12 12. Kencan

Mengapa Tuhan menciptakan segala yang ada di dunia ini berpasangan? Karena Tuhan tidak akan membiarkan ciptaannya kesepian. Setiap makhluk di dunia ini sudah tercipta dengan pasangannya masing-masing pada masanya. Ketika masa makhlukNya sudah habis, maka makhluk itu harus rela kehilangan pasangannya karena tidak ada kekelan bagi makhluk.

Azran dan Eclaire bersama pergi ke restoran skywave. Azran memakai topi yang dilengkapi masker, ia mengenakan sweater hijau dan celana pendek. Eclaire juga mengenakan masker, dimana maskernya ada gambar hello kittynya dan juga sweater hitam dengan bawahan jeans panjang.

Mereka menelusuri skywave yang berada di gedung paling tingi di kota Seoul. Seperti layaknya pasangan muda-mudi yang lain, mereka bersenda gurau dan saling perhatian satu sama lain.

"Rasanya saya ingin jadi orang biasa saja supaya bisa kemana-mana bebas seperti orang lain."

Eclaire hanya memandangi Azran. Ia menurunkan maskernya sampai dagunya. "Kaya gini?"

Azran melihat Eclaire tertawa-tawa kecil. Ia mengacak-acak rambut Eclaire. "Pabo (bodoh)!"

Eclaire membalas dengan menekan topi Azran ke depan hingga menutupi setengah wajahnya.

"Kau berani ya?" Azran balas mengelitiki pinggang Eclaire.

"Ya... ini tempat umum Zran! " Eclaire memelototi Azran.

Azran pun langsung berhenti. "Ne, maja (iya, benar)."

"Yaudah jangan gitu lagi, malu-maluin di tempat umum begitu, udaha kaya anak alay aja!" ujar Eclaire.

"Iya nih... Mending besok main ke rumah saya aja!"

"Saya ke rumah kamu?"

"Iya lah Cleire!"

"Enggak, enggak! Saya mau diapain sama mama kamu kalo sampai saya main ke rumah kamu?!"

"Paling juga Cuma diliatin dari atas sampe bawah." Azran sudah tahu betul jika semua temannya pasti tidak akan pernah lepas dari screening Ibunya.

"Enggak, enggak pasti.." Eclaire berpikir dalam hatinya. Bukan Cuma dilihatin, bisa-bisa saya di... Eclaire bergidik sendiri tak bisa melanjutkan imajinasinya.

"Cleire, kamu kenapa?" Azran menghadapkan telapak kanannya ke depan wajah Eclaire yang mana tampak bola mata Eclaire sama sekali tak berkedip.

"Saya baik-baik aja." Eclaire bangun dari lamunannya. Ia menangkap tangan Azran .

"Kamu takut orang tua saya nggak akan merestui kita?"

"Merestui apa?"

"Ya hubungan kita."

"Emang hubungan kita apa?"

"Eh ..." Azran memincingkan kedua matanya menatap Eclaire tajam meski mata sipitnya bak tertelan bumi.

Eclaire mengalihkan pandangannya ke sekitarnya. "Eh lihat," tunjuknya ke langit.

Azran menoleh ke atas. "Apa?"

"Hmmm... langitnya banyak bintang."

Azran kembali memandang Eclaire. Eclaire sama sekali tak ingin menatap Azran. "Kamu Cuma mau ngalihin pembicaraan kan?" terka Azran.

"Saya nggak ngalihin pembicaraan, memang kita membahas apa tadi?"

"Yaudah lah Cleire, terserah kamu aja." Azran menyerah dan tak menanyakan apa-apa lagi kepada Eclaire mengenai status hubungan mereka.

***

Derell menemui Danji di sebuah restoran yang berada di kampusnya. Derell yang tiba-tiba ditelepon Danji untuk menemuinya sedikit terkejut karena hal tersebut sangat tidak biasa.

Danji menengguk air putih yang tersaji di depannya.

"Danjiya waeyo? Munjae isso ? (Mengapa Danji? Apa ada masalah?)" tanya Derell.

"Aniya. Aku hanya ingin menanyakan sesuatu padamu?"

"Sesuatu apa?"

"Apa itu?"

"Apa kau masih menyukai Eclaire?"

Derell tersentak mendengar pertanyaan Danji. "Pertanyaan macam apa itu?"

"Maaf kalau pertanyaanku terdengar lancang tapi sebagai teman dekat Eclaire aku harus tahu ini."

Derell menatap lekat-lekat mata Danji. "Kau hanya teman dekat Eclaire, bukan urusanmu mengenai bagaimana perasaanku kepada Eclaire."

"Tap... Tapi...."

Derell berdiri dari kursinya. "Jika tidak ada hal lain yang ingin kau ketahui, sebaiknya aku pergi."

Derell berjalan menuju pintu keluar.

Danji reflek mengejar dan meraih tangan kanan Derell. "Ka... kajima (jangan... jangan pergi). Jebal (kumohon), tinggal sebentar!"

Derell memandangi tangan Danji yang memegang tangannya dan memberi isyarat tidak suka.

Danji sadar akan kelancangannya, ia pun langsung melepaskan pegangannya. "Mi... mian (ma... maaf)"

"Kenapa lagi?"

"Nan... no johae (aku menyukaimu)." Danji langsung menunduk tak berani melihat wajah Derell.

"Mwo (apa)?"

"Nan alchana, naega chalmothaesso (aku tahu aku salah), menyukai orang yang jelas-jelas tak punya perasaan dengan saya dan sudah jelas-jelas mencintai sahabat saya."

Derell mengangkat wajah Danji. "Danjiya, kau tidak salah kok. Menyukai seseorang bukan dosa atau kesalahan." Wajah Derell yang teduh menenagkan Danji yang diliputi ketakutan.

"Derell, kau..."

"Danji, mian saya tak bisa membalas perasaanmu. Selama ini saya benar-benar menganggapmu teman. Maaf ya."

Danji mengagguk. "Ne...."

Dalam batin Danji. Saya tahu jika pasti saya akan ditolak. Selamat jalan Derell, semoga kau menemui kebahagiaanmu dimanapun itu.

"Danji, kau sebaiknya pulang sekarang, biar aku antar."

"Saya bisa pulang sendiri. Saya harap kamu tidak terus menunggu Eclaire karena Eclaire kini dengan Azran."

"Kita tidak akan tahu masa depan," tegas Derell.

"Jadi kau belum menyerah?"

"Aku tidak menyerah semudah itu." Terlihat mata Derell yang msih belum bisa menerima hubungan Azran dan Eclaire.

"Keurae, itu hakmu."

Danji pamit pergi lebih dahulu. Air mata Danji menetes sembari berjalan menjauhi Derell. Batinnya. Selamat tinggal kota Seoul. Maaf Eclaire aku harus pergi tanpa pamit. Maaf aku pernah suka dengan pangeranmu.

***

"Cleire Noona!" panggil Nathan.

"Wae Nat?" jawab Eclaire.

"Dipanggil sama Shin Eomma!"

"Shin Eomma?"

"Nae..."

"Sejak kapan kau panggil dia Shin Eomma?"

"Sejak tadi pagi."

Wajah Eclaire tampak tidak suka. " Jadi udah akrab nih?"

"Noona kenapa sih? Jealous ya?"

"Ani..."

"Terus?"

"Kamu ngapain coba manggil dia apa kata Eomma?"

"Aku juga manggil Daddy kok ke suami bule Eomma!? Apa salahnya kalo aku panggil Eomma ke isrinya Appa?"

"Keurae... Keurae... kau terlalu mudah memanggil orang dengan panggilan akrab, bukan salahmu juga!"

"Yaudah itu dipanggil."

Eclaire bermalas-malasan berjalan ke bawah menghampiri Nyonya Shin. Nathan mengikutinya dari belakang.

Nyonya Shin ada di dapur sedang memasak.

"Ada apa Nyonya?"

"Saya membuatkan kare kesukaanmu," ujar Nonya Shin.

Sontak Eclaire seperti orang bingung. "Terus?"

"Kau coba dulu, apa ini sudah pas apa belum?"

Eclaire keheranan dengan sikap Nyonya Shin. "Saya sedang tidak mimpi kan? Apa anda sedang bergurau saja?"

"Tentu tidak. Ayo ini," Nyonya Shin menyodorkan sendok yang sudah diisi kuah kari.

"A... atau ini ada racunnya?"

Nathan sontak menegur Noonanya. "Noona..."

"Ne... Ne, arasso!"

Eclaire pun mendekati Nyonya Shin dan menyicipi masakannya.

"Eottokhae?" Wajah Nyonya Shin penasaran menanti keabsahan rasa masakannya. "Mashitta (enak)?"

Eclaire menganalisanya sesaat. "O, mashissoyo (enak)." Dia menjawabnya dengan wajah datar.

"Tahaengida (Syukurlah)..." Wajah Nyonya Shin puas.

"Kau kenapa hari ini Nyonya Shin?"

"Siapa ? Naaega (saya)? Tidak kenapa-napa."

"Shin Eomma, Keir Noona memang seperti itu sejak aku masih kecil. Ia gadis yang aneh." Nathan tersenyum manis.

"Keir? Panggil namaku yang benar Nat!" protes Eclaire.

"Ne, arasso..."

"Nyonya Shin, kau apakan adikku? Kau kenapa tiba-tiba bersikap aneh kepadaku?"

"Keurom ani," bantah Nyonya Shin. "Aku bahagia memiliki anak laki-laki, rasanya seperti mimpi memiliki anak laki-laki."

"Nathan itu bukan anak kandungmu."

"Noona..." Nathan membantah. "Keumanhae Noona, Shin Eomma itu istrinya Appa tentu menjadi Ibu kita juga."

"Terserah Nathan!"

Ecleire pergi meninggalkan Nathan dan Nyonya Shin.

"Shin Eomma, jangan sedih ya... Cleire Noona pasti lambat laun akan mengerti. " Nathan mencoba menenangkan Nyonya Shin.

***

avataravatar
Next chapter