3 Keyakinan Febiana

Nuansa perak menghiasi nyaris setiap sudut ruang apartemen yang merupakan salah satu unit kelas atas milik Big Golden Real Estate itu. Ornamen-ornamen yang terbuat dari batu krystal pun turut menambah kesan mewah tempat tersebut. Belum lagi lampu-lampu yang menggantung di atas terlihat layaknya sebuah berlian yang berpendar menyilaukan. Lalu, di bagian ruang tamu yang bergaya elegan, tampak dua orang wanita tengah duduk bersama ditemani dua cangkir kopi hitam.

Febiana Aditya. Wanita yang saat ini tengah diburu oleh Edward Sinclair karena keberaniannya itu tengah bercengkerama bersama Feline—sekretaris pribadi sekaligus sahabatnya sendiri. Namun, tak seperti halnya dirinya yang tampak senang dan bahagia, Feline justru memasang wajah cemas.

"Kenapa kamu begitu terobsesi pada Mr. Sinclair, Febi? Ada apa denganmu? Kamu tahu konsekuensi yang akan kamu terima ketika terlibat permasalahan dengannya? Jangan coba-coba membangunkan macan tidur, Febiana!" ucap Feline pada sahabat sekaligus atasannya itu.

Mendengar peringatan bernada gertakan dari Feline, nyatanya tidak membuat Febiana berangsur ketakutan. Alih-alih gemetar, ia justru tertawa terpingkal-pingkal. "Aku tahu, aku tahu, Feline. Rumor itu bahkan sudah kamu katakan nyaris ribuan kali. Tak bisakah kamu berhenti dan lantas mempercayaiku?" ucapnya sesaat setelah meredam kegirangan.

"Aku sangat khawatir padamu, Febi. Dan ini memang tugasku sebagai sekretaris serta sahabatmu. Kamu tahu hampir semua pengusaha tunduk pada Mr. Sinclair, entah dari generasi terdahulu ataupun saat ini. Sementara kamu? Alih-alih takut, kamu justru mencuri kesempatan Mr. Sinclair. Febi, sadarlah, kamu bahkan baru satu tahun menggantikan posisi Tuan Edwin Aditya."

Febi meletakkan cangkir kopi yang sempat ia sesap isinya itu. Kemudian, ia berangsur menegakkan badan serta melipat kedua tangannya ke depan. "Benar katamu, semua pengusaha tunduk padanya serta perusahaannya. Oleh sebab itu, aku yang akan melawannya. Kamu tahu, Feline, aku sudah berjanji akan membawa Big Golden menjadi perusahaan besar dan tentunya nomor satu pada Ayah."

"Febi ...."

"Dan cara satu-satunya serta paling tepat adalah menyingkirkan kekuasaan Sinclair Real Estate, yang mana perusahaan itu masih menjadi real estate company paling besar. Aku tak akan pernah takut, aku pintar dan menarik. Bisnis ini bisa aku kuasai dan aku bisa menundukkan Mr. Sinclair, ah ... Mr. Edward Sinclair. Si pria blasteran yang tidak terlalu tampan itu."

Feline mengusap dadanya dengan pasrah. Sahabat sedari kecilnya itu memang luar biasa keras kepala, tetapi ia juga mengakui kecerdasan yang dimiliki oleh Febiana. Hanya saja, sampai kapanpun, selama Febiana masih menunjukkan genderang perang dengan Sinclair Real Estate, hatinya tidak akan pernah merasa tenang.

Sementara Febiana masih begitu yakin atas kemampuan dirinya. Meski kata orang masih kurang jam terbang, ia tetap akan melanjutkan apa yang sudah ia tetapkan. Selain karena bisnis, Febiana merasa tertarik dengan permainan yang akan melibatkan orang sebesar Edward Sinclair. Menurut informasi yang ia dapatkan, pria itu memiliki sifat dingin dan fobia akan wanita. Entah hanya sekadar opini atau memang fakta, sepertinya ia bisa memanfaatkannya untuk menyerang pria itu.

"Feline, selama aku masih duduk di tahta sebagai seorang CEO, maka tak ada yang bisa menentang keputusanku. Aku akan terus mencuri kesempatan yang didapatkan oleh Mr. Sinclair. Jadi, tolong berhenti campuri apa yang aku inginkan. Kamu hanya cukup menjadi sahabat sekaligus asisten kesayanganku saja," ucap Febiana kembali memperingati Feline agar tak lagi menyarankannya untuk mundur dari persaingan bisnis dengan Edward Sinclair.

Feli menghela napas. "Selamanya aku akan tetap khawatir."

"Aduh! Kamu tahu aku ini adalah Febiana Aditya! Kenapa kamu ikut-ikutan keras kepala sih?! Aku cantik dan pintar, kuasaku juga begitu besar. Dengan semua kelebihanku, aku bisa mengalahkan dia. Jangan khawatir lagi!" tandas Febiana kemudian mendengkus kesal.

"Febi, kamu jangan terlalu sombong. Setiap orang yang pintar dan penuh kuasa pun pasti memiliki kelemahan."

"Ya, kamu benar! Jadi, Mr. Sinclair juga pasti punya kelemahan, bukan?"

"Uh!" Feline menepuk dahinya sembari memejamkan matanya. "Ya sudahlah. Sifat keras kepalamu memang sudah mencapai angkasa!"

"Bagus! Menyerah saja untuk mendesakku. Aku berjanji, aku dan Big Golden akan baik-baik saja. Aku juga akan segera menundukkan Edward Sinclair serta perusahaannya." Febiana menyandarkan punggungnya di sofa empuk yang ia duduki. "Kita tunggu saja, mungkin sebentar lagi Mr. Sinclair akan mengajukan janji temu."

Feline kembali menatap Febiana. "Ba-bagaimana kamu bisa tahu?"

"Dia akan menawarkan diri sebagai investor terbesar, untuk mengambil alih kesepakatan kerja kita dengan Mr. Hector dan juga lahan yang kita ambil sebelum dia berhasil. Cara yang mudah dibaca, bukan? Dan kalau pihak kita tidak mau, dia akan memberikan serangan telak. Hal itulah yang membuat nyaris semua perusahaan tunduk padanya."

"Uh ... dan kamu justru melemparkan diri?"

"Ya, karena Mr. Hector sudah berada di pihakku. Beliau lebih berkuasa dari pada Edward Sinclair. Mr. Hector pemilik Real Estate terbesar di Jerman. Kini, kamu tahu, bukan, apa yang membuatku sangat percaya diri selain karena segala kelebihanku?"

Feline terdiam. Ia sudah tidak memiliki daya apa pun untuk berkilah. Semua kendali atas perusahaan adalah milik Febiana, sementara dirinya hanya sebatas asisten pribadi saja.

Sebuah rencana juga turut hadir di benak Febiana pasca menjelaskan beberapa hal pada Feline. Dengan menggunakan lahan yang turut ia menangkan, ia berencana untuk membangun perhotelan atau gedung lain yang bisa menguntungkan. Terlebih ketika Mr. Hector sudah berada di pihaknya, merealisasikan rencana itu tidaklah sulit baginya. Namun, kendati dua hal besar telah ia peroleh, keberadaan Edward Sinclair masih harus ia waspadai.

Bisnis memang terkadang sangat menyeramkan ketika berada di dalam lingkaran persaingan. Ia yang lebih cerdas dan cepat dalam pergerakan, bisa memiliki kesempatan besar untuk menjadi nomor satu. Namun, masih ada beberapa pengusaha yang tak segan menjatuhkan lawan bisnisnya dengan cara licik demi perusahaannya sendiri.

Pun pada Febiana atau Edward Sinclair saat ini. Dengan cara apa pun, mereka berencana untuk saling mengalahkan. Dan Febiana juga tahu jika akan resiko besar setelah semua tindakannya.

"Febi?" ucap Feline memecah keheningan yang sempat tercipta. Kemudian, ia menyodorkan layar ponselnya yang menampilkan sebuah panggilan masuk dari nomor yang tidak dikenal. "I-ini?"

Febiana tersenyum. "Mr. Edward Sinclair, kalau tidak ya, sekretaris pribadinya," tebaknya.

"Ba-bagaimana kamu bisa tahu?"

"Aku selalu tahu segala hal." Senyum Febiana semakin sinis dan kini salah satu alisnya pun turut terangkat. "Terima saja. Aku sudah tidak sabar untuk bertemu dengannya."

"Febi ...?"

Febiana menghela napas. "Lakukan perintahku, Nona!"

"Mm ... o-oke. Ck."

Dengan tangan bergetar dan hati yang dirundung kegelisahan, Feline terpaksa melaksanakan permintaan Febiana. Tepat ketika suara seorang pria terdengar, seketika itu juga jantungnya berdegup semakin kencang saja. Dan benar seperti dugaan Febiana, pria yang menghubungi nomornya adalah sekretaris pribadi dari CEO besar di Sinclair Real Estate Group.

"Nona, mohon maaf sebelumnya karena telah mengganggu malam-malam begini. Saya Ibnu dari Sinclair Real Estate, ingin mengajukan janji temu untuk Tuan, mm ... Mr. Sinclair dengan Nona Febiana Aditya," jelas Ibnu dari kejauhan sana tanpa basa-basi.

Sebelum Feline berhasil melontarkan satu kata saja sebagai jawaban, tiba-tiba Febiana menyambar ponsel dari tangannya. Kemudian, ia meletakkan ponsel tersebut di samping telinganya. Dan dengan sikap angkuh yang terkesan meremehkan itu, Febiana berkata, "Saya bersedia. Jadwalkan saja secepatnya."

"Ah? I-ini?"

"Febiana Aditya si cerdas dari Big Golden."

"Oh ... No-nona. Ja-jadi, Anda bersedia?"

"Mm, katakan pada atasanmu. Aku akan menemuinya tanpa rasa sungkan."

"Baiklah, te-terima kasih, Nona. Kami akan mengatur jadwalnya."

"Satu lagi."

"Satu lagi?"

"Ah ... tidak jadi!"

Tanpa kata pamit dan salam, Febiana langsung mematikan panggilan tersebut dan mengembalikan ponsel pada sang pemilik. Sesaat setelah memasang wajah judes, Febiana mengendurkan ketegangan yang sempat membuncah dari dalam dirinya. Kemudian, ia kembali melanjutkan perbincangan bersama Feline.

Topik pembicaraan yang Febiana ambil saat ini adalah mengenai sekretaris pribadi Edward Sinclair. Pasalnya, dari cara bicaranya saja tampak sekali jika Ibnu cukup lemah dan memicu rasa heran di hati Febiana. Herannya, orang seperti itu justru direkrut oleh pengusaha nomor satu.

"Aku tak habis pikir. Sepertinya dia hanya menjadi alat pelampiasan saja bagi Mr. Sinclair. Kamu tahu, Feline, suaranya saja membuktikan jika dia adalah orang yang mm ... sedikit bodoh," ucap Febiana.

Feline berdecak. "Jangan terlalu merendahkan martabat orang, Febi. Siapa tahu dia jauh lebih pintar dan tampan. Mungkin saja suara gugupnya terjadi karena mungkin saja dia adalah salah satu penggemarmu," tandasnya.

"Ah, aku tak butuh penggemar. Yang kubutuhkan adalah kemenangan. Dan aku akan mendapatkannya setelah melawan Mr. Sinclair."

"Ya, kudo'akan saja," jawab Feline sembari tersenyum kecut.

Kedua wanita itu terus asyik dalam pergunjingan, sampai tak peduli akan malam yang sudah kian meninggi. Tawa mereka sesekali terdengar, tanpa mereka ketahui apa yang akan terjadi di masa depan.

***

avataravatar
Next chapter