webnovel

MM • I

Plak! Plak!

Dua tamparan keras mengenai kedua pipi mulus gadis itu saat ibunya mengamuk. Ia lalu tersenyum kecil merasakan perihnya tamparan yang sudah tidak asing baginya.

Gadis itu bernama Agnes Alexandra, seorang gadis cantik yang sering mendapatkan tindakan kekerasan dari sang ibu, Chelsea Caroline. Sejak Agnes berusia 5thn ia sudah sangat terbiasa mendapatkan perlakuan seperti ini, jadi jangan khawatir. Pernah sekali ia di tusuk menggunakan pensil ditangan kanannya karena tidak tahu membaca. Tentu saja dia tidak tahu, waktu itu dia hanya seorang gadis kecil berusia 5thn yang baru saja memasuki Elementary school. Jadi wajar dia tidak tahu apa-apa. Ditambah sang ibu tidak pernah mengajarinya.

"jangan harap kau bisa tidur dikamar malam ini," ucap sang ibu lalu melenggang pergi.

Fyuhh~

Gadis itu membuang napas lega setelah ibunya masuk kedalam kamar. Tanpa menunggu lagi Agnes langsung berbalik dan melenggang pergi kesebuah sofa panjang bergaya Skandinavia.

Setelah sampai disana Agnes langsung duduk dan menyandarkan badannya kesandaran sofa. Gadis itu mendongak keatas, perlahan air matanya mulai mengalir dari kedua sudut mata indahnya. Ia tidak terisak, ia hanya menatap langit-langit ruang itu dengan tatapan kosong. Pikirannya mulai berkelana kemana-mana, mengingat setiap siksaan sang ibu yang membuat kedua matanya semakin berair.

Jika Tuhan memberinya pilihan dari keluarga mana dia ingin dilahirkan, dia tidak akan memilih keluarganya saat ini. Dia tidak ingin menjadi seorang anak Broken Home, dan dia juga malu memiliki seorang ayah yang senang berselingkuh. Dominic Edzard, itulah namanya, seorang ayah yang pantas mendapatkan gelar raja drama. Bagaimana tidak? Dia sangat pintar berakting hingga perselingkuhannya tidak diketahui oleh Agnes maupun sang istri—Chelsea—Sampai Agnes berusia 4thn kebohongan ayahnya terbongkar dan terjadilah perceraian. Padahal waktu itu tinggal beberapa bulan lagi ulangtahun nya. Dan yang paling membuat Agnes sedih adalah sikap dan sifat ibunya berubah, yang tadinya baik dan lembut menjadi kasar dan sering bermain tangan. Terkadang jika ibunya memiliki masalah, Agnes sering menjadi tempat pelampiasan amukan sang ibu. Ia lelah, sangat lelah menjadi tempat pelampiasan ibunya. Ditampar, dicaci maki, dan masih banyak lagi perlakuan kasar yang diterimanya tanpa perlawanan.

Agnes memejamkan matanya sambil menghela nafas panjang, tak lama kemudian ia membuka kedua matanya kembali dan langsung membuang wajahnya kearah jendela. Seketika Agnes tersenyum senang, disana ada temannya. Bintang.

Tanpa menunggu lagi, Agnes segera menghapus air matanya lalu bangkit dari sofa dan bergegas keluar untuk menemui temannya. Tapi sebelum itu, Agnes terlebih dahulu mengecek keadaan ibunya untuk memastikan apakah sang ibu sudah tertidur ataukah belum.

Gadis itu menempelkan telinganya kedaun pintu untuk mendengar suara ibunya, seketika ia langsung tersenyum kecil mendengar suara orang mendengkur. Itu tandanya sang ibu sudah tertidur, sangat pulas.

* * *

Angin malam langsung menyambutnya setelah gadis itu membuka sedikit lebar pintu rumah, sebelum melangkah tidak lupa Agnes menutup pintu terlebih dahulu.

Kaki telanjangnya mulai melangkah menuju sebuah pohon besar yang terdapat sebuah ayunan yang menggantung disalah satu dahannya.

Agnes menduduki ayunan yang sudah lama menjadi tempatnya untuk bercurhat dengan bintang. Bintang itu bukan manusia, lalu siapakah Bintang? Bintang adalah ciptaan Tuhan yang menjadi pendengar semua keluh kesah Agnes setelah Grace Kyle. Sahabat kecilnya.

"Hai Bintang?" sapa Agnes sambil tersenyum menatap hitamnya langit yang diataburi banyaknya bintang yang berkilauan. Agnes menyukai pemandangan ini.

"Sudah lama yah, kita tidak bertemu. Kau selalu menghilang!" tambahnya sedikit kesal.

Namun tiba-tiba gadis itu merubah raut wajahnya menjadi murung. "Bintang? Aku bingung, disatu sisi aku sangat menyayangi ibuku. Tapi disisi lain aku membenci ibuku,"

"Aku ingin kabur dari rumah, tapi aku tidak tahu harus tinggal dimana nantinya," tambahnya dengan nada lemah.

"Lalu—"

Bruk!

Ucapan Agnes terhenti saat ia mendengar suara seperti sesuatu yang jatuh.

"Sshhh, sialan!"

Samar-samar Agnes mendengar suara seseorang yang meringis sambil mengumpat.

Agnes yang merasa familier dengan suara itu lantas dengan cepat mecari tahu asalnya. Dengan rasa penasaran yang sudah membuncah, tanpa menunggu lagi Agnes langsung turun dari ayunannya dan langsung memanjat pohon besar itu dengan hati-hati.

Setelah sampai di atas salah satu dahan yang cukup tinggi, betapa kagetnya ia saat melihat seorang gadis yang tengah duduk ditengah jalan sambil sesekali meringis itu adalah sahabatnya, Grace.

"Pssst, Grace!" Agnes memanggil sahabatnya itu dengan suara sedikit pelan.

Merasa namanya dipanggil, gadis bernama Grace itu langsung celangak-celinguk mencari keberadaan orang yang memanggilnya.

"Diatas," ucap Agnes memberitahu saat melihat Grace yang sedang kebingungan mencari keberadaannya.

Sontak Grace langsung mendongak keatas. "Tidak ada," gumamnya pelan.

Melihat itu Agnes seketika langsung menepuk dahinya karena melihat kebodohan sahabat kecilnya itu.

"Diatas pohon!" ucap Agnes dengan geram. Ingin sekali dia berteriak, tapi ditahannya mengingat waktu sudah sangat larut, hening dan sangat sepi. Takutnya sang ibu terbangun mendenggar teriakannya.

Grace kembali mencari si pemilik suara, gadis berkulit sedikit kecoklatan dan berambut panjang itu mengarahkan pandangannya menelusuri pohon besar dan Gotcha, dia melihat orangnya.

"Agnes? Sedang apa kau diatas sana?" tanya Grace menatap bingung Agnes dengan posisi masih terduduk di aspal, melihat sang sahabat berdiri diatas salah satu dahan pohon yang cukup besar dengan kedua tangannya berpegang erat didahan lainnya membuat Grace keheranan.

"Aku tadi sedang duduk di ayunan, tiba-tiba aku mendengar suara seperti benda jatuh. Dan ternyata itu kau," jawab Agnes. Grace hanya menanggapinya dengan anggukan kepala.

"Lalu apa yang kamu lakukan tengah malam seperti ini?" lanjut Agnes bertanya. Dia sedikit heran, tidak biasanya sahabat kecilnya itu keluar di tengah malam seperti ini.

Terlihat Grace membuang napas kasar. "Aku dipukul, jadi aku kabur dari rumah." ucapnya lalu tersenyum paksa.

Mendengar kata kabur, Agnes langsung menggigit pelan bibirnya.

"Hm, lalu kau akan tinggal dimana nantinya?" tanyanya setelah terdiam beberapa saat.

"Aku akan tinggal di rumah Tante," jawab Grace sambil memiringkan kepalanya melihat Agnes yang tiba-tiba terdiam lagi setelah mendengar jawabannya.

Gadis itu terdiam sesaat mendengar jawaban dari sahabatnya, Grace.

Senang rasanya menjadi Grace. Punya keluarga dari pihak ayah yang sangat menyayanginya. Sebenarnya Agnes juga begitu, tapi dia tidak begitu suka dan akrab dengan mereka, karena mereka masih mempunyai hubungan dengan pria itu—ayahnya—Walaupun kata mereka sudah tidak perduli dengan dia, tapi Agnes masih memiliki rasa ketidak sukaannya kepada mereka. Bukan berarti ia benci, hanya saja, dia belum bisa menerima kenyataan. Yeah itulah Agnes, seseorang yang paling tidak bisa menerima sebuah kenyataan yang, menyakitkan!

"Grace?"

"Ya?"

"Aku juga ingin kabur dari rumah," ucap Agnes membuat Grace sedikit terkejut.

"Kau tidak sedang bercandakan?" tanya Grace memastikan membuat Agnes tersenyum sambil menggeleng.

Lalu tiba-tiba Agnes menundukkan kepalanya. "Tapi aku tidak tahu harus tinggal dimana."

Salah satu alasan kenapa Agnes masih bertahan tinggal bersama ibunya adalah dia tidak memiliki uang ataupun tempat tinggal nanti jika dia pergi atau kabur dari ibunya.

Grace memandang sedih sang sahabat, ia bukan orang baru dihidup Agnes, ia sudah mengetahui tentang permasalahan keluarga gadis itu karena sering sekali bertukar cerita.

"Jangan khawatir, kau bisa tinggal bersamaku di rumah Tante Chloe," balas Grace sambil menampilkan senyum termanisnya.

Agnes terdiam dan mulai berpikir tentang perkataan Grace.

"Apa tidak menyusahkan Tante Chloe?" tanya Agnes hati-hati. Dia sedikit khawatir bagaimana tanggapan Tante Chloe nanti jika Grace membawanya ketempat Tantenya itu.

Apalagi, Agnes tidak begitu akrab dengannya.

Grace tertawa kecil. "Tentu saja tidak," balasnya.

"Baiklah. Kau tunggu aku ditempat biasa," ucap Agnes dan dibalas anggukan kecil dari Grace. Yah, Agnes sudah memutuskan bahwa dia akan ikut dengan Grace.

Setelah Grace melenggang pergi, Agnes langsung turun dari atas pohon dan masuk kedalam rumahnya untuk mengambil beberapa pakaian serta barang yang menurutnya penting untuk dibawa dan muat di tas punggungnya.

Bersambung...

hi guys, I'm fincelchubby and you can call me Fin. this is my first story on webnovel and i hope you like it. and I am very sorry if my story is so bad. Em, writing stories is the first time for me. and, if you don't like it, that's okay. I understand.

don't forget to give me supportive criticism and suggestions :)

Thank you for your attention:)

SEE YOU NEXT PART, PAPAY....

Fincelchubby2creators' thoughts
Next chapter