14 PENJEMPUTAN NADYA

Daffa pulang dengan membawa setangkai bunga mawar putih lagi untuk Nadya.

Sesampai nya di depan rumah Bi Marni, ia melihat mobil berwarna hitam dan disebelah nya juga terparkir mobil mewah jenis Mini Cooper berwarna oranye.

"Sial.." Daffa mempercepat langkahnya menuju rumah.

"Papah tau dari mana Daffa tinggal disini?"

ia melihat Nadya sedang duduk di samping Bi Marni menghadap seorang lelaki berumur sekitar lima puluh tahunan.

Lelaki itu mengenakan setelan jas berwarna silver dengan sepatu pantofel hitam mengkilat.

"Daffa... papah datang kesini atas usulan dari Tante Melly, waktu papah lagi telpon kamu dan gak sengaja dengar suara bi Marni, Tante Melly langsung mengajak papah buat segera menemui kamu disini" lelaki itu bangun dari tempat duduk nya dan berdiri berhadapan dengan anak lelaki satu-satu nya itu.

"Bukan nya papah udah gak peduli sama Daffa dan mbak Nadya ? bahkan papah lebih milih perempuan j*lang itu dari pada kami, anak papah sendiri!" Daffa melirik ke arah wanita yang dibawa oleh ayah nya itu.

terlihat dari mata nya, ia pun menyimpan banyak kesedihan, seperti sangat terpukul mendengar ucapan yang keluar dari mulut anak tiri nya itu.

"Cukup Daffa! papah tidak pernah mengajari kamu untuk menghina perempuan! Tante Melly ini sekarang adalah ibu kamu"

Suasana semakin menegang, Bi Marni memeluk erat Nadya sambil berusaha menahan air mata nya agar tidak jatuh.

Nadya duduk di kursi itu sambil menatap ke arah depan dengan tatapan kosong.

"Lagipula papah emang gak pernah ajarin Daffa ataupun Mbak Nadya apa-apa! yang kami punya adalah seorang ayah yang hanya gila kerja! bahkan mbak Nadya seperti ini pun, papah gak mau peduli kan?" Daffa sudah tidak bisa mengontrol emosi nya.

semua orang menunduk, tak ada yang menjawab.

"Daffa maafkan Tante ya Nak! Tante tidak pernah mengkhianati ibu kamu! Tante di amanahi beliau untuk..."

"Untuk menikah dengan suami sahabatnya sendiri?" Daffa memotong pembicaraan wanita yang berusia jauh lebih muda dari ayah nya itu.

"Papah mau bawa Nadya ke singapur, untuk penyembuhan jiwa nya" Lelaki itu sudah tidak mau berdebat lagi.

"Nak Daffa, Pak Adi benar, Nak Daffa dan bibi sangat sayang sama mbak Nadya, tapi kita terbatas, Pak Adi dan Bu Melly sudah cerita semuanya sama bibi, lebih baik Kita Izinkan Pak Adi untuk bawa Mbak Nadya berobat ya.. kasian Mbak Nadya, kalau harus tinggal dengan bibi disini" Isak tangisnya sudah tidak bisa terbendung lagi.

Semua orang yang berada di rumah itu seketika terdiam.

Daffa yang masih tersulut emosi nya benar-benar tidak bisa berfikir positif lagi.

Nadya bangun lalu memeluk erat tubuh Adik semata wayang nya itu.

Daffa tidak bisa menahan air mata nya lagi, ia meneteskan nya di pundak Nadya.

melihat Nadya yang seolah tidak menolak ajakan ayah nya, Daffa berusaha menormalkan kembali emosi nya.

"Nak Daffa, bibi sebenarnya kasihan.. lihat kamu kerja dari malam sampai pagi dan pagi nya harus pergi ke sekolah lagi, buat beli obat untuk Mbak Nadya dan segala keperluan kami di rumah ini"

Daffa menunduk, sebenarnya ia juga merasa sudah lelah menghadapi aktivitasnya setiap hari, Kehidupan Daffa yang semula tanpa masalah dan bergelimang harta itu tiba-tiba saja berubah seratus delapan puluh derajat. semenjak Ibu nya meninggal, masalah-masalah yang terjadi di kehidupan nya kian membesar. mulai dari Nadya yang terkena depresi dan ayah nya yang menikah lagi tanpa sepengetahuan nya dulu.

"Papah boleh bawa Mbak Nadya berobat, tapi Daffa minta satu hal, tolong jaga Mbak Nadya seperti papah jaga harta kekayaan papah sendiri! kalau papah udah gak sanggup jaga Mbak Nadya, serahkan Mbak Nadya lagi ke rumah ini. Daffa dan bi Marni akan merawat Mbak Nadya sebisa kami"

Ketegangan dua belah pihak ini pun perlahan meregang, Daffa sudah mengambil keputusan untuk menyerahkan Nadya pada ayah dan ibu tiri nya.

Lelaki tua itu menghampiri keduanya, memeluk Daffa dan Nadya dengan hangat. Daffa merasakan bahwa ia sudah lebih baik dari sebelumnya. walaupun belum sembuh semua, luka yang diterima Daffa atas perlakuan ayah nya itu masih saja ia simpan rapat-rapat di kepala.

"Nak Daffa.. Tante enggak akan pernah bosan untuk meminta maaf sama Nak Daffa, Tante tau, berat buat kamu menerima ini semua.. Tante mengerti.." Ucap Tante Melly.

***

Rupa nya bi Marni sudah mengemas pakaian milik Nadya ke dalam koper, Sopir yang dibawa oleh Pak Adi segera memasukan koper itu ke dalam mobil hitam yang terparkir di depan rumah Bi Marni.

Nadya meminta Bunga mawar putih yang baru saja dibeli Daffa.

Kedua kakak beradik itu berpelukan dengan eratnya, melepas perpisahan mereka demi kesembuhan Nadya.

"Papah hanya akan bawa mobil ini saja.." Pak Adi melangkah menuju ke arah mobil hitam itu.

"Nak Daffa, Mobil yang ini untuk kamu.. mulai sekarang, semua kebutuhan kamu dan bi Marni disini, Tante yang urus,.." ucap Tante Melly sambil mengelus pundak Daffa.

"Kamu enggak usah kerja begitu lagi, kalau perlu uang, kamu tinggal kasih tau papah.." Sambung Pak Adi.

Daffa tidak menjawab. dalam hatinya ia terus memikirkan Nadya.

"Mbak Nadya yang sehat ya di sana... Mbak harus sembuh.. nanti Daffa Video Call Mbak setiap hari ya.." Daffa memeluk erat tubuh Nadya untuk terakhir kali nya.

Nadya membalas merangkul Daffa perlahan.

Pak Adi dan Tante Melly pergi membawa Nadya bersama sopir yang dibawa nya.

Daffa dan Bi Marni berusaha saling menguatkan. Mantan pembantu di rumah nya itu sudah Daffa anggap sebagai ibu nya sendiri, begitupun sebaliknya. Bi Marni menyayangi Daffa dan Nadya dengan tulus seperti anaknya sendiri.

"Mulai malam ini, Nak Daffa jangan kerja lagi ya... harus fokus belajar.. sebentar lagi Nak Daffa lulus SMA, bibi gak mau Nak Daffa nanti punya nilai yang jelek.." Bi Marni berusaha mencairkan suasana, merangkul Daffa layaknya seorang ibu kandung yang penuh dengan kelembutan dan kasih sayang.

Daffa menyunggingkan sedikit senyum untuk Bi Marni. kemudian kedua nya masuk ke dalam rumah.

"Mbak Nadya bisa sembuh gak ya Bi?" tanya Daffa.

"Nak Daffa jangan khawatir, Mbak Nadya cuma punya rasa traumatik yang besar sama kehidupan nya, dia gak bisa menghadapi itu sendirian, tapi dengan dia dikelilingi orang-orang yang peduli sama dia, bibi yakin, Mbak Nadya pasti bisa beradaptasi lagi dengan kita" Bi Marni menenangkan.

Kini, hari-hari Daffa seperti ada yang kurang, ia tidak akan melihat wajah Nadya lagi untuk beberapa bulan ke depan. sesekali ia mengingat, saat-saat paling menyakitkan dalam hidupnya, yaitu ketika Nadya mendapat perlakuan yang tidak menyenangkan dari orang-orang disekitar tempat tinggal nya. Namun Daffa yakin, bahwa Nadya akan sembuh dari trauma masa lalu nya.

"Mbak Nadya pasti bisa.. apapun yang terjadi, Daffa akan berusaha mengembalikan kehidupan kita agar bisa seperti dulu lagi, Mbak!" .

avataravatar
Next chapter