4 Kulineran di Kantin Kampus

Ah, Oppa, kenapa sulit sekali untuk mencintai dua hal sekaligus? Apakah mungkin bagiku yang seorang K-popers ini dapat bersanding dengan Non K-popers seperti Kak Bima? Mungkinkah takdir akan menyatukan kami? Apalagi kesempatan untuk melihat Kak Bima hanya tinggal setahun ini saja di kampus. Karena tahun depan Kak Bima akan mengikuti sidang skripsi dan setelahnya lulus menjadi seorang Wisudawan.

---

Jam kuliah pun akhirnya selesai juga, para mahasiswa tampak berhamburan keluar ruangan sesaat setelah sang dosen meninggalkan kelas. Sepanjang kelas berlangsung, ujung mataku tak hentinya melirik ke arah luar jendela untuk melihat Kak Bima. Dia berada cukup lama disana dan itu membuatku senang karena memiliki kesempatan lebih lama untuk menatapnya meskipun dari kejauhan seperti ini. Kak Bima baru tampak meninggalkan taman belakang kira-kira satu jam yang lalu. Barulah aku sedikit bisa berkonsentrasi memperhatikan materi yang diberikan oleh dosen di jam terakhir mata kuliah ini.

Kubawa langkah kakiku ke arah taman belakang dan kududuki tempat yang tadi disinggahi Kak Bima. Mencoba merasakan sisa aroma tubuhnya yang mungkin masih tertinggal disini. Karena jujur saja, Kak Bima adalah salah satu pria yang aroma tubuhnya sangat wangi, bukan tipe wangi yang memabukkan, tapi wangi segar yang akan membuatmu merasa nyaman saat berada disekitarnya. Meskipun Kak Bima tadi sempat merokok, tapi percayalah aroma tubuhnya masih dapat tercium, karena sungguh, dia memang sewangi itu.

Saat aku masih terlena dengan angan-angan tentang Kak Bima, tiba-tiba ada yang menepuk lenganku. Aku terkesiap kaget dan menemukan pemandangan indah lain yang sedang berdiri dihadapanku. Ya, dialah Dean, si lelaki berparas dewa yang baru saja kukenal kemarin. Setelah mata kami bersitatap, Dean pun tampak riang. Ah, tiap melihat Dean, aku selalu merasa Tuhan begitu pemurah memberikannya anugerah paras dan proporsi tubuh yang begitu sempurna. Ditambah dengan kepribadiannya yang ramah, ceria dan mudah bergaul, membuat sosoknya makin menawan dan disukai banyak orang.

"Bengong aja, udah kelar kelas daritadi, ya?", Dean terkekeh sambil duduk menyamankan posisinya di bangku taman yg ada dihadapanku.

"Barusan juga kok, paling 10 menitan disini. Kau kok bisa tahu aku disini?", tanyaku kemudian.

"Feeling aja sih, hahaha. Eh, ke kantin yang kemarin kau tunjukkan padaku, yuk? Kemarin sore kan banyak stan yang udah tutup.", ajaknya kemudian. "Aku penasaran dengan bakso keju-nya.", lanjutnya dengan tatapan berbinar.

"Dan es teler-nya jangan lupa. Itu menu favorit disini.", balasku nyengir sambil mengacungkan dua jempol, yang dihadiahi senyum sumringah andalan Dean.

Setelah sejak pagi tadi menjalani perkuliahan 4 SKS non-stop, kini perut ini pun sudah meronta ingin segera diisi. Jadi, saat Dean mengajak untuk ke kantin, aku pun segera meng-iyakan. Kami pun akhirnya beranjak dari taman menuju kantin kampus yang berada 10 meter saja dari gedung Fakultas Ekonomi. Sungguh sebuah privilege bagi mahasiswa jurusan tersebut, karena tinggal "melangkah" saja jika ingin ke kantin. Sedang dari taman belakang ini perlu memutar hingga memakan jarak sekiranya 100 meteran hingga tiba di kantin kampus. Ya, posisi gedung Fakuktas Seni dan Fotografi berada ditengah area kampus. Cukup strategis untuk menjangkau beberapa fasilitas kampus yang letaknya cukup berdekatan.

Sesampai kami di kantin kampus, Dean tampak begitu antusias menuju ke stan bakso keju Bu Parji andalan disini. Setelahnya, ia berpindah ke stan Pak Jo yang menjual es teler yang rasanya juara. Ada beberapa stan makanan yang berjejer dan memanjakan mata. Menggugah rasa lapar yang sedari tadi bergelora. Kemarin, aku mengajak Dean ke area kantin ini saat hampir semua stan sudah tutup. Yang tersisa hanya stan jajanan gorengan dan minuman serbuk renteng saja. Sempat mencicipi gorengan bu Ida dan lidah Dean sepertinya cocok sekali dengan cita rasanya. Melihat reaksi yang ditunjukkan Dean kemarin membuatku gemas melihatnya. Bagaimana tidak? Matanya seketika membulat lucu disertai dehaman antusias sesaat setelah menggigit sepotong pisang goreng ke dalam mulutnya. Ditemani segelas es teh manis yang akhirnya menutup sesi icip-icip gorengan kemarin.

Semenjak kedatangan Dean ke area kantin ini, sudah tak terhitung berapa pasang mata yang menatap kagum pada makhluk indah ciptaan Tuhan disebelahku ini. Persis seperti tadi pagi saat di parkiran kampus, bahkan ada beberapa teriakan gadis yang terdengar, hingga tak sedikit yang berhambur menghampirinya. Dean hanya tersenyum menanggapi tingkah agresif para gadis yang tampak sekali menaruh minat padanya. Dia menolak dengan sopan tiap ajakan makan siang yang ditawarkan padanya. Sambil menoleh ke arahku memberi isyarat dengan senyuman, kami pun berlalu melewati kerumunan para gadis itu.

Ah, kenapa aku baik-baik saja dan tak sampai terpisah dengan Dean saat para gadis tadi mengerumuninya? Itu berkat gestur Dean yang tampak seperti bodyguard yang dengan sigap menghalau dorongan yang tertuju ke arahku. Dia memastikan agar aku tetap berada disampingnya dengan aman. Jujur saja, jantungku sempat berdegup kencang saat melihat bagaimana caranya memperlakukanku tadi. Dean berusaha melindungiku dengan tetap menjaga jaraknya denganku, ia tidak berusaha mengambil kesempatan untuk menyentuhku. Yah, walaupun jika itu sampai terjadi, tentu saja karena keadaan yang darurat.

Setelah menunggu beberapa saat, pesanan kami pun tiba dan tersaji apik di atas meja yang kami tempati. Maklum saja, saat memasuki jam makan siang seperti ini, kantin kampus selalu ramai. Kami harus menunggu giliran untuk dapat menyantap menu makanan dan minuman yang kami pesan tadi. Bersyukur karena masih tersedia 2 meja kosong saat kami sampai disini. Biasanya kalau meja kantin penuh, kami harus mengantri untuk duduk. Karena untuk bisa menyantap menu-menu disini, kami harus berada di area kantin saja dan diluar itu tidak akan dilayani. Kecuali untuk para staff, dosen dan petinggi kampus, mereka dapat memesan makanan dan minuman baik secara langsung maupun via WhatsApp, kemudian setelahnya pesanan mereka akan diantarkan ke ruangan yang diminta.

Lagi, reaksi menggemaskan terpatri di wajah tampan Dean. Dia tampak begitu khidmat menyantap isian semangkuk bakso keju dihadapannya. Dia beberapa kali mendesah penuh syukur pada segala kenikmatan yang berhasil lolos melewati kerongkongannya. Sesekali aku terkekeh geli melihat Dean dihadapanku yang mengacung-acungkan jempolnya di udara dengan wajah yang kini tampak menikmati es teler-nya. Tingkah konyol Dean pun tak luput dari tatapan takjub dari berpuluh pasang mata yang sejak tadi tak berhenti menatap ke arah kami. Bukan hanya sekedar mencuri pandang, tapi terang-terangan menatap penuh rasa penasaran pada sosok manusia setengah dewa yang tengah asik menikmati sajian di depannya ini. Mereka persis seperti para fangirl yang heboh menyaksikan gerak-gerik idolanya dari jarak tertentu.

Oh ya, juga jangan lupakan tatapan tak suka yang begitu menusuk yang tak hentinya dilayangkan ke arahku. Para gadis itu tampak, hmm, kesal? Iri? Karena jika diperhatikan, posisi Dean dan aku yang duduk saling berhadapan seperti ini, mungkin akan tampak seperti sepasang kekasih yang sedang menikmati makan siangnya bersama. Ah, bicara apa aku ini. Maaf ya Kak Bima, barusan itu hanya perumpamaan saja kok, hehehe. (Kayak Kak Bima bakal peduli saja dengan pikiran halu-ku yang konyol ini :p).

Terus terang, aku sangat tidak nyaman dengan tatapan fans Dean itu. Ya, akhirnya aku menyebut mereka fans, karena lihat saja tatapan "kelaparan" mereka ke arah Dean, namun sangat kontras dengan aura membunuh yang ditujukan padaku. Seolah hanya mereka saja yang boleh dan pantas bersama dengan idolanya itu. Entah bagaimana, aku bisa memaklumi perasaan mereka. Mungkin karena aku juga merupakan fans K-pop. Terkadang, aku juga merasakan ada sebersit nyeri di dada saat mengetahui idolaku di-pair dengan gadis lain oleh para fans-nya.

Tapi, lihatlah sang pemeran utama dihadapanku ini. Dia tampak begitu santai dan tak mempedulikan keberadaan fans-fans nya itu. Terus saja asik dengan dunia perkulineran-nya sendiri. Hingga tak menyadari sedari tadi, wajahku sudah sangat kecut. Sungguh, aku benar-benar ingin segera beranjak dari sini dan menghirup udara sebanyak-banyaknya setelah menjauh dari tempat ini. Karena, tatapan para fans Dean sukses membuat pasokan udara disekitarku seolah terenggut paksa membuatku sulit bernafas.

Untunglah tak perlu menunggu lebih lama, atensi Dean akhirnya tertuju pada kedua netraku. Awalnya dia mengernyit sejenak, tapi kepekaannya membuatku sungguh bersyukur. Sedetik kemudian, senyum pun menghiasi bibir indahnya. Ia menatapku dengan lembut seraya mengangguk, meng-isyaratkan kami sudah bisa pergi dari tempat ini sekarang. Aku membalas anggukannya mantap. Tentu saja, inilah yang kutunggu sejak tadi. Ah, akhirnya aku bisa lepas juga dari tatapan menyesakkan disana.

avataravatar
Next chapter