6 SEMUA TENTANG KITA

AKu keluarkan sepucuk surat lagi dari gulungan sarung yang di berikan temanku tadi pagi. Disinilah tempat yang aman bagiku untuk membaca surat yang satu ini, tanpa ada satupun orang yang tahu kecuali aku dan Tuhanku.

Aku buka prangko-nya yang berwarna hijau kesukaanku, tanpa merusaknya. Hatiku berdebar-debar, apa isinya gerangan, soalnya baru kali ini aku mendapatkan surat dari seseorang. Benarkah adanya diriku ini masih dianggap ada oleh temanku?.

Assalamualakum Wr.Wb

Sobat bagaimana kabarmu?. Dimana engkau sekarang berada?. Aku disini dan teman-teman sering membicarakan kepandayanmu. Diskusi tanpa ada kehadirinmu rasanya sangat hambar, tak ada lagi gesekan-gesekan pembebasan tentang Negara kita. Kami sangat merindukanmu. Aku sangat merindukan pemikiranmu yang selalu memutifasi kami. Sekaligus rindu pemikiran yang selalu berlawananan arah dengan pemikiran guru-giru di sekolah, yang masih terjebak di dalam politik dua tangan milik Sueharto melalui penyeragaman midnset bangsa. Aku merindukan cubitan tanganmu di pipiku ketika kamu mendapatkan hadia dari guru kita, karena kamu mampu melangkahi kami dalam pelajaran matematika dan lainnya. Aku juga rindu sama anak yang bersekolah dengan ayahnya.

Sobat mengapa kamu berpisah dengan kami?. Bukankah kita sudah pernah berjanji untuk selalu bersama-sama. Aku harap kamu tidak menjadi penjilat seperti pemimpin-pemimpin kita. Kini aku sendiri, tak ada lagi yang mau mencubit pipiku, tak ada lagi orang yang mau bernyanyi di sampingku ketika istirahat tiba. Aku sangat merindukanmu, aku berharap kamu dapat kembali lagi belajar bersama kami seperti waktu SD dulu. Buatlah hari-hariku bermakna. Mari kita kawal bangsa ini bersama-sama sampai kemerdekaan benar-benar memihak pada kita.

TTD. Anisah

17 Agustus 2005

Kulipat kembali surat dari temanku dalam bentuk semula, dan ku bakar hingga tak tersisa. Semuanya telah berakhir, cita-cita aku-pun untuk menjadi pemimpin sudah aku buang jahu-jahu. Semauanya hanya mimpi. Mimpi seorang anak petani miskin yang saat ini menjadi pangladhin. Jangankan untuk melanjutkan sekolah, makan saja aku harus numpang pada guru.

Waktu SD kelas satu aku selalu meminta ditemani Bapak kedalam kelas. Saat itu aku masih takut sama guru. Pulangnya aku digendong oleh Bapak dari sekolah sampai kerumah. Meskipun jarak kerumah cukup jahu, Bapakku tidak pernah mengeluh mengendongku. aku sangat merindukan sosoknya

Bapakku tidak pernah bersekolah tetapi punya semangat yang tinggi untuk menyekolahkanku. Beliau bilang kepadaku. 'Aku tidak ingin kamu memiliki nasib seperti Bapak, yang tidak bisa membaca dan menulis. Bapakmu ini bukan tidak belajar. Semasa muda dulu, Bapak sudah belajar mengaji, tetapi tetap tidak bisa. Sampai Bapak bertapa di goa ke goa agar bisa mengaji.Tetapi sampai saat ini Bapakmu ini tetap buta huruf'. Cerita Bapak sat menggendongku dari sekolah sampai ke rumah.

Kelas dua sampai kekelas tiga aku ikut temanku, ketika berangkat sekolah. Pulangnya aku nebeng sama Wakut, yang diantar jemput oleh ayahnya dengan motor Bebek mirek Yamaha.

Namun aku lebih sering ikut Fauzan, kakak kelasku bersepeda. Dia juga sebagai guruku yang telah mengajariku bersepeda pertama kali.

Aku pernah mematahkan sepeda temanku saat aku meminjamnya di sekolah. Sepeda tersebut stir-nya patah. Karena aku terjatu kedalam slokan di belakang sekolah.

Aku lari dari masalah waktu itu, tak memikirkan lenganku yang berdara dan dadaku yang sakit terkena setir.

Sebelum aku lari aku masih sempat memukul mulut temanku samapai berdara. Setelah memukul mulut temanku yang mau melaporkan musibah yang menimpaku pada ayahnya. Sekalipun dia menangis, aku tidak perduli. Aku benci pada anak yang sering melaporkan masalahnya kepada orang tua. Tetanggaku mati bercarok disebabkan diadu-domba oleh anaknya sendiri.

Nasehat ibuku terngiang-ngiang ditelinga. Sebelum berangkat sekolah beliau selalu mengingatkan aku utuk tidak meminjam sepeda teman, mungkin karena takut terjadi apa-apa ke padaku. Disebabkan kejanggalanku dan kenakalan orang tak punya, yang ingin memiliki fasilitas sama dengan teman. Ibu harus menanggung malu.

Aku berlari dan bersembunyi di hutan, setelah ayah temanku memarahi diriku. Dia bilang akan datang kerumah untuk minta ganti rugi, dan akan meloporkan perbuatanku kepolisi.

Adzan maghrib ibu baru bisa menemukanku yang bersembunyi dipinggir jurang dalam rerimpunan ilalang, mirip burung puyu saat sedang mengeram.

Beliu memelukku dengan lembut sambil meneteskan air matanya, kemudian menggendongku pulang kerumah. Tak salah jika ada pribahasa yang mengatakan bahwa surga ada dibawah telapak kaki ibu.

Kasih sayangnya melebihi bumi dan isinya. Karena kejadian ini. Memasuki kelas empat sepeda mbakku yang sudah rusak di makan usia diperbaiki oleh Bapak. Pada saat itu pulah, aku menambah aktifitasku dengan berjualan es milik guru ngaji ke sekolah. Aku bersekolah sambil membawa termos es yang berisi seratus lima puluh buah. Perbuahnya duaratus rupiah. Jika laku semuanya, aku akan diupah dua ribu rupiah oleh Raji guru ngajiku. Jika hanya lakunya separuh makah seribu rupiah untukku.

Untuk uang jajan di sekolah aku tak lagi minta kepada orang tua, uang yang diberikan ibuk ditabung disekolah. Rasa minder kepada teman memang ada. Namun hal itu tak berlangsung lama. Karena teman-temanku semuanya baik.

Meskipun jam masuk, termos es tetap aku bawah kedalam kelas. Tanpa harus malu terhadap guru dan teman-teman. Tiga tahun aku bersahabat dengan termos es didalam kelas, dan Aan yang selalu menemaniku berjualan ketika istirahat. Sambil bernyanyi lagu Peterpan yang berjudul "semua tentang kita".

avataravatar
Next chapter