4 Pertemuan Mr. Sinclair dan Miss Arrogant

"Anda terlambat lima menit dari waktu yang telah ditentukan," ucap Febiana sesaat setelah beranjak dari tempat duduknya untuk menyambut kedatangan Edward beserta sekretaris pribadinya.

Sejenak, Edward masih diam dan seolah enggan memberikan jawaban mengenai keterlambatan yang ia pikir tidak terlalu penting. Namun, ketika menyadari bahwa Febiana tidak menyukai adanya ketidakdisiplinan, dengan terpaksa Edward sedikit merundukkan kepala.

"Maafkan kami, Nona. Jalan ibukota selalu padat, bukan? Saya rasa Anda cukup paham dengan hal itu," ucap Edward.

Febiana melipat kedua tangannya ke depan, kemudian mengangkat dagunya dan bersikap angkuh dengan sengaja. "Saya tahu, tapi bukan berarti saya menerima keterlambatan waktu."

Edward menggertakkan giginya. Wanita itu tidak hanya mengambil dua kesempatan besarnya, tetapi juga membuatnya berada di dalam posisi sebagai orang bersalah. Dan demi menyudahi adanya perdebatan tidak penting, Edward rela meminta maaf yang sejatinya sangat jarang ia lakukan pada orang lain, termasuk orang tuanya sendiri.

Ketika Febiana mulai menarik salah satu kursi dan lantas duduk, Edward baru berani mengambil sikap yang sama, sementara dua orang sekretaris segera keluar dari ruang privat tersebut.

Edward duduk berhadapan dengan Febiana yang menurut informasi dari Ibnu, wanita itu seolah tidak memiliki satu pun kekurangan dalam hidupnya. Namun Edward meyakini bahwa Febiana masih memiliki satu titik sisi buruk sebagai seorang manusia.

Jika Edward amati secara visual, Febiana memang terbilang sangat cantik. Parasnya menawan, dengan mata yang bulat sekaligus jernih, belum lagi kulitnya yang halus dan tanpa noda itu benar-benar menakjubkan. Tampaknya, Febiana adalah tipikal wanita yang gemar merawat diri.

Hanya saja, meski mengakui kecantikan yang dimiliki oleh wanita itu, nyatanya hati Edward sama sekali tidak terpengaruh. Sama seperti hari-hari sebelumnya pasca tujuh tahun berjalan, ia menilai orang seperti Febiana bisa dicari di mana-mana, bahkan nyaris di setiap tempat pasti ada.

"Kenapa melihat saya sampai seperti itu? Anda tak perlu terlalu takjub atas kesempurnaan yang saya miliki, Mr. Sinclair, saya tidak butuh," celetuk Febiana tiba-tiba dan terkesan meninggikan dirinya sendiri.

Edward yang sedikit tercengang, mencoba mengulas senyuman. Sesaat setelah menghela napas, ia pun menjawab, "Sayangnya Anda tidak sesempurna itu di mata saya, Nona. Dan perlu Anda ketahui saya tidak pernah merasa takjub atas diri Anda."

"Mm, benar juga," ucap Febiana kemudian mencondongkan kepalanya agak ke depan. "Saya lupa jika Anda memiliki fobia pada wanita dan tentu saja, saya juga tidak pernah berharap Anda mengagumi saya. Jujur, jika hal itu terjadi sudah pasti akan terkesan aneh!"

Edward menelan saliva, sementara kedua tangannya mengepal kuat menahan emosi yang nyaris meledak. "Se-begitu bencinya Anda pada saya? Bahkan ketika seharusnya Anda memberikan sambutan hangat—"

"Jika hati Anda terasa panas dan seolah ingin meledak, berarti sambutan yang saya berikan tak hanya hangat, tetapi juga panas," potong Febiana sembari tersenyum puas.

Gemelutuk gigi Edward terdengar pasca selesainya ucapan Febiana. Yang tidak ia sangka adalah tentang bagaimana wanita mungil itu bersikap. Alih-alih memberi hormat, Febiana justru terang-terangan ingin berperang. Dan yang membuat Edward semakin heran, sebagai seorang pimpinan dari perusahaan real estate yang bahkan tidak masuk ke dalam lima besar jajaran tertinggi, Febiana begitu angkuh dan membuat keadaan menjadi terbalik.

Edward pikir pertemuan itu akan membuahkan hasil yang bagus tanpa hambatan apa pun. Namun semenjak sampai di tempat itu saja, Febiana sudah memberikan respon menyebalkan. Membuat Edward berangsur menganggap jika Febiana akan sulit untuk ia taklukkan.

"Mr. Sinclair?" Febiana mulai bersikap tegak serta elegan, matanya yang jernih menatap netra biru milik pria itu. "Saya tidak memiliki banyak waktu."

"Baiklah, langsung saja. Saya ingin Anda menyerahkan lahan itu sekaligus memutus kerja sama dengan Mr. Hector," sahut Edward cepat dan tanpa basa-basi.

"Mm ... apa imbalan yang akan Anda berikan?"

"Investasi besar!"

Febiana terkikik. Pasalnya apa yang ia duga tadi malam benar-benar menjadi kenyataan. Cara yang Edward lakukan sungguh pasaran dan terbilang konyol baginya. "Apa Anda sanggup mengimbangi investasi yang Mr. Hector berikan pada kami?"

"Kenapa tertawa?" Satu alis Edward meninggi. "Tentu saja bisa!" lanjutnya.

"Mm ... tapi menurut saya yang Anda tawarkan bukan sebuah investasi, melainkan ganti rugi. Anda ingin menjebak saya? Jika seorang Mr. Sinclair saja menginginkan lahan dan kerja sama itu, kenapa saya tidak? Dengan adanya keinginan besar Anda, saya jadi penasaran untuk mengambil alih segalanya."

"Bagaimana jika saham dari Sinclair Gruop? Apa Anda masih tak tergiur?"

Febiana berdecak. "Saham? Saya tidak tertarik! Jika soal saham, saya pun bisa memberikan sedikitnya 2% ketika proyek kami bersama Mr. Hector berjalan dengan baik. Saham? Hahaha, saya tak butuh saham perusahaan Anda!"

Selepas berakhirnya ucapan Febiana, atmosfer tempat pertemuan itu terasa panas. Bahkan, suhu alat pendingin ruangan saja nyaris tak terasa. Kedua insan yang tengah bercengkerama serius itu, kini diliputi gumpalan aura merah yang membara layaknya lava di Gunung Merapi.

Bedanya, aura yang melingkupi diri Febiana adalah semangat, berbeda dengan Edward yang nyaris kalah atas kemarahannya sendiri. Namun mau bagaimanapun, adrenalin Febiana tetap terpacu ketika harus bertatap mata dengan pria blasteran Perancis itu tanpa ditemani oleh orang lain.

"Saya menolak penawaran yang Anda berikan, Mr. Sinclair. Jika ingin bersaing, maka tetaplah melawan, jangan mengemis. Sokongan dana yang hendak Anda berikan sebagai ganti rugi tidak akan mempengaruhi niat kami untuk bekerja sama dengan Mr. Hector," jelas Febiana.

Edward mendesah. "Kenapa Anda justru mempersulit keadaan ini, Nona? Uang yang kami berikan tentu bukan uang sedikit. Jika Anda mengambil kerja sama itu, belum tentu akan berhasil. Kenapa tidak percayakan pada kami saja yang memiliki jam terbang lebih tinggi?"

"Jam terbang? Itu tidak terlalu penting, sebab saya ingin berbisnis dan bersaing mati-matian, bahkan jika harus menyingkirkan Anda dari dunia ini. Sampai kapanpun, Big Golden tak akan pernah tunduk pada Sinclair Group. Saya tidak peduli akan resikonya, Anda pun hanya manusia. Saya tidak akan pernah takut!"

Sejenak Edward terdiam. Namun bukan penolakan Febiana yang membuatnya memilih bungkam, tetapi ... ada hal dari wanita itu yang membuatnya harus menelan saliva. Keras kepala, konsisten, berani, dan kuat, beberapa sifat itu dimiliki oleh Febiana dan ... Kimmy—mantan kekasihnya.

Belum lagi tentang bagaimana Febiana bersikap angkuh untuk menjaga harga dirinya, Kimmy pun selalu melakukan hal serupa. Jika Edward ingat-ingat lagi, segala tindak-tanduk Febiana memang benar-benar mirip dengan mantan kekasihnya itu. Ia baru menyadarinya ketika Febiana mengaku siap menanggung resiko persaingan tanpa sungkan ataupun getir.

"Kimmy ...." Tanpa Edward sadari, nama mantan kekasihnya itu keluar begitu saja dari bibirnya. Mata yang sempat menajam, kini berangsur sendu dan membuat Febiana mengernyitkan dahi.

"Ki-kimmy? Kenapa Kimmy?" tanya Febiana dengan heran. "Anda mendengarkan saya, 'kan?"

Edward menghela napas dan segera sadar akan keterpanaan. "Iya, tentu saja."

"Mm?"

"Ji-jika itu mau Anda, Sinclair Group akan menerimanya dengan lapang dada. Tapi, setelah ini kita lihat saja siapa yang akan berhasil dan tampaknya akan ada beberapa momen lagi yang mempertemukan kita berdua."

Tak lama kemudian, Edward beranjak. Sebelum meninggalkan Febiana, ia memberikan gebrakan di meja untuk memberikan sedikit ancaman pada wanita itu. Sayangnya, usahanya justru sia-sia, lantaran Febiana tidak terpengaruh sama sekali.

****

avataravatar
Next chapter