9 9. Getir

Kertas karkir yang terpatri di meja gambar itu perlahan-lahan mulai terisi dengan garis dan diikuti arsiran oleh pensil. Materpiece itu pun mulai terlihat adanya bentuk yang sesungguhnya dari gabungan garis, titik dan diikuti dengan arsiran. Namun di tengah-tengah keseriusannya menggambar, sang empunya masterpiece tersebut tak sengaja mematahkan pensil gambarnya.

Pletek!

Derell berhenti.

Pensil gambar yang patah itu membuatnya tak mood lagi untuk melanjutkan gambarnya.

Tiba- tiba ada sesuatu yang mengganjal di pikiran Derell.

Ia pun berlari menuju anak tangga. Derell hendak menuju kamarnya. Dia ternyata mengambil smartphonenya yang sedang dicharge.

Battery gadgetnya baru menunjukan pengisian 75% namun Derell mencabutnya begitu saja. Ia menghubungi seseorang.

Dia menemukan nama "Nathan" dan mememcet tanda untuk menelpon.

"Yoboseyo!"

Seorang anak laki-laki yang berbicara. "Yoboseyo Hyung!"

"Nathan, sudah waktunya kau kembali."

"Waeyo Hyung?"

"Kau harus cepat pulang. Kakakmu ada dalam bahaya."

"Mwoeyo (apa maksudmu)?"

"Dia dan Azarano..."

Derell melanjutkan pembicaraan rahasianya dengan Nathan secara bisik-bisik.

"Hyung, Aku tidak bisa membiarkan Azran Hyung mengusik hidup Noonaku lagi!"

"Maka dari itu, Kau harus kembali untuk menjaga Kakakmu dari Dia."

"Kakakku terlalu banyak berkorban untuk Dia namun Ia tak mendapat apapun dari pengorbanannya selama ini."

"Kau benar Nat!"

"Derell Hyung, terimakasih karena telah membantuku menjaga Noonaku."

Derell adalah teman lama Azran saat SMP namun karena ssatu hal, Ia dan Azran menjadi memburuk hubungannya hingga emutuskan pertemanan.

***

Ketika sepasang bola mata itu menatapku dengan tajam, sontak aku tak mampu menatap dua bola mata itu. Kata-katanya datar namun penuh makna. Raut wajahnya menyiratkan sesuatu yang tak bisa ditanyakan.

Aku tahu apa maksud dari ekspresinya. Aku tahu jika tak seharusnya dia tahu tentang kenyataan ini. Beberapa hari yang lalu, aku tak sengaja membuat Derell tahu mengenai hubunganku dengan Azran kini.

Flashback

Hari itu aku baru saja kuis mata kuliah digital marketing, kepalaku nyut-nyutan dibuatnya. Bagaimana tidak, aku benar-benar tidak mengerti kuisnya. Sebagai gadis yang sangat gagap teknologi, mengoperasikan aplikasi baru tentu tidak bisa cepat. Aku ingat Azran sering meledekku jika ada aplikasi baru yang kuinstal di smartphoneku dan aku tak bisa mengoperasikannya. Padahal aku anak milenial yang apa-apa selalu tak bisa lepas dengan gadget, namun aku seperti orang tua yang kadang pusing sendiri bila menggunakan aplikasi baru.

Baiklah kemudian, aku pergi ke kesekretariatan BEM karena aku ditugasi oleh UKM ku yaitu UKM basket untuk mengantar surat undangan perwakilan menonton final lomba basket antar kampus di Seoul kepada a BEM. Aku anak basket yang sama sekali tidak bisa bermain basket. Ikut UKM hanya bermain basket asal, bahkan jarang latihan, bisa dibilang hanya formalitas agar punya UKM. Tapi jangan salah ya, aku gini-gini masih dipercaya masuk organisasi basket sebagai anggota departement Humas.

Aku mengetuk pintu. TOK TOK TOK!

Pintu terbuka dan yang membuka sang Presiden Mahasiswa langsung.

"Derell."

"Loh ada apa Cleire? Mau cari siapa disini?"

Aku sontak agak canggung melihat Derell di depanku. "A... anu.. Der..."

"Iya kenapa?"

"Mau ngasih ini." Kujulurkan kedua tanganku ke depan .

"Surat?" Derell bingung.

"Ini dari UKM Basket, bukan dari saya."

Derell menerima surat itu dan membuka amplopnya, ketemu membaca suratnya.

Derell membaca cepat suratnya. "Selamat ya basket kita masuk final!"

"Iya makasih ya..."

"Wah ini finalnya malam ini juga?"

"Iya Der, siapa aja asal anak BEM boleh dateng kok. Ini sekalian acara closingnya juga jadi ada acara musiknya makanya acaranya sampai malem."

"Oh begitu rupanya..."

"Iya Der."

"Kebetulan saya sedang tidak ada jadwal malam ini sehingga bisa menonton pertandingannya."

"Wah..." Ekspresiku menyiratkan kegembiraan yang tiada tara. "Syukurlah... Anak-anak basket pasti tambah semangat begitu tahu yang menonton langsung Pak Presmanya," ujarku masih tak bisa menahan rasa gembira.

"Tapi kamu juga akan menonton pertandingannya kan?"

Dan aku langsung blank seketika.

Aku ingat jika malam ini aku mau pergi menonton festival musik Seoul dan Black-T akan manggung jam 8.15 kata Azran kalau sesuai dengan rundown acara. Aku sudah terlanjur janji akan datang. Yah bagaimana ini...

Jika aku tidak ikut pergi menonton basket, bisa jadi Derell mengurungkan niatnya untuk menonton final basket juga padahal kan ini moment bagus jika Derell bisa menonton final basket. Tapi jika aku pergi menonton final basket, aku yang ingkar janji kepada Azran. Padahal setelah Azran manggung aku janji akan pergi dengannya, sedangkan acara closing lomba basket ini dari jam setengah delapan malam sampai ditutup acara musik jam 11 malam. Tidak mungkin aku ada di dua tempat sekaligus. Oh Tuhan, bagaimana ini...

"Cleire..." Derell membangunkanku dari kerumitan pikiranku.

"Iya Derell OK..." Sontak kata persetujuan keluar dari mulutku.

"Yaudah nanti malem mau aku jemput jam berapa?"

"Jam 7," ujarku.

"Baiklah, aku jemput ke rumahmu atau hari ini kau ada jadwal kerja?"

"Hari ini aku sedang kebagian libur mingguan kok."

Dalam hatiku. Padahal hari ini aku sengaja tukar hari untuk tidak masuk kerja karena rencananya mau pergi dengan Azran.

"Baiklah. Kalau begitu akan kujemput kau di rumah."

Tanpa minta persetujuanku, Derell memutuskan menjemputku di rumah.

Aku hanya pasrah.

Begini saja, aku akan menyusun rencana agar aku bisa pergi ke festival musik Seoul sebelum Black-T mulai manggung.

Aku tiba-tiba memiliki ide yang kuanggap cemerlang.

***

Secangkir teh hangat kusajikan di atas meja tamu. Derell menyeruput teh tersebut.

"Nak Derell, teh buatan Eclaire enak kan?" tanya Nyonya Shin.

"Iya Nyonya enak sekali teh buatn Eclaire," jawab Derell tersenyum kecil.

"Kalian mau berkencan?" tanya Nonya Shin lagi,

"Bukan" "Tidak"

Aku dan Derell berbicara hampir bersamaan.

"Kalian bahkan kompak menyanggah." Nyonya Shin tertawa sambil menutup mulutnya.

Aku menatap Derell, entah apa yang dipikirkannya. Apakah selama ini aku sudah benar bersikap dihadapannya? Apakah aku tidak bersikap berlebihan di depannya? Rasanya aku merasa getir. Rasa antara manis dan pahit yang tercampur menjadi satu.

Entah apa yang dipikirkan Derell saat Ibu tiriku ini memujinya dan seperti bermulut manis kepadanya. Aku menjadi kasihan kepada Derell.

Aku benar- benar berharap bisa jadi teman baik Derell selamanya, Aku ingin menutup mata perasaan Derell kepadaku karena Aku sadar sampai sekarag Pria yang kucintai adalah Azran seorang. Derell pantas mendapt wanita yang berkali- kali lipat juh lebih baik ketimbang diriku ini.

"Saya harap Nak Derell ering- sering ya main kesini apalagi pergi bersama Eclaire, itu jauh lebih bagus lagi!" ucap Nyonya Shin tanpa tahu apa yang Aku rasakan.

Eclaire's POV End

***

avataravatar
Next chapter