webnovel

Pertemuan Pertama

Saat Liam datang, Ariana sudah selesai mengganti pakaiannya dan berbaring di kasur dengan selimut tebal. Dia menyerahkan kompres air hangat ke gadis itu tanpa berbasa-basi.

"Terima kasih," ucap Ariana yang sudah lebih membaik.

"Beristirahatlah." Suara Liam yang dalam dan rendah memasuki telinga Ariana. "Malam ini kamu memiliki pertemuan penting."

"Siapa itu?" tanya Ariana dengan enggan.

"Yohanes Saputra."

"Oh? Siapa?"

"Pemilik tambang batubara dari Kalimantan," jawab Liam. "Akhir-akhir ini dia memiliki proyek besar dan dia bilang dia ingin bekerja sama denganmu."

Ariana mengangkat alisnya. "Oh?"

"Kamu bisa menyedot kekayaannya kalau kamu mau," ucap Liam menyarankan. "Kamu tahu, dia pemilik tambang terbesar di negara ini."

Ariana menyipitkan matanya yang dipenuhi tawa. "Liam, kamu terlalu licik," ucapnya dengan nada menggoda.

Liam hanya diam. Kalau dia licik, seburuk apakah Ariana? Gadis itu bahkan bisa membuat sebuah kerajaan di luar negeri jatuh miskin tanpa mereka sadari.

"Apa aku perlu menyiapkan sesuatu?" tanya Liam kemudian.

"Tidak perlu," jawab Ariana.

"Oh, tunggu," tambahnya terburu-buru. "Mungkin kita harus menyiapkan beberapa mainan kecil?"

Liam melihat seringai jahat di wajah Ariana dan tahu bahwa sesuatu yang buruk pasti akan terjadi malam ini. Mungkin dia harus berjaga-jaga di luar untuk meminimalisir kerusakan yang gadis itu ciptakan.

"Apa kamu perlu membawa beberapa pembalut?"

Ariana menatap Liam dengan tatapan kosong.

"Ari?" panggil Liam saat melihat Ariana yang tidak menjawab.

Ariana langsung mencengkram kedua bahu Liam. Dia menatap Liam dengan tatapan serius. "Liam," ucapnya dengan tegas. "Kamu tidak boleh menanyakan hal seperti itu secara terang-terangan di depan gadis atau kamu tidak akan pernah bisa mendapatkan seorang gadis. Itu memalukan."

Liam mengulum senyum. "Oh, begitukah?"

Ariana mengangguk, masih dengan sikap yang serius.

"Bagaimana kalau aku tidak membutuhkan seorang gadis?" Liam memperbaiki letak kacamata berbingkai emas miliknya.

Ariana segera mendorong Liam menjauh. Dia menatap Liam dengan tatapan horor. "Kamu... gay?"

Sudut bibir Liam berkedut saat melihat sikap Ariana. "Kamu..."

"Tidak! Tidak!" Ariana memotong ucapan Liam. "Aku baik-baik saja. Kamu tidak perlu khawatir."

"Aku bukan orang yang berpikiran sempit, kamu tahu?" ucapnya sambil menepuk bahu Liam. "Asalkan kamu menemukan seseorang yang kamu cintai, itu baik-baik saja apapun jenis kelaminnya."

"Aku akan mendukungmu," tambah Ariana dengan penuh ketulusan.

"..." Liam kehabisan kata-kata saat mendengar perkataan Ariana. "Ini tidak seperti yang kamu pikirkan, oke?!"

***

Ariana menatap orang-orang yang menari di tengah ruangan dengan bosan. Di sekitarnya, lampu berwarna-warni bergerak mengikuti irama musik yang memekakkan telinga. Dia mengalihkan tatapannya ke segelas wine di tangannya.

"Mr. White?" Seorang pria setengah baya dengan perut buncit menghampirinya.

Ariana menoleh. "Tuan Yohanes?"

Pria paruh baya yang tidak lain merupakan Yohanes Saputra tersenyum lebar. "Ya, itu aku," ucapnya mengonfirmasi.

"Mr. White, senang bertemu denganmu," lanjutnya sambil mengulurkan tangan.

Ariana hanya menatap tangan Yohanes dengan datar, tidak terlihat seperti akan meraihnya.

Pria berkacamata hitam di belakang Yohanes maju dan membisikkan sesuatu ke telinga pria itu.

Yohanes melirik Ariana dengan gugup lalu menurunkan tangannya. "Oh, baiklah, bagaimana kalau kita mencari tempat yang lebih tenang?" ucap Yohanes dengan senyuman percaya diri, seakan-akan dia bukanlah pria yang baru saja menatap Ariana dengan gugup.

Ariana mengangguk malas lalu berjalan mendahului Yohanes, pergi ke ruang pribadi yang sudah di sediakan.

"Jadi, Mr. White, mengingat ini pertama kalinya aku bertemu denganmu," ucap Yohanes dengan senyum yang tak kunjung luntur dari wajahnya.

"Ijinkan aku memberikan hadiah kecil," lanjutnya.

Dia menepuk tangannya tiga kali dan pintu ruangan terbuka, menampilkan sekelompok gadis berpakaian minim yang berdiri di depan pintu.

"Masuklah," ucap Yohanes sambil melambaikan tangannya. "Bantu aku menghibur tamu kita."

Ariana menatap gadis-gadis muda yang berusaha mendekatinya dengan sorot mata dingin. Kenapa? Mereka semua seharusnya berkumpul dengan teman-teman mereka di usia mereka sekarang. Bermain, belajar, dan tertawa, bukannya malah membantu pria-pria kotor itu di tempat gelap seperti ini.

Dia tidak terlihat terkejut sedikit pun saat melihat adegan ini. Sudah berapa kali dia mengalaminya? Entah, itu terlalu banyak hingga dia tidak bisa menghitungnya lagi.

Ariana terlalu memikirkan orang lain hingga melupakan fakta bahwa dia juga seorang gadis yang seharusnya juga bermain dengan teman-teman seusianya dan bukannya malah berkutat dengan perdagangan gelap dan senjata.

"Mr. White, ada apa? Apa kamu tidak menyukai mereka? Haruskah aku..."

"Tidak perlu," potong Ariana.

Pria itu pasti akan memanggil lebih banyak gadis kalau dia menunjukkan sikap tidak tertarik dengan gadis-gadis ini.

Ariana mengedarkan pandangannya dan matanya jatuh ke seorang gadis yang duduk paling jauh darinya. Gadis itu terlihat tidak nyaman dan sedikit gugup.

"Kamu, yang di sana, siapa namamu?" tanyanya sambil menunjuk gadis itu.

Semua orang mengalihkan tatapan mereka ke gadis yang di tunjuk, membuat gadis itu semakin gugup.

Kening Yohanes berkerut saat melihat gadis itu tak kunjung menjawab. "Hei, gadis, dia menanyakan namamu. Kenapa kamu tidak menjawabnya?" tanyanya dengan tidak sabar.

"Ak... aku... namaku Ariana," jawabnya dengan suara lemah.

Alis Ariana terangkat saat mendengar ini. "Ariana?"

"Y... ya." Gadis itu terlihat semakin gugup saat melihat sikap Ariana yang berubah.

"Kemarilah," ucap Ariana sambil melambaikan tangannya. "Duduk di sampingku."

"Ap... apa?" Gadis itu membulatkan matanya. "A... ku?"

Ariana menyeringai. "Ya, apa ada masalah?"

Gadis itu ingin mengatakan sesuatu tapi menelan lagi ucapannya saat mendapatkan tatapan tajam dari Yohanes. Dia berjalan menghampiri Ariana dengan langkah lambat, membuat orang yang melihatnya merasa gemas.

Ariana melihat ini dan senyumnya melebar. "Kemarilah, duduk dengan baik," ucapnya sambil merangkul bahu gadis itu dengan hati-hati. "Kamu tidak perlu takut, oke? Aku tidak akan memakanmu."

Gadis itu terlihat semakin ragu.

Ariana tertawa. "Apakah ini pertama kalinya kamu bekerja di sini?" tanyanya.

"Uh, bagaimana kamu tahu?"

Senyum Ariana mengembang. "Kamu terlihat begitu gugup dan canggung," ucapnya. "Mereka mengerikan, bukan?"

Gadis itu melongo saat melihat Ariana yang menatapnya. Ariana menatapnya tapi dia merasa bahwa orang yang ditatap bukanlah dia, melainkan orang lain yang ada dalam pikirannya sendiri.

"Kamu tidak perlu melakukan apa-apa," ucap Ariana dengan nada rendah yang hanya bisa didengar oleh gadis itu. "Cukup duduk di sampingku dan biarkan aku merangkul pundakmu."

***

Dia menatap 'pria' di sampingnya dengan tatapan rumit. Semua orang mengenalnya dengan julukan Mr White, termasuk dirinya. Mereka mengatakan bahwa dia adalah orang yang dingin dan tidak memiliki perasaan, bisa membunuh seseorang tanpa mengedipkan mata dan melakukan banyak hal kotor yang tidak termaafkan.

Tapi... kenapa dia bersikap lembut padanya?

Jika seorang gadis diperlakukan sepertinya, hati mereka pasti akan langsung luluh. Masalahnya, dia seorang pria!

Dia melirik tangan yang diletakkan di bahunya dengan gugup. Dia seorang pria yang lurus dan normal! Bagaimana dia tidak gugup saat sedang dirangkul oleh seorang pria juga?!

Next chapter