12 part 11

Setelah berdiam diri di ruangannya selama hampir dua jam, Zavier sudah kembali tenang. Wajahnya tak lagi terlihat dingin.

Cklek..

Kepala Bryssa terlihat oleh mata Zavier.

"Boleh aku masuk?"

Zavier tak menjawab tapi dia juga tidak melarang. Akhirnya Bryssa masuk ke dalam ruang kerja Zavier.

"Kau sibuk?"

"Tidak." Balas Zavier, "Ada apa? Lapar lagi?"

Bryssa mendengus, memangnya dia ini kerbau, makan terus tiap jamnya.

"Tidak. Hanya aku tidak punya pekerjaan saja."

"Lalu, kau berpikir dengan melihatku kau ada pekerjaan?"

Bryssa tertawa geli lalu kemudian wajahnya datar, "Kau ini!" Dengusnya.

"Ganti pakaianmu."

"Kenapa? Mau mengajakku makan?"

Dan akhirnya masih kembali ke makan.

"Ganti saja."

Bryssa menatap menyelidik tapi pada akhirnya ia menganggukan kepalanya.

Setelah selesai mengganti pakaiannya, Zavier mengajak Bryssa ke sebuah gedung bertingkat 3.

"Tempat apa ini?" Tanya Bryssa.

"Tempat kau bekerja mulai dari besok."

Bryssa mengerutkan keningnya, ia melihat ke arah Zavier yang terus melangkah.

"Maksudmu?"

"Ini rumah modemu sendiri, Little Princess."

Bryssa makin menatap Zavier, "Kau bercanda, ya?"

"Kau lihat aku sedang tertawa sekarang?"

Bryssa menggelengkan kepalanya.

"Aku tidak bisa biarkan kau bekerja dengan siapapun. Aku tidak suka kau dekat dengan lelaki manapun. Siapapun yang ada di rumah mode ini adalah orang-orang yang sudah dipilih oleh Joan. Para prianya tak akan berani menatapmu. Tapi kau harus ingat, meski rumah mode ini milikmu tapi akulah bosnya." Zavier tetap menjelaskan bahwa ia tak akan pernah melepaskan Bryssa dari pengawasannya.

Bryssa terharu sekali, ia pikir Zavier akan mengurungnya di rumah. Meski Zavier melakukannya dengan sesuka hatinya tapi entah kenapa Bryssa mulai menyukai cara Zavier memperlakukannya.

"Kau baik sekali. Kau tidak menambahkan tentang tempat ini ke dalam catatan hutang ayahku, kan?"

"Apa aku terlihat sepelit itu, Bryssa?"

"Ya, mungkin saja." Bryssa bersuara asal.

Zavier mendengus, ia membuka pintu gedung yang saat ini sedang di renovasi.

"Design tempat ini sesuka hatimu. Ah, harus ada fotoku di ruanganmu. Itu agar kau selalu ingat aku adalah pemilik tempat ini dan pemilikmu juga."

Bryssa menggelengkan kepalanya, "Aku bahkan tak akan lupa aku milikmu meski aku amnesia." Cibirnya.

Zavier tersenyum geli.

Bryssa termenung. Zavier tersenyum. Zavier tersenyum di dekatnya.

"Kau semakin tampan jika tersenyum, tapi kenapa kau selalu menunjukan wajah dinginmu jika dekat denganku?"

Seketika senyum Zavier lenyap, "Kau salah lihat."

"Aih, aku tidak salah lihat." Bryssa menatap Zavier serius, "Tersenyumlah terus, kau benar-benar enak dilihat ketika tersenyum."

"Aku tampan meski tidak tersenyum. Kau bahkan tidak berkedip melihatku."

"Itu karena kau tidak pakai pakaian." Jawab Bryssa seadanya.

"Benar-benar indah, ya?"

"Hm." Bryssa berdeham. Ia segera melangkah meninggalkan Zavier, bukan karena ingin mengalihkan pembicaraan tapi karena ia ingin melihat tempat yang akan jadi tempatnya bekerja.

Zavier mengikuti Bryssa, matanya terus mengikuti kemanapun Bryssa melangkah.

"Zavier, pemandangan dari sini bagus, kemarilah!" Bryssa memanggil Zavier.

Zavier suka melihat Bryssa yang seperti ini, ini adalah Bryssa yang ia lihat beberapa tahun lalu. Bryssa yang tak menatap orang dengan tatapan kebencian.

Kaki Zavier melangkah mendekati Bryssa, ia melihat ke arah pandang Bryssa. Di belakang gedung ini memang terdapat taman dengan danau buatan yang indah.

"Aku akan membuat taman di atas gedung."

Bryssa membalik tubuhnya, tanpa canggung ia menatap wajah tampan Zavier. Ia sepertinya sudah sangat terbiasa melihat wajah Zavier.

"Kau, jangan tarik kata-katamu!"

Zavier tak akan melakukan hal seperti itu, ia akan melakukan apapun yang bisa membuat Bryssa senang.

"Rawat taman itu dengan baik, aku tak suka jika uang yang aku keluarkan jadi sia-sia."

Bryssa memeluk pinggang Zavier, "Kau yang terbaik, Zavier. Aku akan merawat taman itu dengan baik." Ia berjinjit sedikit lalu mengecup bibir Zavier. Hal manis yang tak ia sadari telah ia lakukan. "Sekarang ayo kita ke lantai tiga. Ruanganku akan ada disana, kan?" Bryssa menggenggam tangan Zavier. Membawa pria itu melangkah tanpa mendengar persetujuan dari si pemilik tangan.

"Waw, berapa banyak uang yang kau habiskan untuk menyewa tempat ini, Zavier?"

Menyewa? Zavier menghela nafas, apa semiskin itu dirinya hingga hanya menyewakan tempat ini untuk Bryssa?

"Kenapa? Kau ingin mengembalikannya padaku?"

Bryssa menggelengkan kepalanya, "Aku mana punya uang. Aku hanya bertanya saja." Bryssa nyengir manis. Ia kembali menyusuri lantai 3 tersebut.

**

"Cinta tidak selalu tentang pengakuan yang keluar dari bibir, cinta juga bisa dirasakan dari perlakuan seseorang padamu. Dia akan mengorbankan jiwanya untukmu, mendahulukanmu meski dia memiliki pekerjaan, mengkhawatirkanmu tanpa mengkhawatirkan dirinya sendiri...." Bryssa terus membaca artikel yang sedikit menarik perhatiannya, "Ah, kenapa ini terdengar seperti Zavier?" Ia mengerutkan keningnya dalam.

Cklek..

"Apa yang sedang kau lakukan?"

Panjang umur sekali kau Zavier.

"Tidak ada. Kenapa?"

"Bersiaplah, kita akan pergi."

"Kemana?"

"Pesta."

"Serius?"

"Oh, Little Princess, apa bagimu aku ini suka bercanda?"

"Tidak. Kau bahkan tidak pernah tertawa padaku." Jawab Bryssa jujur.

"Lalu?"

"Aneh saja, kau mengajakku ke pesta."

"Enyahkan pikiran anehmu itu. Waktumu bersiap hanya satu jam. Kenakan ini." Zavier meletakan 3 paper bag yang ia bawa. Ah, bahkan Bryssa tak melihat ke tangan Zavier karena wajah tampan Zavier tak bisa membuat matanya teralih.

"Siap, Tuan." Bryssa memberikan hormat.

Zavier mendengus, ia segera membalik tubuhnya dan keluar dari kamar Bryssa.

**

Bryssa tengah menikmati pesta yang ia datangi. Ia terkejut melihat teman-temannya juga hadir disana. Ah, dunia sempit sekali, ternyata mereka masih saja terhubung. Entah itu dalam misi, entah itu dalam dunia nyata. Bryssa tahu, hubungan sahabat-sahabatnya dengan para mafia itu bukanlah tentang misi, ia tahu tentang Qiandra yang merupakan adik Ezell. Dan Dealova beserta Beverly, mereka juga pasti memiliki alasan pribadi kenapa bisa bersama dengan dua mafia tersisa.

Perbincangan singkatnya dengan teman-temannya terhenti ketika para laki-laki dengan ketampanan tingkat dewa kembali pada mereka.

Dari interaksi para mafia itu, Bryssa bisa menilai mereka memang masih tetap manusia biasa terlepas dari pekerjaan mereka. Lihatlah cara mereka bercanda, masih seperti manusia pada umumnya.

Pesta selesai. Bryssa direngkuh oleh Zavier, memang sudah begini sejak masih di dalam rumah Zavier.

Helikopter sudah menunggu, mereka masih terus melangkah menuju ke kendaraan mereka.

"TIDAKK!" Bryssa tersentak ketika Zavier memeluknya keras. Matanya membulat sempurna, jantungnya berdetak nyeri. Hingga pada akhirnya ia tersadar ketika Oriel membentaknya untuk masuk ke helikopter. Ia bahkan tak sadar jika Zavier sudah tidak lagi merengkuhnya.

Bryssa segera masuk ke helikoper dan duduk di sebelah Zavier. Matanya memandangi Zavier yang tengah memegangi bahunya yang tertembak.

"Kenapa kau melindungiku tanpa memikirkan keselamatanmu?" Bryssa bertanya pelan. "Harusnya kau biarkan aku saja yang tertembak, kenapa kau mengorbankan dirimu seperti ini?"

"Diamlah, Bryssa. Ocehanmu tak membantu lukaku sama sekali."

"Harusnya kau tak terluka! Harusnya kau jaga baik-baik tubuhmu!" Bryssa malah semakin jadi. Ia kesal, ia kesal karena Zavier mengorbankan diri untuknya. Ia bahkan pernah mencoba membunuh pria ini dengan tangannya sendiri, tapi apa yang terjadi? Pria ini malah menyelamatkan hidupnya.

"Aku sakit. Bisakah kau tidak menambahnya?"

Bryssa menelan semua ocehannya. Ia tak akan menambah rasa sakit Zavier dengan ocehannya. Ia menggenggam tangan Zavier yang mulai dingin. Ia tahu rasanya tertembak, ia pernah tertembak sekali saat menjalankan misi dan rasanya benar-benar sakit. Bayangkan saja, timah panas merobek dagingmu, darah menyucur deras dengan rasa sakit yang menjalar hingga ke otak. Bryssa tahu, rasanya itu benar-benar sangat buruk.

"Aku bantu mengalihkan sakitmu." Bryssa memiringkan wajah Zavier, mendekatkan wajahnya ke wajah itu lalu melumat bibir Zavier.

Rasa sakit itu memang tak akan bisa dihilangkan oleh ciuman, pemikiran bodoh jika rasa sakit akan hilang karena ciuman tapi Zavier merasa lebih baik ketika Bryssa mencoba untuk menjadi pengalih rasa sakitnya. Meski sekujur tubuhnya merasakan sakit, dengan perlakuan manis Bryssa seperti ini ia bisa menahannya.

Hanya dalam beberapa menit helikopter Zavier sampai di kediamannya. Gea sudah menunggu di depan rumah Zavier, sepertinya seseorang telah mengatakan padanya jika Zavier tertembak.

"Terluka lagi. Kau memang tak pernah memperhatikan tubuhmu, Zavier! Astaga, aku benar-benar akan mati jantungan karenamu." Gea mengomeli Zavier.

Zavier yang tengah dibantu oleh Bryssa hanya tersenyum pada Gea.

"Masih bisa tersenyum, demi Tuhan! Aku akan menyuntikmu mati, Zavier!"

"Kau kejam sekali, aku tertembak. Obati aku." Zavier bersuara manis. Zavier tak ingin membuat orang cemas tapi dia juga tak bisa biarkan Bryssanya terluka.

Gea menghela nafas panjang, ia membantu Bryssa untuk membawa Zavier ke ruang kesehatan.

Melihat bagaimana Gea mengeluarkan peluru dari tubuh Zavier, membuat Bryssa meringis. Bukan dia yang terluka tapi dia yang ikut merasakan sakit. Ia terus menggenggam tangan Zavier, masih mencoba untuk mengalihkan rasa sakit pria yang telah menyelamatkannya itu.

Gea selesai merawat Zavier. Kini pria itu sudah dibawah pengaruh obat bius.

"Kau mau menjaganya atau aku yang menjaganya?" Gea bertanya pada Bryssa.

"Aku yang akan menjaganya."

Gea tersenyum, "Dia bukan orang yang bisa kau benci, kan, Bryssa?"

Pertanyaan Gea membuat mulut Bryssa tertutup rapat. Benar apa kata Gea, Zavier memang bukan sosok yang bisa dibenci oleh Bryssa. Pria dingin yang melindunginya, memperhatikannya dan memikirkan dirinya lebih dari diri sendiri.

Seperginya Gea, Bryssa duduk di tempat duduk yang ada di sebelah ranjang, "Terimakasih karena sudah menyelamatkan aku. Aku tidak tahu kau mencintaiku atau tidak tapi aku tahu kau tidak membenciku." Ia masih menggenggam tangan Zavier dengan lembut. Tidak akan mungkin ada orang membenci yang melakukan hal yang seperti Zavier lakukan padanya.

tbc

avataravatar
Next chapter