8 PENGETAHUAN NURIYAH

Ketika mau tidur aku terbiasa minta diceritakan sesuatu yang horor kepada Bapak. Ada cerita yang langsung membuat diriku memejamkan mata, dan ada pulah cerita yang membuat diriku tertawa.

"Ries kata Nenek mu dulu, tidak hanya waktu malam hantu mengganggu manusia. Siangpun hantu berkeliaran, apalagi waktu gerhana matahari 40 tahun yang lalu. Alam ini sangat gelap Ries, sekalipun siang. cerita bapak kepadaku sambil menghisap rokoknya yang tinggal separuh.

Pada zaman muda Bapak, listrik belum masuk desa, yang ada hanya themar talpek. Yang setiap minggu Bapak harus mengganti sumbu themar tersebut dengan kapas yang dipintal seperti sumbu kompor. Zaman mu sekarang sudah nyaman Ries, lahir langsung melihat dunia benderang sekalipun malam tanpa bulan. Ilmu pengetahuan telah mengubah semua aspek kehidupan di dunia ini.

Ries, waktu Bapak masih kanak-kanak, sampai menikah dengan ibumu, Bapak tidak bisa menikmati kekayaan negeri yang subur. Pada zaman remaja Bapak. Daun Cilembu direbus untuk mengganjal perut yang diikat dengan gedebong pisang kering untuk menahan rasa lapar. Kalau sekarang siapa yang mau memakannya. Ceritanya dalam, raut muka beliau memaparkan begitu sulitnya zaman penjajahan.

Ries,,, biji mangga yang pahit pernah menjadi teman cacing dalam perut Bapak. Sekarang, makanan yang menjadi makanan pokok zaman remaja Bapak, sudah berserakan ditanah, menjadi sampah di zamanmu". Bapak menghisap rokok Opeot-nya. Matanya cekung, mengisyaratkan kehidupan pahit yang dilalui.

Sekalipun aku tak tahu seperti apa sulitnya masa muda Bapak. Tapi aku dapat merasakan getaran hati yang di penuhi dengan keringat perjuangan, untuk bertahan hidup di era Reformasi.

"Kamu harus mensyukuri hidupmu Ries, sekalipun Bapak tidak bisa membelikan mainan, seperti yang dimiliki oleh teman mu. Pahitnya hidupmu tak sepahit hidup Bapak, kamu belum merasakan apa yang Bapak rasakan dahulu. Di Madura banyak orang mati kelaparan dari pada yang mati berperang. Manamungkin hantu tidak mau berkeliaran Ries. Wong kebanyakan mereka matinya disebabkan mencuri karena kelaparan. Tidak ada tahlilan seperti saat ini, ajaran Ahlusunnah waljamaah tersebut belum menyebar di Madura. orang yang sudah mati cukup dikubur lalu dibiarkan begitu saja. Pada zaman penjajahan Belanda dan jepang orang-orang yang kaya, dan memiliki daging sapi. Harus menyembunyikan daging sapinya di atas pohon Siwalan. Ries, mereka di sibukkan dengan daging sapi yang dimilikinya setiap hari. Apakah kamu mau jadi orang kaya tetapi kamu disiksa dengan harta yang kamu miliki?. Tanyanya mendidik.

'Orang yang mengatakan kalau jadi orang kaya itu bahagia, itu cuma anggapan mereka saja. Pada dasarnya di dunia ini tidak ada orang yang bahagia kecuali hati yang dekat kepada-Nya Ries'. Dalam ceritanya beliau mendidik ku Tauhid, dengan harapan anaknya mampu mengarungi dinamika kehidupan sejati.

"Jika orang kaya bahagia, dan orang miskin menderita. Maka Allah itu tidak adil Ries. Kebahagiyaan bukan karena harta yang melimpah ruah. Kebahagiyaan itu bisa datang pada siapapun yang hatinya bisa menerima semua qadha dan qadar yang ditetapkan olehnya". Hatiku terus dijejali dengan pengetahuan-pengetahuan Nuriyah. Dengan halus, disampaikan dengan hati, sehingga bisa aku terima dengan hati.

Sekarang tidak adak lagi orang yang mati kelaparan seperti zaman Bapak. Tapi mereka selalu mengeluh karena ketamakannya. Itu yang menyebabkan mereka tidak bisa mencicipi manisnya sebuah kebahagiyaan Ries". Dihisap lagi rokok Opeot yang ada di tangannya. Kelihatan nikmat rokok kretek tersebut. Bahasa nonverbal bapak waktu menghisap rokok, membuatku ingin merasakannya.

"Cerita nenekmu ketika masih hidup pada Bapak. Pada malam Idulfitri nenemu merebus aren yang sudah hampir menjadi tuak, yang diambil oleh kakekmu untuk di jadikan minuman pada tamu-tamu yang datang bersilaturrahim". Bapak mulai menceritakan cerita Nenek kepadaku.

'Ketika Ibu meninggalkan minuman yang didinginkan diatas tungku, tiba-tiba ada suara berisik orang minum. setelah melihat kakek mu masih berbaring pulas disampingnya. Nenekmu berlari kedapur, takut ada kucing yang memakan masakan yang mau di sajikan besok pada tamu-tamu di hari Idulfitri. Waktu dilihat tidak ada kucing yang masuk kedapur oleh nenekmu, nenekmu teringat pada Aren yang masih ada di atas tungku. Belum di salin pada wadah yang sudah di sediakan olehnya. Saat itu karena hanya menggunakan Themar talpek, sebagai penerang satu-satunya, maka cahaya yang menyinari dapur hanya remang-remang. Tibanya didepan tungku ibu melihat orang berbaju putih membungkuk meminum aren yang sudah di rebus, kata nenek mu kepada ku.

Nenekmu adalah orang yang pemberani, tanpa rasa curiga sedikitpun nenekmu menghampiri orang yang sedang minum Tangghuli. Setelah dihampiri orang tersebut lari menembus anyaman bambu yang digunakan sebagai dingding dapur, sambil bilang Lek elli Lek elli.

Nenekmu terperanjat, orang yang dilihatnya telah mati bergantung diri sepuluh hari yang lalu. Sekalipun nenekmu adalah wanita yang pemberani, Ketika berhadapan dengan mahluk halus. Rasa takut dalam hatinya juga masih bergetar. Dia lari terjerit-jerit membangunkan kakekmu yang sedang tidur. 'Seberani apapun perempuan itu, Ries. Laki-laki tetap dijadikan pelindung baginya setelah perempuan merasa tidak mampu menghadapi rasa takut dalam dirinya'.

avataravatar
Next chapter