2 BAB I Ruang Dansa  

Batavia, tahun 1628.

Sebagai pusat perdagangan terbesar di Asia, Batavia menjadi tempat terpenting bagi Serikat Dagang Hindia-Belanda yang pada waktu itu memutuskan untuk membangun salah satu kantor pusatnya di sana.

Verenigde Oostindische Compagnie atau yang lebih dikenal masyarakat pribumi dengan sebutan VOC. Merupakan suatu bendera serikat dagang terbesar pada masa itu yang menguasasi hampir seluruh dataran asia dan beberapa wilayah lain melalui jalur perdagangan rempahnya.

Dibentuk pada abad ke 16 oleh Kerajaan Belanda untuk menyaingi kepentingan dagang Spanyol dan Portugis. VOC belayar menuju Pulau Jawa untuk mendapatkan rempah dengan berbekalkan suatu surat istimewa yang disebut dengan octorooi.

Namun, sebagai suatu serikat dagang terbesar di dunia saat itu, VOC tidak hanya mengangkut barang dagangannya saja.

Berbagai macam senjata api dan juga tentara merupakan salah satu bagian yang terangkut pada kapal-kapal VOC yang berlayar dari Eropa ke Batavia di bawah bendera mereka.

Selain itu, juga terdapat banyak rumor yang bertebaran diantara pedagang dan mulai berembus pada para penduduk pribumi Batavia tentang suatu rahasia yang disembunyikan oleh kapal-kapal Perusahaan Dagang Hindia-Belanda.

Lalu suatu kisah muncul di dalam kota yang menjadi pusat perdagangan VOC tersebut. Menembus malam gelap tak berbintang bersama dengan rumor tak sedap, kisah seorang gadis muda dimulai pada suatu pesta malam di suatu ruang dansa megah di tengah kota Batavia.

§

Redup-redup, cahaya lentera di malam itu membangunkan mata seorang gadis.

Tak tahu dari mana asalnya, siapa keluarganya dan siapa dirinya saat ini. Tapi satu hal yang ia ingat, namanya adalah Anna.

Mengenakan baju putih anggun, gadis bernama Anna itu terbangun, tanpa ingatan apapun selain namanya.

Perlahan-lahan Anna mulai membangkitkan pendengarannya. Samar-samar dan perlahan musik klasik mulai terdengar.

Lalu ia membangunkan indra perabanya.

Luas dan padat, namun ia tak dapat ia rasa suhu di lantai itu. Pastilah ini kayu pikirnya.

Kemudian mulai jelas ia melihat.

Di hadapannya sebuah lilin kecil berdiri di sebuah piring tembaga kecil. Menetes sedikit demi sedikit, namun cahayanya tetap bersinar.

Lalu ia mengarahkan pandangannya ke depan. Dua hal yang ia lihat. Barisan jeruji besi, dan ruang gelap tak berujung di belakang jeruji itu.

'"Di mana ini!?" kata pikirannya mengacau.

Jeruji-jeruji yang berdiri tegap itu, ternyata mengelilinginya sampai ke atas dan berkumpul di satu titik bundar di atasnya, bagaikan sebuah sangkar raksasa yang sedang mengurungnya.

"Apa-apaan ini?! Kenapa aku terkurung di sini?! Siapa yang mengurungku di sini?! Dan apa tujuannya melakukan ini?" kata pikirannya mengacau lagi.

Blap! x2

Namun tiba-tiba dua lampu pijar bersinar.

"HADIRIN SEKALIAN!!"

Kata suara lantang yang tiba-tiba mengagetkannya bersamaan dengan dua buah sorot lampu yang bersinar dari atasnya.

Sang gadis pun mengikuti cahaya itu yang mengarah langsung ke belakangnya, pada satu titik.

Seorang pria, dengan sebuah topeng yang hanya menutupi daerah mata dan hidungnya saja berdiri tegap dengan santun sambil mengenakan setelan jas hitam rapi seperti seorang pelayan.

Sambil terus memperhatikan sang pria, berbagai pertanyaan terus muncul di pikiran Anna. Namun, tanpa memperhatikan Anna yang kebingungan sang pria meneruskan kalimatnya.

"Waktu yang kita tunggu-tunggu akhirnya tiba!! Het feest!! Yang telah lama kita tunggu-tunggu, mari kita sambut bersama gadis sang pembawa perjanjian, sang putri esok ANNA!!"

Bersamaan dengan sambutan itu puluhan tepuk tangan terdengar, lampu ruangan juga tiba-tiba hidup dan menampakan ruang dansa mewah yang dihadiri banyak tamu undangan yang mengenakan pakaian pesta dan topeng setengah wajah.

"Selamat menikmati ..."

Kalimat sang pemandu acara yang menggema di ruang dansa itu seketika membuat seluruh ruang menjadi senyap dan semua tamu undangan terdiam.

Blap! Blap! Blap! Satu persatu lampu ruang itu kembali mati hingga hanya menyisahkan satu lilin kecil di depan Anna. Namun Anna yang masih bingung dengan situasi tersebut hanya terdiam.

Kemudian satu persatu mulai terdengar bunyi derit dan desahan makhluk yang belum pernah ia dengar sebelumnya. Lambat laun suara itu semakin keras dan memenuhi seluruh ruang dansa yang saat ini gelap gulita tanpa penerangan apapun selain lilin di depan Anna.

"Eh?! Ehh?! Apa itu!! siapa di sana!! SIAPA KALIAN SEBENARNYA!"

Kegusaran pun mulai merambat di hati mungil Anna yang mulai merubah raut wajahnya menjadi khawatir dan ketakutan.

Detak jantungnya semakin keras bersaing dengan bunyi deritan dan raungan-raungan dalam kegelapan ruang yang mulai menyudutkannya hingga ke pinggir sangkar.

Slurrpp!!

Tiba-tiba sebuah sentuhan basah terasa di pipi Anna. Itu adalah sebuah lidah panjang yang berselancar dengan luwes di pipi Anna.

"Akh! ... AAAAA!!!"

Sontak mengkagetkan Anna, barisan gigi tajam di belakangnya membuat Anna berteriak histeris. Anna pun segera menjauh dengan wajah ketakutan dari pinggiran sangkar yang di penuhi lidah-lidah panjang.

Anna yang mundur dengan histeris pun tak sengaja menyenggol lilin di tengah ruang itu dan membuat cahaya redupnya mati seketika dan mendatangkan gelap gulita di ruang tersebut.

Tak ada angin sedikit pun dan secuil cahaya pun. Hanya jantung Anna yang masih berdegup kencanglah satu—satunya temannya dalam ruangan gelap gulita itu sekarang.

"Hah!? Apa-apaan ini? bagaimana kita bisa menyantapnya dalam kegelapan ini?"

"Benar! Apa maksudnya ini, kalian mau mempermainkan kami atau apa hah!!"

"Ya benar, jangan main-main dengan kami, kalian penyelenggara acara! Kami juga orang Eropa!!"

"Kami akan laporkan ini! lihat saja nanti!"

Satu persatu makhluk-makhluk dalam kegelapan tersebut mulai gusar menyadari satu-satunya cahaya dan objek yang menjadi sasaran mereka tak dapat terlihat lagi.

Bersamaan dengan mulai ramainya ruang gelap itu, Anna mencoba menekan napasnya agar tak disadari makhluk-makhluk yang mengincarnya. Namun, semakin iya mencoba menekan napasnya semakin terdengar keras napas itu terdengar dan membuat dadanya semakin sesak.

Dalam keputusasaannya, air mata mulai mengalir dari mata Anna. Isak tangisnya pun yang sulit ia tahan segera memecahkan kegusaran para mahluk dalam kegelapan itu. Dan disaat itulah kedua lampu sorot yang telah mati tadi kembali bersinar. Namun, sinar itu tak mengarah pada sang pembawa acara melainkan pada sangkar Anna yang sedang menangis tersedu-sedu.

Tangisan Anna pun segera terhenti bersamaan dengan lampu sorot yang satu-persatu mulai hidup dan mengarah tepat pada dirinya.

Sesak dadanya seketika itu terasa menyerang dengan sangat hebat dan tatapannya terpaku pada lantai kayu tempatnya terduduk. Sambil berusaha mengatur napasnya Anna mencoba mengangkat kepalanya.

"Heesssshhhh?! Heeessshhh?!"

Napas makhluk-makhluk yang memenuhi ruangan itu terdengar perlahan di telinganya, namun Anna yang ingin mengusir rasa penasaranya terus berusaha mengangkat kepalanya.

Bersamaan dengan degup jantungnya dan puluhan napas berat para makhluk itu Anna terus mengangkat kepalanya.

"Jangan takut gadis manis, tulangmu tak akan kami sisakan sedikit pun"

Guuuaaa gaaaahhh aaaaha hahahha!! Hahaha hahahaaaahaaahaaahahaaa!!

Puluhan monster berwujud kelelawar raksasa dengan lidah panjang dan mata hijau ke ungu-unguan berkumpul mengerumuni sangkar besi itu dan sedang tertawa kegirangan sambil memandang Anna sebagai suatu objek kesenangan mereka.

"Tidak!"

Suara kecil terlepas dari bibir Anna bersamaan dengan degup jantungnya yang seakan terhenti.

"Kau bilang apa gadis mungil~???" sahut salah satu mata hijau lebar yang terlihat di balik jeruji besi di hadapan Anna.

"HHYYAAAAAAAA ... TIDAK TIDAK! ... JANGAN ... JANGAN MENDEKAT! SANA PERGI ... TIDDAAAAAKKKKKK!!!"

BBRUUUAAKKK!!

Seperti sebuah petir yang menyambar, pintu depan ruang dansa yang menghubungkannya langsung dengan halaman depan tiba-tiba terbuka lebar dengan hentakan yang keras dari luar.

Di sana berdiri seorang pria berpakaian bangsawan dengan kaki yang masih terangkat.

avataravatar
Next chapter