17 part 16

Pagi ini Bryssa terjaga dengan pelukan pria yang semalam membuatnya sulit tertidur. Urusan Zavier ia selesaikan dalam waktu beberapa jam. Tentu saja melewati orang-orang Alejandro bukan hal yang mudah, terlebih lagi Zavier memberikan beberapa luka menyakitkan lain sebelum ia meledakan tubuh Alejandro.

"Pagi." Bryssa menyapa Zavier yang kini membuka matanya.

"Hm." Zavier membalas dengan deheman andalannya.

"Urusanmu sudah selesai?"

"Sudah."

"Tidurlah lagi. Aku mau mandi dulu."

Zavier melepaskan pelukannya dari tubuh Bryssa, "Mandilah."

**

Sarapan telah tersedia di meja makan, Bryssa sudah rapi dan cantik dengan pakaiannya, ia siap bekerja hari ini, sementara Zavier, pria ini tak menunjukan tanda-tanda untuk pergi kemanapun karena pakaian yang ia kenakan adalah pakaian santai. Celana kain selutut dengan kaos hitam yang melekat indah di tubuhnya, menutupi roti sobek yang dipuja oleh Bryssa. Baiklah, abaikan roti sobek itu sekarang.

Mereka sarapan dengan tenang. Bryssa tak lagi menyuapi Zavier, tentu saja karena Zavier telah disembuhkan.

Setelah selesai sarapan, Zavier mengantar Bryssa pergi.

"Kita mau kemana?" Bryssa yakin jika jalan yang Zavier lewati bukan jalan menuju ke rumah mode.

"Kau akan tahu nanti." Zavier membelok mobilnya di belokan.

Bryssa tahu jalan ini. Ini jalan menuju ke kediaman orangtuanya. Dan benar saja, mobil Zavier masuk ke halaman rumah yang masih sama seperti terakhir kali Bryssa lihat.

"Turunlah!" Zavier melepaskan safety beltnya, ia keluar dari mobil begitu juga dengan Bryssa yang menuruti perintah Zavier.

"Kenapa kau membawaku ke sini?" Bryssa tak mengerti. Ia rindu rumah ini tapi ia tak ingin datang ke tempat ini, ia tak ingin mendatangi tempat yang gagal ia lindungi.

"Kau akan tinggal disini mulai hari ini."

Bryssa diam, mencerna kembali kata-kata Zavier.

"Kau membebaskan aku?"

"Sejak kapan kau jadi tawanan, Bryssa?"

"Bukan, maksudku, bukannya aku milikmu?"

"Membiarkanmu tinggal disini bukan berarti aku melepaskanmu. Kau tetap milikku. Aku akan tinggal di tempat ini mulai dari sekarang."

"Apa?"

"Aku tinggal disini, bersamamu."

"Kenapa?"

"Kau bertanya kenapa, sepertinya kau tak ingin rumah ini kembali padamu."

"Bukan. Bukan seperti itu." Bryssa sangat menginginkan rumah ini kembali padanya, "Hanya saja, rumah ini tidak selengkap rumahmu."

"Aku bisa membuatnya menjadi lengkap."

"Ah, benar. Kau dewa."

"Ayo masuk." Zavier mengajak Bryssa untuk masuk.

Bryssa kembali menginjakan kakinya ke kediamannya. Pintu utama terbuka, aura kediaman itu tetap tak berubah, hanya tak ada ayahnya saja di dalam sana.

"Terimakasih karena sudah mengembalikan rumah ini padaku."

"Kau berkata seolah aku yang mengambil kediamanmu, Bryssa."

"Maksudku, membelinya untukku."

Zavier diam. Ia tak membalas ucapan Bryssa, apapun yang membuat Bryssa bahagia pasti akan ia lakukan. Zavier memang memindahkan Bryssa dari kediamannya, bukan berarti ia memilih Qween karena pada kenyataaannya ia ikut pindah bersama dengan Bryssa.

**

Perkembangan kesehatan Qween selalu Gea laporkan pada Zavier melalu telepon. Sudah satu minggu Zavier tinggal di kediaman Bryssa dan selama itu juga ia tidak kembali ke kediamannya.

Dan hari ini Qween sudah mulai bicara meski terkadang masih belum terlalu jelas. Keinginan Qween untuk menjelaskan pada Zavier membuatnya berusaha dengan keras.

"A-aku ingin b-bicara dengan Zavier." Qween bicara pada Gea. Sebelum kejadian 5 tahun lalu, Qween dan Gea cukup dekat.

"Kau bisa bicara padanya jika dia datang kemari." Gea menggerakan tangan Qween. Membuat Qween kembali bisa bergerak adalah tugasnya sebagai seorang dokter.

"M-maaf."

Gea berhenti bergerak, "Untuk apa kau minta maaf?"

"K-karena membuatku s-susah."

"Aku melakukan ini untuk Zavier bukan untukmu." Ia kembali meneruskan aktivitasnya.

Qween menatap Gea sedih. Dulu hubungannya dengan Gea tak seperti ini, nada bicara Gea tak pernah sedingin ini padanya.

"K-kau tidak ingin menanyakan apapun padaku?"

"Aku yakin kau mendengar perbincanganku dengan Zavier. Aku ingin tahu alasannya tapi Zavier adalah orang yang paling membutuhkan jawabanmu."

Apa yang Gea katakan dirasa benar oleh Zavier. Yang pertama kali harus mendengarkan alasannya adalah Zavier.

Di tempat lain saat ini Zavier tak sedang memikirkan alasan Qween. Ia tengah menunggu lampu hijau untuk pejalan kaki. Di seberang sana ada Bryssa yang menunggunya. Mereka tengah janjian untuk makan siang bersama.

Zavier melihat ke sebelah kirinya. Ia merasa kenal dengan gadis remaja di dekatnya.

"KANIAAA!/ZAVIER!" Teriakan dua suara itu terdengar bersamaan.

Dua orang yang berada di seberang jalan segera berlari menuju ke Zavier dan remaja yang kini berada dalam pelukan Zavier.

Dengan kasar gadis di dalam pelukan Zavier dirampas cemas oleh seorang wanita yang berlari bersama dengan Zavier.

"Sayang, kau baik-baik saja? Ayo kita ke rumah sakit." Nada cemas itu terdengar jelas.

"Zavier, keningmu berdarah." Bryssa sudah berlutut di dekat Zavier yang sudah berubah posisi menjadi duduk.

"Aku baik-baik saja, Little Princess."

"Kenapa kau seperti ini? Kau sudah berjanji padaku untuk tidak terluka." Bryssa selalu saja melihat Zavier terluka. Dulu ia yang paling ingin melukai Zavier namun saat ini, ia yang paling benci melihat Zavier terluka.

Mata Zavier melihat ke remaja dan wanita yang tengah memeluk anaknya. Kecupan demi kecupan diterima oleh remaja itu.

Zavier tak pernah dapatkan itu dari wanita yang tak lain adalah ibunya itu.

"Kita ke rumah sakit. Kita harus mengobati lukamu."

Zavier bangkit dari duduknya, "Hanya luka kecil, Bryssa. Jangan cemas."

"Tapi berdarah."

Zavier menggenggam tangan Bryssa, "Kita isi perutmu dulu. Joan akan membawakan obat untukku." Selalu saja, Zavier selalu mendahulukan Bryssa daripada dirinya sendiri.

"Mom, Kakak itu menyelamatkanku." Mata Kania bertemu dengan mata Zavier.

Alona membalik tubuhnya, ia baru menyadari jika anaknya yang lain yang telah menyelamatkan putri kecilnya. Belasan tahun tak bertemu tapi Alona tahu jika pria yang menyelamatkan putrinya adalah putra sulungnya.

Kania bangkit, ia segera melangkah ke Zavier.

"Terimakasih karena sudah menyelamatkan aku, Kak." Kania tersenyum manis.

Zavier diam. Bryssa juga sama, ia hanya melihat Kania dan Zavier. Menilai tak ada kemiripan dari Zavier dan Kania. Jelas saja tak mirip, Zavier mirip dengan ayahnya dan Kania mirip dengan suami kedua Alona.

Ketika Alona melangkah maju, Zavier mundur selangkah. Masa lalunya terus membuatnya takut. Dua langkah Alona maju, Zavier semakin mundur.

Bryssa menyadari ketakutan Zavier, ia segera menggenggam tangan Zavier.

"Ayo kita menyebrang." Ia akan menjauhkan Zavier dari apa yang Zavier takutkan.

"Hm." Deheman Zavier mulai bergetar.

Bryssa segera membawa Zavier menjauh dari Alona.

"Mom, sepertinya Kakak itu terluka parah. Wajahnya terlihat pucat." Kania melihat ke arah Alona yang melihat ke punggung Zavier yang melangkah ke seberang jalan.

Bukan kesalahan Zavier jika ia mundur ketika Alona maju. Dulu Zavier maju dengan langkah yang tak terhitung padanya tapi yang terjadi, Alona bukan mundur tapi membalik tubuhnya. Di dunia ini hukum timbal balik memang selalu terjadi. Alona hanya perlu menerima kenyataan, bahwa yang ia lakukan dulu membuat putra sulungnya terlempar begitu jauh darinya.

tbc

avataravatar
Next chapter