan menepuk-nepuk kecil kepalanya.

Setelah selesai memasak makanan untuk keduanya, Nora pun segera menghidangkan makanan tersebut di atas meja dan ikut bergabung untuk duduk.

"Apa yang kau lakukan! Bersikap sopanlah pada majikanmu! Cepat berdiri dari sana!" Victoria memandang tidak suka ke arah Nor.

Nora menghela napas, gadis itu pun segera berdiri dari duduknya dan berjalan mendekati Aldrich yang kini sedang menikmati sarapannya dalam diam.

Ia berdiri diam di dekat pria itu, menunggu Aldrich selesai memakan makanannya tanpa mempedulikan perkataan Victoria yang terus saja menyuruhnya untuk pergi.

Bukankah ini sudah menjadi tugasnya sebagai istri?

avataravatar
Next chapter