Prolog

Dingin sepi di malam itu pudar lantaran ramai riuh suara dari burung gagak yang berterbangan, dia yang telah berdarah-darah mulai menyeret tubuhnya yang lumpuh perlahan-lahan.

Ia berusaha mencari bantuan, sayangnya bibir sudah tak lagi mampu untuk bergerak, suara dari retakan tulang terdengar jelas di setiap kali ia menyeret tubuhnya.

"Tolong..... Tolong.....," ucapnya dalam hati.

Begitu disayangkan takkan ada yang mendengarnya meski ia menjerit keras dengan mulutnya.

Rintihan tangis disertai rasa sakit tak tertahankan mulai membasahi pipinya, ia tak menyangka nasibnya akan seburuk ini. Tak pernah sekalipun ia menerima keadilan sepanjang masa hidupnya.

"Kenapa mereka begitu membenciku? apa kesalahan yang telah ku perbuat? apakah aku salah karena sudah terlahir di dunia ini?"

Berulang-ulang ia menanyakan itu didalam batinnya, tanpa ada satupun jawaban yang ia temukan.

Kini ia mulai menyerah untuk bergerak dan lebih memilih menunggu ajal menjemput, perlahan ia meratap langit malam, melihat betapa terangnya ribuan bintang untuk terakhir kalinya.

Ia melepaskan semua beban pikirannya beserta segala urusan yang belum ia selesaikan, karena setelah ini ia takkan lagi bisa menyelesaikan apapun yang ia tinggalkan setelah ia mati.

Kedua matanya perlahan hendak menutup, disaat kelopak matanya sudah setengah jalan....

"Hmmm...., lihat, apa yang kudapat disini? bangkai?"

Terdengar suara yang entah muncul dari mana, mengejutkan nya sehingga matanya yang hendak menutup pun seketika terbelalak.

Perlahan ia mencoba mencari sumber suara itu, hingga didapatinya sesosok makhluk bertanduk yang tengah duduk santai di atas sebuah batu sambil menyaksikan penderitaan nya.

Makhluk itu tersenyum memperlihatkan taringnya yang tajam, senyum nya yang menyeringai serta suara tawa kecilnya membuat bulu kuduk berdiri.

Perlahan makhluk itu bangkit dari tempat ia duduk dan mulai menghampiri sosok wanita sekarat yang ada dihadapannya....

"Makhluk fana, apa kau butuh bantuan?"

Prolog-end