9 Apakah memang harus begini?

"Mr. Devil - Season II"

Author by Natalie Ernison

~~~

Drrttt… Kak Remost memanggil…

Jaes: “Hallo kak?”

Remost: ”Sepertinya ada yang sedang berbahagia hari ini..”

Jaes: “apa maksud kakak?”

Remost: “Bukankah besok hari pertamamu bekerja? maka, nanti aku akan mengantarkan pakaian yang pas untuk kau kenakan.”

Jaes: “Tidak perlu, aku sudah memilikinya..”

Jaes mendengus pelan, ia tak terlalu suka dengan sikap ikut campur Remost.

“Sudah jelas-jelas akan segera menikah, mengapa sok peduli! tidakkah aku akan dianggap seperti pelakor!!” batin Jaes.

Segera setelahnya Jaes kembali pulan ke rumah susun kediamannya, dan mencuci pakaian yang telah ia beli tadi.

Ia mulai menyibukkan diri dengan segala persiapan lainnya, dan bahkan sayuran mau pun lauk pauk sudah tersedia rapi di dalam kulkas miliknya. Karena ia berencana akan membawa masakan rumah setiap pergi ke tempat ia bekerja, karena akan meminimalis pengeluarannya.

Ahhh… “coba saja masih ada ayah dan ibu, mungkin aku tidak akan sesulit ini..” gumam Jaes sambil merapikan barang-barangnya.

Tak bisa pungkiri, rasa rindu pada kedua orang tuanya begitu memilukan hatinya.

Namun kini, Jaes harus berlapang dada untuk merelakan hal itu, dan memulai har-harinya dengan penuh semangat.

Hari-hari ia lalui dengan sebaik mungkin, semangat bekerja dan juga orang-orang di lingkungan barunya.

Ia dikenal dengan pribadi yang menyenangkan dan juga tegas, sehingga banyak rekan-rekannya yang mengandalkan dirinya.

“kemana saja pria sadis itu, sudah beberapa minggu ini tak datang…” batin Jaes saat ia sedang mulai menulis naskahnya.

Entah, malam ini sepertinya ia mulai mencari-cari sosok misterius Cullen. Karena tak biasanya Cullen menghilang.

“Bukankah baik jika dia tak datang, apa yang aku pikirkan.. bodoh sekali..” batin Jaes dan mjulai melanjutkan naskahnya.

>>

“Jasmeen, tolong edar brosur ini. Sehingga orang-orang akan tahu tentang keunggulan produk perusahaan kita..—“ tukas sang atasannya, dan beberapa hari ini mereka sedang mengadakan event kantor.

Jaes pun bertugas sebagai bagian promosi produk-produk yang juga kerjasama dengan perusahaannya.

“Silakan tuan, nyonya…--“ Jaes terlihat sangat sibuk dengan tugasnya, hingga melupakan segala hal pribadinya.

>>

Riuh suara orang-orang dan juga ada keramaian di sekitar lokasi event yang sedang di adakan oleh kantor Jaes.

“Jasmeen, jika ingin berkeliling, silakan saja..” tukas sang atasan.

Baik pak, terimakasih.. Jaes pun mulai berkeliling untuk kuliner makanan yang tersedia di lokasi event.

“Siapa itu? bukankah itu…--“ langkah Jaes terhenti saat melihat dua pasangan sedang asyik berbincang dengan orang-orang perusahaan xx.

Yah Jaes cukup mengenal pegawai perusahaan xx yang merupakan klien perusahaan tempat ia bekerja.

Wajah Jaes berubah menjadi tak bersahabat, saat ia melihat pria dan wanita sedang terlihat asyiknya berbincang.

Namun bukan di situ letak kekesalannya, namun ia cukup kesal melihat pria tersebut yang ialah Cullen. Yah, Cullen yang selalu mengerjainya dan melarangnya bersama pria lain walau hanya sekedar berteman. Namun saat ini, justru Cullen lah yang lebih mengesalkan, Cullen sedang merangkul pinggang seorang wanita.

“Yah, pria ini benar-benar bajingan! apa yang harus aku lakukan!!” batin Jaes.

Namun ia merasa hal itu bukanlah ranahnya untuk ikut campur, toh Cullen bukanlah pria yang berperasaan, pikirnya.

Ia membalikkan dirinya dan melangkah dengan menghela napas berat. Entah mengapa, ada rasa sesak di dadanya saat melihat Cullen bersama wanita lain, dan terlihat begitu serasi.

“Jasmeen!!” tiba-tiba seseorang memanggil dirinya.

Iya bos… ujar Jaes dengan wajah sendunya.

“Kita akan ada pertemuan dengan perusahaan xx, ayo sekarang..” tukas sang atasan.

Tanpa banyak bertanya lagi, Jaes pun menuruti perkataan sang atasannya. Ternyata yang dimaksud ialah tempat Cullen bersama para rekannya sedang berbincang.

“Selamat malam pak direktur Cullen Kyleer..” ujar sang atasan sambil mempersilakan Jaes turut serta berkanalan.

“Ohh iya, silakan duduk..” ujar Cullen dengan senyuman miringnya, saat melihat Jaes yang sedari tadi memasang wajah cuek.

Pak direktur Cullen Kyleer, ada sangat luar biasa, selain seorang dokter, namun anda masih menyempatkan diri untuk menghadiri pertemuan ini..

“tentu saja, apalagi perusahaan percetakan kalian sedang mengadakan event, jadi sekalian saja aku ingin berkeliling..” tukas Cullen sambil meneguk minumannya dan tak lupa sorot matanya terfokus pada wajah Jaes.

Jaes terlihat diam saja sedari tadi, enggan untuk bicara.

“Maaf tuan Dham, apakah ini istri anda?” ujar Cullen sambil memandang ke arah Jaes.

Ohh tentu tidak tuan, ini adalah editor majalah perusahaan kami. Nona Jasmeen silakan perkenalkan diri.. ujar tuan Dham, sang atasan dari Jaes.

Jaes pun bangkit berdiri untuk memberi salam dan memperkenalkan dirinya secara profesional.

Selamat malam tuan-tuan dan nyonya, saya Jasmeen Aimee, editor perusahaan xx.. ujar Jaes dengan membungkukkan diri sebagai tanda hormat, lalu kembali duduk.

“Kita akan makan malam bersama, silakan semuanya..” tukas Cullen sambil beranjak menuju ruang makan bersama, dan tak lupa wanita yang bersamanya terlihat menggelayut manja padanya.

---

Selama makan malam bersama, wanita yang bersama Cullen terus saja terlihat manja padanya. Beberapa kali sang wanita memberikan Cullen tambahan daging pada piringnya, dan hal itu dihadapan Jaes.

Jaes hanya terdiam tanpa kata, ia pelan-pelan mengunyah makanannya, dan juga ada rasa tak nyaman di dadanya.

Cullen pun terlihat senang saat sang wanitanya selalu bersikap manja padanya. Sorot mata Cullen tak lepas dari Jaes. Sambil mengunyah makanan, ia terus saja menatap Jaes, karena posisi duduk berhadapan, dan bentuk meja makan yang bundar hanya memuat sekitar delapan orang. Tentu saja mereka sangat dekat.

“Benar-benar pria binatang keji..” Jaes mulai mengumpat, saat dirasanya ada sesuatu yang menyingkap dressnya. Itu adalah ulah Cullen, Cullen menggosok-gosokan kakinya pada betis Jaes.

Seringai senyuman nakal Cullen pada Jaes, saat Jaes mulai terlihat tak nyaman dengan hal itu.

Maaf, tuan nyonya! saya harus segera pamit undur diri, karena ada hal penting.. ujar Jaes sambil meletakkan sendok garpunya.

“Ohh baiklah nona Jasmeen, terimakasih atas kesediannya..” tukas Cullen sambil melap mulutnya dengan tissue.

Yah.. permisi… Jaes pun beranjak pergi.

Sebenarnya ia sedang berbohong, ia hanya tak tahan dengan situasi canggung tadi. Terlebih lagi Cullen sedang bersama wanita, bahkan terlihat sangat dekat nan mesra. Sedangkan, Jasmeen merupakan wanita yang selalu saja ia kerjai.

Jasmeen sangat kesal akan hal itu, namun ia pun tak tahu harus berbuat apa selain menerima keadaan itu.

Sebulan kemudian…

Semua berjalan dengan normal, dan Cullen pun sudah tak lagi mengganggunya.

Seperti biasanya, Jaes terlihat sibuk dengan layar laptopnya saat menjelang malam. Setelah seharian lelah bekerja, malam pun ia harus melanjutkan naskah novelnya.

Tok tok tok… suara ketukan pintu memcahkan fokusnya.

Jaes pun beranjak dari kursi kerjanya menuju pintu.

Kak Remost, apa yang kakak lakukan malam-malam begini? apa yang akan tetangga katakan nantinya? tukas Jaes saat baru saja ia membuka pintu.

“Mengapa begitu banyak pertanyaanmu, aku baru saja tiba, dan aku lelah..” tukas Remost dengan wajah sendunya.

Itu bukanlah urusanku! kakak pergilah! kakak adalah pria yang akan segera menikah! tukas Jaes dengan wajah kesal.

“Tidakkah kau tetap menjadi wanita satu-satunya yang mengerti aku! keluargaku boleh tidak mempedulikan perasaanku, tapi kamu jangan Jasmeen! hanya kau wanita yang sangat mengerti keadaanku..” tukas Remost sambil mendorong pintu kamar Jaes.

Pergilah kak! aku tidak ingin mendengar apa pun lagi… Jaes terlihat sedih, ia sangat peduli dengan keadaan Remost, namun sudak cukup baginya segala penghinaan dari keluarga besar Remost Tyga.

“Jasmeen! tolong… kali ini aku sangat memohon…” lirih Remost dengan wajah memelas dan sangat memohon.

Baiklah, tapi tidak didalam. Di luar saja..

“Oke, di café samping ini…” tukas Remost dengan tersenyum sendu, ia senang karena Jasmeen memberinya kesempatan untuk mengeluarkan segala keluh kesahnya.

Jaes pun menutup pintu kamarnya, lalu berjalan bersama Remost menuju sebuah café yang lokasinya di samping gedung kediamannya.

>>

“Café xx”

Keduanya duduk berhadapan dan sambil memesan beberapa camilan juga minuman.

“Jasmeen, aku..—“

***

avataravatar
Next chapter