8 Perbucinan dan Serangan (?)

Aku tak tahu, apa yang sebenarnya terjadi padaku saat ini. Debaran jantungku terasa tidak biasa. Entah kenapa, ada gugup yang luar biasa menguar disekelilingku. Hanya dengan sesekali mencuri tatap ke arah Dean yang duduk di depanku, tampak tertawa riang berkat ungkapan-ungkapan konyol ibu. Bahkan juga sesekali, tatapan mata kami bertemu. Yang sejurus kemudian disapa senyum lembut dari Dean. Rasanya, ada berjuta kupu-kupu beterbangan di perutku.

Astaga, sebenarnya aku ini kenapa?

---

Sudah seminggu semenjak kejadian patah hati di mall sore itu. Sejak itu, aku semakin banyak menghabiskan waktu senggangku dengan kegiatan perbucinan pada idol grup kesayanganku, BTS. Tentu saja, sebagai pengobat lara dan pengalihan untuk segera move on. Tentu tak mudah untukku untuk melupakan seseorang yang sudah mengisi hatiku selama 2 tahun begitu saja, tapi kegiatan perbucinan ini kuharap agar aku tidak terlarut dalam kesedihan. Apalagi, Kak Bima tampak bahagia, kan? Jadi, baiknya aku juga harus merelakan perasaanku dan segera menemukan bahagiaku sendiri. Seperti saat nge-bucin ini contohnya. Para oppa Korea selalu berhasil men-distraksi pikiran dan hatiku dengan cara yang manis. Tidak lagi berlatar di taman belakang kampus, tapi aku lebih memilih nge-bucin di kafe dekat kampus atau di kamar saja. Karena, taman belakang kampus terdapat kenangan yang cukup kuat tentang Kak Bima. Ah, sebaiknya tidak lagi menyebut namanya.

"Trii~ing"

Pintu kafe terbuka dan sedetik kemudian terdengar suara langkah kaki customer lain memasuki kafe yang saat ini kukunjungi. Siang ini, Kafe Kalamanda cukup ramai seperti biasanya. Sudah masuk waktunya makan siang, tentu saja. Terletak tidak lebih 500 meter dari kampus, sehingga menjadikannya kafe terdekat dari kampus tempatku menimba ilmu. Meskipun memiliki ukuran yang tidak terlalu luas, kafe bertingkat dua ini menawarkan suasana yang sangat cozy dan memiliki spot-spot foto yang menarik. Hal itu tentu menjadi daya tarik tersendiri untuk kafe ini. Membuat banyak orang betah untuk berlama-lama disini, dengan syarat harus memesan minuman atau snack per 2 jam sekali. Teknik marketing yang cukup jitu, karena mereka juga menawarkan fasilitas free Wi-Fi yang sangat mumpuni. Harga yang ditawarkan pun sangat ramah dikantong mahasiswa, jadi tak salah jika kafe ini menjadi salah satu tempat favorit dan andalan untuk anak kuliahan sepertiku.

Dan disinilah aku, duduk seorang diri di salah satu tempat duduk kafe. Mengambil posisi di ujung sebelah kanan yang terhalang sekat kayu minimalis. Tempat favoritku, karena berkat sekat kayu disampingku ini kegiatan perbucinan-ku menjadi tak terlalu ketara. Mungkin hanya akan dipahami bagi para penggemar idol K-pop. Karena percayalah, saat sedang nge-bucin akan sulit sekali menahan segala ekspresi takjub saat melihat para idol kesayangan sedang perform di balik layar ponsel atau laptop. Seperti halnya aku saat ini, dengan earphone hitam yang menggantung di kedua telingaku, sedang asik bernostalgia menyaksikan BTS kesayanganku di balik layar laptop. Kuputar video saat mereka perform di Jepang dan tengah membawakan lagu "Let Go", yaitu salah satu tracklist lagu di album Japanese Version mereka yang bertajuk "Face Yourself" yang rilis tahun 2018 lalu. Lagu ini rasanya sangat pas menggambarkan suasana hatiku saat ini. Lagu yang mengisyaratkan tentang melepaskan orang yang berarti di dalam hidupmu.

đŸŽ¶

Ima kimi no te wo hanaseru you ni

(Sekarang, agar aku bisa melepaskan tanganmu)

I gotta let you know that i need to let you go

(Aku harus memberitahumu kalau aku harus membiarkanmu pergi)

Hard to say goodbye

(Sulit untuk mengucapkan selamat tinggal)

Demo nigenai

(Tapi, aku tidak akan lari lagi)

I'm ready to let go

I'm ready to let go

I'm ready to let go

đŸŽ¶

"Hai, kakak manis, boleh gabung disini?", suara yang teramat familier tiba-tiba menyapa rungu-ku. Ya, berkat earphone-ku yang sedari tadi hanya menyala sebelah, jadi aku masih bisa mendengar suara dari luar dengan sebelah telingaku yang lain.

'DEG'

"Oh, D-Dean? Kamu kok bisa kesini?", aku tergagap saat melihatnya mendudukkan diri di kursi yang ada dihadapanku dan mem-pause video di laptop-ku.

"BTS deh pasti, lagu apa tuh?", Dean tak menjawab pertanyaanku, dia justru mencondongkan wajahnya ke arah laptop-ku, karena merasa penasaran dengan apa yang sedang ditampilkan dibalik layarnya.

"Yang kamu rekomen kapan hari keren lagunya Ra, aku masukin di playlist spotify-ku, lho.", tambahnya riang, sambil terus mencuri pandang ke arah laptop-ku. "Mic Drop, ya, kalau gak salah? Yang feat. Steve Aoki itu."

Aku menutup layar laptop dengan cepat, sebelum Dean berhasil melihat jelas video yang sedang kuputar tadi.

"Kamu belum jawab, tau darimana aku ada disini?", kulontarkan kembali pertanyaanku tadi.

"Ya ngikutin kamu lah, dari parkiran kampus tadi aku panggilin gak ada noleh sama sekali, sih.", balas Dean santai, seraya mengembalikan tubuhnya yang semula condong ke depan kembali ke posisinya semula. Ia pun menumpukan kedua tangannya di atas meja dan raut wajahnya tampak sedikit kecewa.

"Ah, maaf, kayaknya aku gak dengar tadi.", jawabku merasa tak enak, sambil mengalihkan pandanganku darinya.

"Hm, kamu gak lagi jauhin aku, kan? Kalau iya, aku ada bikin salah? Please jangan diem aja.", lanjutnya menatap lurus pada kedua onyx-ku, seolah tengah mencari kejujuran di dalamnya.

Lagi-lagi, aku dibuatnya terpaku. Tak terasa hening pun menyelimuti atmosfer disekitar kami untuk beberapa saat. Gara-gara aku yang mematung tak kunjung berucap sepatah kata pun, ditambah Dean yang masih setia menanti jawaban meluncur dari bibirku. Hingga lambaian tangan Dean di depan wajahku membawaku kembali ke alam sadar. Ia pun terkekeh geli kemudian.

"Ini dejavu, gak sih?", ujarnya seraya menyandarkan diri di sandaran kursi. Masih dengan kekehannya.

"Hah?", balasan refleks yang payah dariku. Aku masih berusaha mencerna maksud kata-kata Dean barusan.

"Iya, kayak pas awal banget kita ketemu dulu, kan. Aku manggilin kamu, tapi kamu-nya bengong aja. Ya kayak sekarang ini, persis.", Dean memutar kembali memori awal pertemuan kami.

Dean kini menatapku lagi dengan senyuman yang tak luntur dari wajah bak dewa Yunani-nya. Aku yang merasa kian gugup, mengambil gelas lemon tea di depanku yang masih tersisa separuh dan segera menenggaknya hingga tak bersisa. Kudengar tawanya muncul kembali sesaat setelah kuletakkan kembali gelas kosong itu di atas meja.

"Haus apa gugup kamu, Ra?", ujarnya masih tertawa sambil menggelengkan kepalanya.

Mendengar ucapannya barusan, membuatku tersedak sisa minuman yang barusan kuteguk tadi. Tampak panik, Dean segera berlari untuk memesan sebotol air mineral. Dengan cepat ia bukakan tutup botolnya dan memberikannya padaku, begitu ia kembali ke meja kami. Segera kuteguk air mineral itu dengan tergesa, karena tenggorokanku yang terasa sangat perih akibat tersedak lemon tea tadi.

"Pelan-pelan dong, Ra, awas nanti kesedak lagi.", raut wajah khawatir Dean terpatri dengan jelas. Aku hanya mengangguk tanda mengerti maksud ucapannya.

"Astaga, kamu ...Dean, kan? Oh, ya ampun, ini beneran kamu!", suara nyaring seorang gadis tiba-tiba menyeruak masuk di pendengaranku.

Belum reda sepenuhnya rasa sakit di tenggorokanku, tanpa diberi jeda barang sedetik pun, tiba-tiba saja ada interupsi yang membuatku membelalakkan kedua bola mataku. Saat sosok gadis yang menyerukan nama Dean barusan memeluk tubuhnya begitu erat. Dean tampak oleng dan nyaris terjatuh karena serangan barusan, kesusahan menahan berat badan keduanya. Sebelah tangan Dean menumpu pada meja yang kami tempati untuk menahan bobot tubuh keduanya. Berkat kejadian itu, membuat beberapa pasang mata yang ada di dalam kafe pun jadi tertuju ke arah meja kami. Bisik-bisik dan tatapan memicing dari seberang sana tak terhindarkan. Sungguh, aku sendiri benar-benar tak tahu apa yang sedang terjadi saat ini. Aku juga tak tahu harus bereaksi seperti apa, karena jujur saja, otakku belum mampu memproses kejadian apa yang terjadi disini. Dan, siapa gerangan gadis yang tengah memeluk Dean ini?

Ya Tuhan, adegan macam apa yang sedang tersuguh di hadapanku ini? Kenapa aku harus menyaksikan hal seperti ini lagi?

avataravatar
Next chapter