1 PROLOG

-Amerika, 2016-

Cuaca yang mendung namun tampak tak terlihat akan hujan, membuat para pejalan kaki, atau mereka yang sedang berada di ruangan terbuka merasa sejuk dan menikmati waktu yang sesejuk cuaca itu.

Termasuk seorang anak laki-laki yang kini tengah berlari dari seorang gadis yang terus mengejarnya. Wajah gadis itu terlihat kesal dengan mulut yang terus menggembung, namun hal itu malah terlihat menggemaskan bagi sang anak laki-laki itu, gadis manis nan imut itu, adalah salah satu sosok yang sangat berharga baginya, gadis yang hanya lebih muda setahun darinya itu jugalah cahaya yang menariknya dari kesepian.

Laki-laki itu terus menghindar sambil terus meledek gadis yang mengejarnya, hingga langkahnya terhenti setelah melihat gadis itu tersungkur di atas rerumputan.

"JUSTIN!" Gadis yang terjatuh itu kini membersihkan bajunya yang sudah tertempeli rerumputan. Sedangkan yang dia panggil malah berjongkok sambil terus tertawa dengan memegangi perutnya.

"Justin ih! AHH OMAH JUSTIN JAHAT JATUHIN ENI" Jennie atau kerap di panggil Eni oleh orang terdekatnya, terduduk dan menangis saking tak tahan dengan kekesalannya.

Dengan sigap laki-laki yang dipanggil Justin itu mendekat.

"Huu cengeng banget gitu aja nangis" Justin membantu Jennie berdiri dan mengusap pipinya menghilangkan jejak air mata di pipi gembung itu.

"Sakit tau! Kamu juga ngeselin malah ketawain" Balas Jennie dengan wajah cemberutnya.

"Iya-iya maap. Aku beliin ice cream mau?" Jennie yang sangat sangat penyuka ice cream itu langsung tersenyum lebar dan menganngukkan kepalanya dengan semangat. Hal itu tentu membuat Justin gemas dan mengacak-acak rambut halus Jennie.

"Yaudah ayo" 

🍦🍦🍦

"Justin" Jennie terus menatap Justin yang sedang menikmati ice creamnya.

"Hm"

"Kamu kan bentar lagi lulus nih. Rencana kamu mau lanjut dimana" Tanya Jennie yang masih menatap Justin.

"Gak tau. Belum kepikiran. Kenapa emang?" Justin kini menoleh ke samping dan membalas tatapan Jennie.

"Entar kalo aku udah lulus juga bakal nyusul sama kamu. Hehe" Balas Jennie dengan cengirannya.

"Kalo aku pergi jauh. Kamu tetap nyusul?" Kini giliran Justin bertanya ke Jennie tanpa sedikitpun mengalihkan tatapannya dari mata Jennie.

"..."

Jennie hanya terdiam walaupun matanya tetap menatap lirih ke arah Justin. 

"Kamu tau kan, temen aku cuma kamu. Kalo pun emang kita gabisa satu sekolah karna sekolah kamu jauh, tapi aku berharap kamu masih bisa ngabisin waktu bersamaku di luar sekolah, kita tetap tetanggan kan?"

"..."

"Cih, kebiasaan banget kalo di tanya malah diem. Tapi, aneh juga sih aku nanya gitu, kamu kan gak akan kemana-kemana, mama papa kamu juga gamungkin biarin kamu tinggal jauh dari mereka, jadi kamu pasti akan selalu jadi tetanggaku, hehe" Lanjut Jennie sambil menampilkan cengiran manisnya

Mendengar penuturan Jennie membuat Justin hanya bisa diam sambil terus menatap hazel mata yang berbinar itu.

"Maaf. Sepertinya aku bakal pergi jauh dari kamu" Batin Justin sambil tersenyum hangat dan kembali mengacak rambut Jennie. 

Karena mungkin ia akan rindu dengan rambut halus ini.

🍦🍦🍦

Jennie terbangun dari tidurnya sambil mengucek-ucek matanya yang masih setengah tertutup. Ia melirik jam yang sudah menunjukkan pukul 09.15.

"Kebo banget sih aku" Gumamnya ke dirinya sendiri. Emang sudah jadi kebiasaannya bangun di sekitar jam 9 pada hari liburnya.

Hari ini Jennie berencana akan ke rumah Justin. Entah kenapa hari ini gadis itu terus terpikirkan oleh sahabat laki-lakinya itu.

Baru hendak ingin ke kamar mandi, mata Jennie langsung menangkap sebuah kotak kecil di atas meja riasnya. Tak ambil pusing Jennie langsung mengambilnya.

"Gelang?" Jennie kembali melihat isi kotak itu yang terdapat surat di dalamnya.

Jennie mengenali tulisan ini. Dan Justin adalah orang pertama yang terlintas dipikiran Jennie. 

Menunda mandinya, Jennie duduk di kursi riasnya dan mulai membaca isi surat itu.

Happy Birthday Baby:) Maaf kalo aku gak ngucapin langsung. Bukannya gak mau tapi emang gak bisa. Abisnya kamu kebo banget, dah jam 8 tapi masih molor, dijadiin kebiasaan lagi, dasar. Btw ini mungkin ucapan terakhir yang bisa aku ucapin ke kamu, walaupun lewat surat, hehe.

Jennie berhenti sejenak membaca surat itu. Ia langsung membalikkan kertas yang ia pegang. Entah kenapa ia terlalu takut untuk membaca kalimat selanjutnya. Kilasan beberapa Minggu yang lalu, tepatnya saat ia dan Justin menikmati ice cream bersama dan berbincang mengenai kelanjutan sekolah Justin, terus terputar di kepala Jennie.

Dengan tangan yang sedikit gemetar, Jennie membalikkan kertasnya dan mulai membaca lagi.

Kamu kaget yah? Jangan sedih yah, kan kamu tau aku gak suka lihat kamu sedih apalagi nangis. Jangan cengeng cengeng karena udah gak ada aku lagi yang bakal nenangin kamu, beliin kamu ice cream dan ngacakin rambut kamu. Aku harap kamu jadi Jennie yang kuat, ceria, dan aku harap kamu gak berusaha untuk nunggin aku. Aku mohon. Aku gak bisa janji untuk kembali dan aku gak mau kamu nunggu aku dengan sia-sia. Terakhir, harapan yang paling aku harapkan, kamu bahagia yah. Jangan pernah sedih. Love you Baby:)

"Ini pasti prank. Iya! Justin pasti mau ngerjain aku. Ck, dikiranya mempan apa" Jennie yang sudah menangis tetap meyakinkan dirinya bahwa Justin sedang mengerjainya.

Ia langsung berlari menuju rumah Justin yang tak jauh rumahnya sambil menepis jauh-jauh pikiran buruknya.

Sampai di depan rumah Justin. Jennie terus memencet bel rumah itu dengan brutal dan karena tidak ada respon, jennie dengan nekat memanjati pagar rumah itu dan menggedor-gedor pintu yang bercat putih itu.

"Justin! Aku tau kamu di dalam. Bukain!!!"

"JUSTIN BUKAAA!!!"

"Justin aku mohon. Ini sama sekali gak lucu" Lirihnya yang sudah terduduk di depan pintu itu.

"Justin. Aku mohon keluar. Bilang kalo ini cuma prank. Hiks.. " Jennie tak kuasa menahan tangisnya. Ia terus memuku-mukul dadanya yang kian bertambah sakit. Ia kesepian. Ia butuh Justin. Tapi lelaki itu malah meninggalkannya.

🍦🍦🍦

-Amerika, 2020-

Hari ini adalah hari kelulusan Jennie. Tak terasa kini ia sudah meninggalkan masa sekolahnya. 

Bahkan dengan nilai terbaik, tak membuat Jennie sedikitpun tersenyum. 4 tahun terakhir ini membuat Jennie berubah drastis. Jennie yang ceria kini berganti dengan Jennie yang cuek dan dingin. 

Sejak perginya sosok yang yang berharga bagi Jennie, membuat Jennie tak lagi berbaur dengan sebayanya, ia lebih memilih berdiam di rumah dan menghabiskan waktunya hanya untuk belajar, yah setidaknya untuk mengalihkan pikirannya untuk tidak terus memikirkan sosok yang sudah meninggalkannya itu.

Seperti sekarang, walaupun orang tua Jennie datang berkunjung ke rumah Omanya, Jennie tidak menunjukkan ekspresi senangnya melainkan tetap dengan ekspresi dinginnya. Padahal dulu ia sangat senang jika orang tuanya mengunjunginya. Ia dulu.

"Mama mau kamu ikut mama ke Indonesia" 

Mendengar ucapan mamanya. Jennie langsung menampakkan ekspresi terkejutnya dan hampir saja ia mengeluarkan minuman yang sudah masuk dalam mulutnya.

avataravatar
Next chapter