1 Bab 1 : Awal

Tampak seorang gadis cantik yang tubuhnya masih berbalut jas almamater universitasnya berdiri di depan gerbang fakultas kedokteran. Sepertinya gadis itu tengah menunggu seseorang.

"Loh, Sar kamu masih di sini?" Suara seseorang menginterupsi gadis itu.

Sarah Meysita adalah nama gadis cantik itu.

"Iya, hehehe …," jawab Sarah sembari cengengesan.

"Tumben belum pulang? Biasanya juga pulang paling cepet," ujar Zayn—senior Sarah di kampus.

"Lagi nungguin kak Alan jemput," jawab Sarah.

"Oh." Bibir Zayn membulat—membentuk sebuah huruf vocal 'O'.

"Yakin Alan mau jemput kamu?" tanya Zayn sedikit tidak yakin.

Zayn ini adalah sahabat Alan, ia sudah hafal karakter Alan seperti apa.

Sarah tampak menganggukkan kepalanya, tanda jika ia yakin Alan akan menjemputnya.

"Oh, kalau gitu Kakak duluan ya, kalau sampai tiga puluh menit Alan enggak ada, jangan terus nungguin, kamu langsung pulang aja," pesan Zayn.

"Iya Kak, makasih."

"Inget ya, Sar, kalau sampai tiga puluh menit Alan enggak muncul juga kamu langsung pulang aja."

"Iya, Kak."

Zayn pun melajukan motornya meninggalkan area fakultas kedokteran, meninggalkan Sarah sendirian di sana, berdiri menunggu Alan datang menjemputnya.

Setelah Zayn pergi, Sarah kembali menghela napasnya panjang. Sebenarnya ia sudah menunggu Alan dari tiga puluh menit yang lalu.

Sarah melirik kembali arlojinya yang melingkar indah di tangannya yang putih bersih itu.

Jam sudah menunjukkan pukul setengah enam sore, sebentar lagi adzan maghrib akan berkumandang, tetapi Alan belum kunjung juga datang.

"Kak Alan ke mana sih," gumam Sarah kesal.

Sarah pun kembali mengirimi pesan kepada pacarnya itu.

Me

Kakak lagi di mana?

17.25

Setelah mengirimi pesan kepada Alan, Sarah pun berjalan ke arah sebuah bangku taman yang terletak tidak jauh dari gerbang fakultas kedokteran.

Lima menit. Lima menit sudah ia duduk di sana, namun Alan belum juga datang. Pesannya juga tidak dibalas, jangankan dibalas dibaca saja tidak. Sebenarnya Alan ke mana? Jika tidak bisa menjemputnya, kenapa tadi Alan menyuruhnya menunggu di depan gerbang fakultas kedokteran?

Jas almamater semakin Sarah rapatkan karena udara semakin dingin.

Langitnya biru kini sudah berubah menjadi keorenan, menandakan sebentar lagi waktu mendekati adzan maghrib. Itu terbukti saat telinga Sarah menangkap suara seseorang bershalawat di masjid agung yang letaknya di alun-alun kota dan tak jauh dari tempatnya menuntut ilmu.

Pandangan matanya tak lepas dari arah jalanan yang dilalui kendaraan roda dua dan empat. Namun seseorang yang ia tunggu-tunggu belum juga datang. Mau sampai berapa lama lagi ia menunggu?

Ting!

Sarah pun buru-buru membuka ponselnya—melihat siapa yang barusan mengiriminya pesan. Sarah harap itu adalah Alan—pacarnya.

Kak Alan

Maaf Sar, Kakak enggak bisa jemput kamu. Kamu pulang sendiri ya.

17.30

Sarah pun segera membalas pesan dari Alan. Jika tidak, maka Alan akan memarahinya.

"Kamu tahu, Kakak enggak suka ya ada seseorang yang telat balas atau enggak balas sama sekali pesan Kakak padahal dia udah baca pesan Kakak!"

Kata-kata itu yang sudah sangat Sarah hafal betul. Ia tidak mau membuat pacarnya itu kesal atau marah, karena ia sangat mencintai Alan.

Kak Alan

Kamu persan ojol aja, nanti Kakak gantiin ongkosnya besok

17.31

Me

Iya Kak

17.33

Kecewa. Satu kata yang tergambar dari dalam diri Sarah saat ini. Ini bukan pertama kalinya Alan membatalkan janjinya, namun tetap saja rasanya kecewa.

Sarah memasukkan kembali ponselnya ke dalam tasnya, Sarah pun segera beranjak menuju halte yang letaknya cukup jauh dari gerbang fakultas kedokteran. Halte bis terletak di depan gerbang utama universitas tempat ia menuntut ilmu sebagai calon dokter selama hampir kurang lebih tiga tahun.

Namun baru saja Sarah melangkahkan kakinya, tiba-tiba ada seseorang yang membunyikan klakson.

Tin tin tin

Sarah menoleh. Keningnya berkerut melihat siapa yang barusan membunyikan klakson motornya.

"Loh Kak, kenapa balik lagi? Ada yang ketinggalan?" tanya Sarah keheranan.

Zayn tidak menghiraukan pertanyaan yang terlontar dari bibir tipis Sarah. Zayn malah berkata, "naik, enggak usah nunggu Alan, dia enggak bakalan jemput kamu."

Sarah menaikkan sebelah alisnya, dari mana Zayn tahu Alan tidak bisa menjemputnya?

"Yeh, malah ngelamun, cepet naik sebentar lagi adzan," titah Zayn.

Sarah terlihat ragu menerima tumpangan yang Zayn berikan kepadanya. Walaupun Alan bersahabat dengan Zayn, sejak dulu Alan mewanti-wanti kepadanya untuk tidak terlalu dekat dengan Zayn.

"Tapi—"

"Enggak usah mikirin si Alan yang bakalan marah sama kamu, nanti biar Kakak jelasin sama dia. Suruh siapa buat janji palsu sampai pacarnya nungguin berjam-jam!" omel Zayn yang entah kenapa di mata Sarah terlihat sedang kesal.

Bukannya ia ya, yang harusnya kesal dengan sikap Alan?

"Cepetan Sar, keburu adzan nih." Suara Zayn kembali menginterupsi.

Sarah pun memilih menerima tawaran Zayn yang tentunya gratis dibandingkan ia harus naik angkutan umum, walaupun nanti ongkosnya akan Alan ganti.

Sarah pun naik ke motor sport milik Zayn. Ia menempati jok belakang yang biasanya diisi oleh Tirani—sahabatnya.

Setalah memastikan Sarah duduk dengan benar dan nyaman, Zayn pun menyalakan mesin motornya, membelah jalanan kota yang sangat padat oleh kendaraan bermotor.

Sesekali Zayn menoleh ke kaca spion—melihat wajah Sarah yang tampak sedih. Dan sudah dipastikan yang membuatnya sedih adalah Alan—sahabatnya.

Zayn tidak habis pikir kenapa Sarah masih bertahan dengan sahabatnya yang brengsek itu. Yups, brengsek adalah kata yang pantas disematkan kepada sahabatnya itu.

Tadi Zayn tidak sengaja melihat Alan di sebuah kafe sedang bermesraan dengan pacarnya yang entah ke berapa. Sebenarnya itu bukan pertama kalinya ia memergoki Alan bersama perempuan lain. Alan itu terkenal dengan label cap playboynya.

Entah Sarah tahu atau tidak dengan kelakuan pacar brengseknya itu, yang pasti Zayn kasihan melihat Sarah yang selalu disakiti oleh Alan.

Zayn ingin memberitahu atau menunjukkan kelakuan bejat Alan kepada Sarah, namun Zayn tidak sanggup mengatakannya. Zayn terlalu sayang dengan Sarah hingga tak sanggup melihatnya sedih.

Yups, selama ini Zayn menyimpan rasa kepada Sarah tanpa diketahui oleh siapa pun, termasuk para sahabatnya.

Zayn mengenal Sarah saat ia ikut mengospek mahasiswa baru di kampusnya. Zayn langsung tertarik dengan Sarah dan berencana akan menyatakan perasaannya kepada Sarah—sang pujaan hati.

Namun ia telat, Alan sudah lebih dulu menyatakan perasaannya kepada Sarah. Dan yang lebih sakitnya lagi, Sarah menerima Alan menjadi pacarnya.

"Kak, kok jalan sini sih?" Suara Sarah menginterupsi Zayn yang sedang meratapi nasibnya yang malang.

"Oh, biar cepet dan enggak ketemu polisi. Kamu 'kan enggak pakai helm, jadi kita ngambil jalan tikus aja," jawab Zayn.

"Oh." Bibir Sarah membulat—membentuk sebuah huruf vocal 'O'.

"Karena aku enggak ingin kamu sedih kalau kita lewat jalan itu, dan ngelewatin kafe yang di dalamnya ada pacar kamu yang tengah bermesraan dengan perempuan lain," lanjut Zayn dalam hati.

Zayn harap Sarah dan Alan secepatnya putus, dan Sarah tidak merasa sakit hati saat diputuskan oleh Alan.

avataravatar
Next chapter