20 part 19

Zavier membuka matanya, ia melihat jam tangannya. Ternyata sudah pagi.

"Kemana Qween?" Zavier bangkit dari sofa, ia mencari Qween di kamar mandi dan tak ada orang disana.

Akhirnya ia keluar dan bertanya pada pelayan, "Dimana Nona Qween?"

"Di taman. Sedang bersama Nona Gea."

Zavier segera melangkah ke taman, ia melihat Qween tengah berlatih berjalan lagi. Jelas Zavier kenal betul Qween, wanita itu selalu bersemangat dalam hal apapun.

Qween menyadari keberadaan Zavier, ia tersenyum pada Zavier. Akhirnya ia mendapatkan balasan dari senyumannya. Setidaknya kesalahpahaman itu telah berlalu. Qween sakit ketika Zavier terus berpikir bahwa ia berkhianat.

Zavier memutuskan kontak matanya dengan Qween, ia meraih ponsel dari dalam sakunya. Mendial seseorang yang dia beri nama di ponselnya sebagai Little Princess.

"Halo."

"Waw, kau tidur sangat nyenyak, Little Princess. Bangunlah, mandi lalu sarapan."

"Benar, tidurku sangat nyenyak sekali. Tidak ada yang membuatku kelelahan."

Zavier tertawa pelan, "Aw, kau membuatku terdengar jahat, Little Princess. Keluarlah dari selimutmu, dan pergi ke kamar mandi. Kita akan makan siang bersama nanti."

"Baiklah, baiklah. Jangan lupa sarapan, okey?"

"Oke."

Zavier memutuskan sambungan itu, ia segera membalik tubuhnya. Bukan hanya Bryssa yang harus mandi tapi juga dirinya.

Qween melihat Zavier berbalik pergi setelah menghubungi seseorang yang membuat Zavier tertawa, tak perlu Qween cari tahu siapa, sudah pasti itu adalah wanita yang bernama Bryssa.

Qween tersenyum kecil tapi hatinya terlanjur sakit. Bagaimana mungkin semua berubah begitu cepat ketika ia sadar dari kondisi vegetatifnya. Ia telah kehilangan kehidupannya sekarang, tidak, mungkin lebih tepatnya sejak ia terbaring tak berdaya di atas ranjang dengan bantuan banyak alat medis.

Semuanya terasa seperti mimpi buruk bagi Qween, ia terlelap dan terbangun dengan cinta yang telah hilang. Bagaimana bisa dunia sangat kejam padanya? Apa mungkin ini balasan untuk kejahatannya karena sempat berpikir untuk menggugurkan kandungannya sendiri?

Apapun itu, Qween sadar bahwa semuanya telah berubah. Pria yang ia cintai sudah tidak mencintainya lagi. Senyuman yang dulu hanya diberikan padanya kini telah menjadi milik wanita lain.

Bisakah aku membuat senyum itu kembali padaku? Bisakah aku menguasai hatinya lagi seperti sebelum aku menutup mata? Bisakah aku kembali menjadi orang nomor satu yang ia pikirkan di otaknya? Bisakah aku mengembalikan semuanya kesedia kala? Berbagai pertanyaan itu muncul dibenaknya sejak semalam.

Kedua tangan Qween mencengkram rok yang ia kenakan, begitu kuat hingga buku tangannya memutih. Ia sakit, dan ketika sakit itu menghampirinya ia akan melukai dirinya sendiri. Tapi Qween tahu itu adalah hal yang sangat menyedihkan. Ia tidak ingin Zavier melangkah semakin jauh darinya karena terlihat begitu menyedihkan. Ia harus menahan diri untuk tidak melukai dirinya sendiri, agar Zavier terus mengingatnya sebagai wanita yang kuat.

Jika Qween adalah wanita jahat, ia pasti akan menggunakan kelemahannya untuk membuat Zavier bertahan di dekatnya tapi ia adalah wanita yang selalu berpura-pura kuat. Ia adalah wanita yang terluka parah di dalam tapi tetap tersenyum. Ketika orang-orang tak lagi melihatnya ia akan menunjukan dirinya yang sebenarnya. Melukai dirinya sendiri hingga sakit dihatinya beralih ke sakit di tubuhnya.

Qween jarang tertekan, tapi ketika masalalu tiba-tiba menghantamnya ia akan hancur jadi debu. Hal inilah yang memicunya untuk melukai dirinya sendiri. Bahkan kehadiran Zavier sendiri tak bisa menolong ketika masalalu menghantam Qween. Sejenak Qween akan bersandiwara tapi ketika tak ada Zavier, ia pasti akan membuat dirinya terluka. Namun Qween tak pernah menyadari bahwa Zavier selalu tahu apa yang ia lakukan, itulah kenapa sekalipun Zavier tak pernah menyakitinya. Selalu memberinya cinta dan alasan untuk tetap semangat.

Gea melihat apa yang terjadi pada kedua tangan Qween, dan Gea adalah orang lain yang tahu bahwa Qween adalah pengidap Self Harm.

Apa yang membuatnya tertekan sekarang? Gea penasaran dengan alasan kepalan kuat tangan Qween.

"Qween!" Gea memegang tangan Qween.

Qween seperti kembali ke dunia nyata, ia berkedip lalu tersenyum pada Gea.

"A-ah, aku melamun." Qween kembali melangkahkan kakinya. Ia bersandiwara dengan baik.

**

Gea mendengarkan apa yang Zavier tuturkan. Kejadian 5 tahun lalu ternyata hanyalah kesalahpahaman.

"Bagaimana dengan Qween dan Bryssa sekarang?"

"Aku tidak bisa mengatakan pada Qween tentang Bryssa sekarang. Dia bisa melukai dirinya sendiri."

"Dia tertekan. Sesuatu membuatnya tertekan. Tadi, kedua tangannya mengepal kuat. Ada emosi yang tak bisa dia tahan. Ada rasa sakit yang tidak bisa dia katakan. Dia terlihat putus asa. Apapun yang kau pilih, jangan membuat dua orang terluka sekaligus."

"Dimana Qween sekarang?"

"Kamarnya."

Zavier segera meninggalkan Gea, ia melangkah menuju ke kamar Qween.

"Qween!" Zavier memanggil Qween yang duduk di ranjang dengan posisi membelakanginya.

Qween terkejut, ia segera melihat ke arah Zavier.

"Apa yang sedang kau lakukan?" Zavier memegang kedua tangan Qween.

Qween melihat ke arah tangannya yang saat ini memegang figura yang berisikan potret dirinya dan Zavier ketika mereka pergi ke Paris bersama.

"H-hanya melihat foto ini."

Mata Zavier melihat ke apa yang dipegang oleh Qween, wajah khawatirnya jadi kaku. Ia pikir Qween akan mengiris tangannya sendiri. Zavier memegang figura yang ada di tangan Qween, ia melihat potret dirinya yang tersenyum hangat.

"I-ini adalah foto terakhir yang kita ambil sebelum aku kecelakaan. A-aku ingin sekali mengunjungi tempat ini lagi." Qween tersenyum lembut.

Zavier benar-benar merasa seperti udara menipis, ia berada dalam posisi yang sulit. Namun ia tidak bisa mengeluh karena dirinya sendiri yang membuat situasi jadi seperti ini.

"Kau bisa mengunjungi tempat ini lagi jika kau sembuh, Qween."

"A-aku akan segera sembuh." Qween berseru pasti. Namun segera yang Qween maksud akan membutuhkan waktu mungkin lebih dari 6 bulan. "A-ah, kita belum sarapan. A-ayo sarapan."

Zavier meletakan kembali figura ke tempatnya, ia membantu Qween untuk duduk di kursi roda. Kamar Qween berada di lantai 1 jadi tidak menyulitkan bagi Qween untuk keluar dari kamarnya.

Di meja makan, Zavier melihat ke arah meja makan. Disana terdapat beberapa makanan yang sangat ia sukai.

"Aku tidak bisa memasaknya untukmu tapi aku bisa meminta pelayan untuk menyiapkan bahan dan memasaknya untukmu. Maaf, aku tidak bisa membuatkan sarapan untukmu." Qween menyesal tapi tidak terlihat wajah sedih disana, dia sudah melakukan yang ia bisa.

Zavier diam, ia lebih banyak diam karena Qween.

Qween sedang membangkitkan kenangan masalalu mereka, ia tidak bisa berbuat jahat untuk merebut kembali miliknya, jadi yang bisa ia lakukan adalah membangkitkan apa yang sudah mereka lakukan. Mungkin saja cinta itu masih ada untuknya. Mungkin saja masih ada ia dihati Zavier. Meski kecil kemungkinannya, ia akan mencoba untuk memperjuangkan itu.

**

Zavier menjemput Bryssa di rumah mode, ia dan Bryssa akan makan siang bersama.

"Hy." Bryssa menyapa Zavier yang berdiri di dekat dinding kaca.

Zavier yang tadinya memperhatikan pemandangan kota dari ruangan itu membalik tubuhnya.

"Sudah selesai meetingnya?"

Bryssa mendekat, "Sudah selesai. Kau menunggu lama?"

Zavier menggelengkan kepalanya, "Tidak. Aku baru menunggu 5 menit 34 detik."

Bryssa berdecih, ia tersenyum lalu menggandeng tangan Zavier, "Ayo kita makan siang. Aku lapar." Entah sejak kapan Bryssa jadi lebih agresif.

"Ayo."

Mereka melangkah pergi.

Bryssa mengerutkan keningnya, ia mendengus jijik ketika melihat seseorang melangkah di lobby.

"Hama itu!"

Zavier melihat ke arah mantan pacar Bryssa. Pria ini sepertinya belum bisa melepaskan Bryssa sepenuhnya.

"Jangan pedulikan dia, sampah itu membuatku jijik saja." Bryssa menunjukan ekspresi jijik yang alami.

Zavier mengikuti ucapan Bryssa, ia melangkah. Tangan Zavier yang digandeng Bryssa kini merengkuh pinggang Bryssa.

Bryssa tersenyum, "Nah, kau mulai kreatif sekarang."

"Bryssa!"

Hama tidak tahu malu itu berani memanggil Bryssa.

Bryssa berhenti melangkah, ia tidak ingin terkesan terlalu menghindari.

"Apa yang membawamu kemari, Tuan?"

"Ada yang perlu kita bicarkan." Hama itu tak mempedulikan Zavier. Ia terlalu percaya diri untuk bisa bicara kembali dengan Bryssa.

"Aku harus menjaga perasaan priaku. Jadi, biar aku meminta izin padanya terlebih dahulu." Bryssa mengalihkan pandangannya ke Zavier, "Sayang, boleh aku bicara dengannya?"

"Jika dia ingin bicara maka bicarakan saja sekarang. Di depanku!" Zavier menatap mantan Bryssa tenang. Ia bisa menghancurkan pria di depannya dengan mudah, hanya saja ia tidak ingin melakukannya jika tidak terlalu mengganggu.

"Ini tentang kita, Bryssa. Aku ingin bicara denganmu berdua saja."

Bryssa tertawa kecil karena ucapan hama menjijikan di depannya, "Kita? Waw, kau tebal muka sekali. Aku tidak ingin bicara denganmu, sialan! Aku lapar, jika kau tidak ingin aku makan maka menyingkirlah!" Kesabaran Bryssa habis. Ia menunjukan taringnya sekarang.

"Bryssa!" Pria itu mencoba memegang tangan Bryssa tapi dengan cepat Zavier menepis tangan itu, memelintirnya lalu membanting tubuh pria itu hingga tertelentang di lantai. Kaki Zavier menginjak dada pria itu keras.

"Jangan coba menyentuh milikku atau kau akan mati!"

Bryssa tadinya ingin marah karena Zavier yang mengizinkan hama itu bicara dengannya tapi sekarang ia bagaikan terbang di awan karena kata-kata Zavier yang begitu jantan.

"Cobalah untuk datang kemari lagi, aku pastikan namamu akan terhapus dari dunia ini!" Injakan Zavier ia tekan kuat hingga membuat dada si Hama sangat sesak. Zavie mengangkat kakinya lalu merengkuh Bryssa lagi. "Ayo kita pergi."

"Ya, Sayang." Bryssa pergi dengan kemenangan dipihaknya.

Wajah tersenyum Bryssa betahan hingga mereka masuk ke dalam mobil Zavier.

"Kau benar-benar sangat keren tadi, Zavier." Bryssa mengacungkan jempolnya.

Zavier tersenyum kecil, ia memasangkan safety belt Bryssa, "Dia harus tahu hukuman menyentuh milikku."

"Aku harus jujur padamu. Saat ini aku berpikir sangat beruntung karena menjadi milikmu."

Zavier menyalakan mobilnya, "Keberuntungan terbesar dalam hidupmu ya memang cuma aku, Bryssa."

Bryssa tidak bisa tidak mencibir Zavier. Ia tadi memuji Zavier tapi sebagai balasan ia mendapatkan ejekan. Tapi, lupakan saja. Mungkin Zavier benar.

"Wajar saja para wanita ingin sekali menjadi milikmu. Sepertinya aku harus mempertahankan posisiku mulai sekarang." Nada bicara Bryssa seperti bercanda tapi bagi Bryssa itu adalah pernyataan yang akan ia lakukan.

Zavier diam. Kata-kata Bryssa membawanya pada Qween. Posisi yang Bryssa katakan sebagai posisinya, Qween juga berpikir seperti itu. Bagaimana bisa ada 2 wanita di posisi yang sama? Jelas satu akan terdepak dari kehidupan Zavier. Dua wanita itu tidak ingin ia sakiti tapi ia hanya ingin memiliki satu wanita dalam hidupnya.

tbc

avataravatar
Next chapter