18 PENYERANGAN part 4

Siang datang dengan cepat, menampakkan cahaya matahari yang muncul dari balik jendela. Pancaran cahayanya yang terik membuat tenggorokan sedikit mengering. Ku lirik jam di tanganku yang menunjukkan pukul 12:30 p.m. Lama sekali aku berada di tempat ini, biasanya sekitar pukul sepuluh sampai pukul satu siang aku berada di luar untuk membantu warga yang kesulitan. Tapi, rupanya aku justru keasikan dan melupakan tugasku. Aku bangkit dari dudukku.

 

"Kau ku tunggu di tempat biasa jam 7 malam," bisik Kazuma sebelum aku pergi meninggalkan markas. Ku masukkan kedua tanganku ke dalam saku celana lalu beranjak.

 

Aku tahu pasti anak itu ingin membahas pembicaraan kami yang terpotong tadi. Walaupun aku menolak, anak keras kepala itu tetap akan melakukannya. Kazuma pasti memiliki alasan di balik ia ingin ikut melakukan pembalasan bersamaku. Sejujurnya tak masalah bagiku jika ia ikut, tapi bukankah itu sama saja dengan membiarkan keluargaku terluka? Selama ini aku menahan diri membiarkan mereka membasmi para pengganggu tanpaku, tapi rasanya aku seakan-akan memanfaatkan kekuatan mereka atas tujuanku yang egois. Aku yang membentuk Geng Grudge Cluster, aku yang menciptakan tujuan geng ini, tapi mengapa justru teman-temankulah yang bertindak, bukan aku, si pembuat geng serta tujuan itu sendiri? Lalu, untuk apa aku bersusah payah membuat geng dan bertujuan egois seperti itu jika aku sendiri malah berada di balik kekuatan teman-temanku? Naif sekali, bukan? Maka dari itu, aku ingin―khususnya untuk kali ini―hanya dirikulah yang bertindak, setidaknya membalaskan budi mereka demi tujuan egoisku dulu.

 

Aku menganggap mereka semua temanku, bukan sekedar anggota atau pengisi kekosongan di dalam Grudge Cluster. Aku ingin melawan para pengganggu itu bersama mereka dan merasakan lega bersama-sama setelahnya. Tapi, selama ini aku hanya mengandalkan mereka. Apakah seorang leader pantas melakukan hal itu?

 

Sepanjang aku menapaki trotoar kota, aku hanya bisa memikirkan hal itu tanpa sadar bahwa aku sudah berada di dalam kepungan sebuah geng bergaya hip hop. Aku menatap sekelilingku. Wajah mereka memancarkan kebencian yang sangat dalam. Di antara mereka ada seorang lelaki berhoodie kuning. Ah! Rupanya Coast Town.

 

"Di mana si pecandu narkoba itu?" tanya salah satu dari mereka. Aku menaikkan sebelah alisku.

 

"Dia tidak ada di markas."

 

"Lalu dia di mana?"

 

Aku menghela nafasku, "Apa yang kalian inginkan?"

 

"Sesuai perkataanku, Omi-chan. Kita tidak akan tinggal diam melihat pabrik seperti itu." Kini Ryusei yang menjawab pertanyaanku. Aku mendengkus kesal. Kembali ku pandangi sekelilingku. Untung saja daerah ini cukup sepi. Tak ada orang yang berlalu lalang di sini. Aku pun meregangkan tubuhku, mengambil ancang-ancang.

 

"Jika kalian berhasil melawanku, akan ku serahkan anak itu!" tantangku. Ku lihat lelaki itu tersenyum sinis serta meremehkan.

 

"Siapa takut! Akhirnya aku bisa melihat bagaimana sang singa melawan," katanya basa basi.

 

Tak butuh waktu lama mereka langsung menyerangku. Dengan sigap aku langsung menghindari serangan mereka sesekali menangkis ataupun menahan. Si leader terlihat santai di belakang mereka, memperhatikan bagaimana aku akan tumbang. Perkelahian tanpa perlawanan dariku berlangsung lama, mereka seakan-akan tak lelah terus mencoba menghantamkan tinjuan ke tubuhku. Sampai akhirnya salah satu dari mereka berhasil mengenai pipi kananku. Aku menyentuh ujung bibir yang terasa perih. Mereka lumayan juga, mampu membuatku mengeluarkan sedikit darah seperti ini. Seketika saja, leader itu memerintahkan semuanya berhenti menyerang. Mereka kembali pada posisi masing-masing, hanya kali ini tak mengelilingiku.

 

"Sugee!¹ Cepat sekali caramu menghindar dan menangkis. Apa yang sedang kau rencanakan, Big Leader of City-chan?" Aku benci julukan itu. Aku hanya menatapnya tajam, enggan menjawab pertanyaannya. Wajah yang sedari tadi menunjukkan kelicikan kini berubah menjadi datar, menatap mataku dengan lekat bahkan lebih tajam dari sebelumnya.

 

"Bahkan kau tidak terlihat kelelahan hanya dengan menangkis mereka. Kau bukan lelaki biasa, Omi-chan," lanjutnya dengan nada sinis.

 

"Sudahlah! Aku tidak ingin melawan kalian. Lebih baik kalian mun―"

 

"Sore kantan ja nee yo!² Kami akan tetap melawanmu bagaimanapun caranya." Kembali mereka menyerang. Ck! Aku mulai terbawa emosi. Ku hantamkan saja tinjuanku kepada kelima teman-teman lelaki berhoodie kuning itu. Mataku tak sengaja meliriknya, terlihat sekilas seringaian mengarah padaku. Rupanya ia sangat puas saat aku terpaksa melawan mereka. Tak butuh waktu 20 menit, mereka kini terkapar di tanah. Aku menghela nafas beratku untuk mengontrol nafasku yang terengah-engah. Tak biasanya aku seletih ini. Dugaanku benar, geng ini bukanlah geng biasa.

 

"Cih! Kau begitu mengagumkan, Omi-chan," ledeknya dengan nada merendahkan.

 

"Ryusei, lebih baik kita atur ulang rencana," bisik salah satu anggota Coast Town kepada Ryusei. Hh! Apa yang dia bisikan terdengar olehku.

 

"Tidak perlu, Masa. Aku sudah sangat siap menghajar anak ini sampai mati. Dengan begitu aku akan memenangkan pertarungan dan mengambil lelaki pecandu narkoba itu darinya." Dengan percaya diri anak itu mengatakan hal tersebut. Aku mendesis. Ia mengambil ancang-ancang siap menghantamkan kepalan tangannya yang mengarah padaku.

 

"Aku akan menghancurkan wajahmu itu, Leader-chan," ancamnya. Aku hanya diam tak membalas apa yang ia katakan.

 

Pertarunganku dengan Leader Coast Town berlangsung sangat lama. Sesekali ia menahan kepalan tanganku, tapi lebih banyak aku menonjok wajahnya. Aliran darah serta lebam mulai nampak di wajahnya yang ... ya, lumayan tampan untuk ukuran orang Jepang. Sesekali pula ia hendak menghajarku. Sayangnya, kepalan tangan berkulit putih itu tak mendarat tepat di wajahku. Ia terlihat emosi ketika kepalannya selalu melesat.

 

Sekonyong-konyong aku langsung menendang perut lelaki itu hingga ia terhempas menubruk temannya. Ia kembali bangkit dan berlari ke arahku sambil mengayunkan kepalan tangan. Aku langsung menghindar ke belakang lalu menghantamkan lenganku ke arah sisi kepalanya, membuat kepala orang itu menoleh ke sisi sebaliknya. Ryusei melirikku dengan tajam, aku pun menunjukkan smirk smile-ku padanya. Ini adalah jarak paling dekat antara aku dengan lelaki itu. Hal ini seharusnya memudahkan dia untuk mengenaiku. Sayangnya, seperti perkiraanku, kaki yang hendak menendang perutku kini ku tepis sekuat mungkin hingga ia mundur beberapa langkah. Kembali dia berlari dan mengayunkan tangan. Dengan gerakan cepat aku menahan tangannya. Ku pegang tangan itu lalu membalikkan tubuhku membelakanginya dan ku tarik tangannya sekeras mungkin hingga ia berpelanting ke depan melewati tubuhku. Ryusei meringis. Decakan kekesalan cukup terdengar di telingaku. Aku segera menjauhinya.

 

"ARGH!" teriak Ryusei frustasi. Ia pun bangkit dan menyeimbangkan tubuhnya yang hampir terjatuh kembali. Wajahnya sangat marah, tatapan tajam yang ia berikan membuatku yakin bahwa anak ini memiliki emosi yang tidak stabil. Sama sepertiku. Dengan tiba-tiba, ia kembali menyerang. Ia mengincar bagian kepalaku, perutku dan hampir melakukan hal yang sama sepertiku sebelumnya, ingin membanting tubuhku ini. Serangan yang Ryusei lakukan cukup cepat. Sayang sekali, gerakannya masih bisa ku baca membuat anak ini terus menerus gagal melakukannya. Bahkan kini hanya aku yang berhasil menghantamkan kepalanku ke setiap organ vital Leader Coast Town itu.

 

BUG! BUG! BUG!

 

Aku sempat kewalahan saat kelima temannya malah menyerangku tiba-tiba. Kini pertarungan satu lawan enam, Leader Grudge Cluster melawan semua anggota Coast Town. Ini membahayakan! Aku sampai terengah-engah hebat akibat perlawanan Ryusei serta teman-temannya itu. Aku hampir saja tak melihat pergerakan mereka yang lumayan cepat.

 

BUG!

 

Aku hampir terjatuh setelah pukulan Ryusei mengenai pelipisku dan itu cukup keras. Ia menyeringai dengan senang, wajahnya menunjukkan kepuasan yang begitu besar tapi terlihat ada kekecewaan di dalamnya. Seketika saja dari belakang, salah satu dari mereka mencengkeram leherku dengan lengan. Cukup kuat membuatku hampir kehabisan nafas. Dengan sigap, ku tarik tengkuknya dengan sekali tarikan lalu membantingnya ke depan. Seperti yang ku lakukan sebelumnya kepada Ryusei. Penyerangan belum berhenti di situ, lelaki bertubuh tinggi itu menendang punggungku lalu dari arah depan Ryusei menekuk lututnya dan menghantamkan lutut tersebut mengenai tepat di hidungku yang langsung mengeluarkan darah segar. Tentu aku meringis. Dengan gerakan cepat aku menjauhi mereka.

 

"Ahaha akhirnya aku bisa menghajarmu. Kau mengecewakan, tidak seperti apa yang dibicarakan orang-orang itu. Ya, aku akui jika kau cepat dalam menangkis dan menahan serangan, tapi kini aku tahu kelemahanmu, Omi-chan. Lain kali aku akan menghabisimu lebih dari mematahkan hidungmu itu," ancam Ryusei begitu puas. Lain kali? Itu menandakan bahwa ia akan kembali menyerangku. Kusso!³ Anak ini memang ingin membunuhku.

"Sudah cukup! Lebih baik kita pergi sebelum ada yang melihat," lanjutnya lalu meninggalkanku sendirian di jalanan ini. Aku menghela nafas berat lalu menengadahkan kepala menatap matahari yang kini sudah berada di atas sana. Teriknya yang luar biasa membuat aku kepanasan, dan kini tubuhku dipenuhi dengan keringat ditambah aku kelelahan karena pertarungan tadi. Benar-benar hari yang tidak menyenangkan. Ku langkahkan kakiku kembali menuju ke arah lain, mengurungkan niat yang sejak awal ingin pergi ke kedai ramen. Jika saja Coast Town tidak menggangguku, mungkin kini perutku akan penuh dengan mie-mie berkuah itu.

Bersambung ...

><><><

Note :

1 : Hebat!

2 : Tidak semudah itu!

3 : Sial!

Arigatou! Thank you! Nuhun! Terima kasih! Obrigada!

avataravatar
Next chapter