5 Kalah Taruhan

-Moirai Valentine-

----Dua hari sebelumnya, Asrama Phoenix----

Cahaya menyusup melalui kisi-kisi jendela besar yang memancarkan keangkuhan disalah satu dinding, memantulkannya pada benda-benda berkilauan yang ada di ruang tamu asrama.

Gorden tebal yang didominasi warna merah membuat penerangan di tempat itu terlihat sangat menyala ditambah lagi dengan pantulan cahaya hangat matahari yang terpantul di dalamnya.

Cicitan burung yang bernyanyi lembut tidak bisa membuyarkan konsentrasi dua pria tampan yang sedang menatap nanar ke meja yang berisi papan catur.

Iris abu-abu milik pria itu tidak teralihkan sedikipun dari papan caturnya. Sebelah tangannya bertumpu sambil mengusap-usap dagu runcingnya.

Pria itu Erlang Orion Lorenzo, si pangerannya Asrama Phoenix, beruang kutub yang suka pamer harta dan keras kepala. Di sabelahnya ada Bintang Pradipta yang entah dapat angin dari mana sampai mengusulkan permainan laknat yang membuat seluruh penghuni asrama lainnya ikut menonton.

"Kalian mainnya mau sampai kapan? Sudah pagi ini." Gilang membuka suara sambil menahan rasa kantuknya. Bahkan tidak terhitung lagi sudah berpuluh-puluh kali ia menguap.

Ini sudah lebih dari delapan jam sejak pertarungan mereka dimulai. Pertarungan berlangsung sengit, karna sampai detik ini tidak ada tanda-tanda permaian mereka akan berakhir.

Seluruh teman-teman seasrama meraka yang tadi malam ikut menonton, satu persatu akhirnya undur diri dan hanya menyisakan Gilang yang terjebak sebagai wasit dan beberapa fans berat yang merelakan tidur di karpet demi mendukung idolanya.

"Huuuhh.." Gilang kembali menguap. Matanya hampir mirip lampu lima watt saat ini.

Pria yang jomlo sejak lahir itu bahkan bingung kenapa sampai kedua sahabatnya menjadikannya wasit dalam permainan ini.

'Hanya makhluk sejenis Bintang Pradipta dan Erlang Lorenzo yang membutuhkan wasit untuk permaianan catur.'

Kampret memang!!

"Sudahlah menyerah saja, Lang! bidak lo itu sudah terkepung. Kalo kata Emak gue, tidak ada jalan lagi untuk keluar. Udah terima aja takdir lo." Bintang melai melancarkan serangan bulliannya yang khas.

Khas pedasnya, maksudnya.

"Ck!! Diam loe!! Mengganggu konsentrasiku saja!" desah Erlang kesal.

"Ck sombong, kaya loe konsentrasi aja dari tadi. Bidakmu itu tidak ada kemajuan, persis kaya kisah cintamu yang tidak pernah ada perubahan."

Erlang mendenggus kasar, "Kaya loe gak aja. Sesama jomblo itu dilarang saling menghujat."

"Mending gue jomblo terhormat dari pada loe. Sok malu-malu setan!" Bintang tertawa keras saat mengatakannya. Dan bersamaan dengan itu ia menggerakkan bidak caturnya.

"Skatmat!! Mati lo, Lang!!" Seru Bintang seraya berteriak.

"Shitt!!" umpat Erlang. Pria itu mengusap kasar wajahnya.

Dia kalah..

Gilang yang tadinya hampir tertidur kini langsung mendesah berat seraya mematap dua sahabatnya. Yang satu mirip kura-kura ninja yang sedang berhoria karana kemanangannya sedangkan yang satu lagi mirip gorilla frustasi dengan menggigit kasar bibir bawahnya.

Gilang menghela pelan napasnya, inilah bukti pentingnya pemberian Asi bagi anak usia dini agar kelak besarnya gak malu-maluin kaya dua makhluk di hadapannya itu.

"Yahh, kok Abang Erlang kalah sih," seru beberapa wanita yang ikut terbangun mendengar teriakan Bintang. "Pasti disabotase ini. Gak mungkin pangeran kita kalah."

"Setuju!!"

"Enak aja kalian!! Aku real menang ya, tanpa kecurangan apapun termasuk lewat jalur santet-santetan. Sorry ya, aku ini pria baik. Itu kalian aja yang gak liat betapa hebatnya aku ini, siapa suruh tertidur," protes Bintang tidak setuju dengan tuduhan yang para gadis layangkan.

Para gadis itu memutar matanya bosan. Mereka kembali menatap Gilang.

"Gilang, kok diam aja sih. Kamu kan wasitnya."

"Hah?? Kenapa jadi aku yang disalahkan. Yang main catur kan bukan aku!" seru Gilang.

Erlang mendesis penuh rasa frustasi. Pria itu tidak menghiraukan orang lain lagi.

"SUDAH!! BUBAR! BUBAR! KALIAN ITU MENGGANGGU KEBERSIAHAN KADAR OKSIGENKU SAJA!!" Bintang bangkit dan berteriak lantang. Kedua tangannya ia kibas-kibaskan untuk mengusir para gadis yang kebanyakan fans berat dari Erlang.

Bintang kesal karna kebahagian untuk kemenangannya terganggu dengan protesan gadis-gadis itu.

Pria itu bangkit dan mengambil hand sanitizer kemudian menyemprotkannya kesegala penjuru ruangan. Tidak peduli dengan decakan kesal yang dilontarkan kedua sahabatnya.

"Kampret lo, Tang!! Uhukk!!" Gilang menutup mulut dan hidungnya saat cairan itu menguap dan tercium sampai ke hidungnya.

Pria itu menjenggol bahu Erlang agar ikut membantunya mengajukan protes, hanya saja pria itu hanya mengdenggus sambil mengangkat bahunya tidak peduli. Pandangannya menunduk, terlalu frustasi untuk ukuran sang pangeran serba wow.

"Tuh Erlang aja gak protes, lo aja yang alay." Seru Bintang.

Gilang menggerutu pelan. Ia melirik ke samping, Erlangga yang dia kenal pemarah kini hanya diam tanpa mau protes seperti biasanya. Pria itu mengelingkan kepalanya.

Inikah penampakan pria frustasi karna kalah main catur? Entah kenapa sahabatnya itu lebih mirip orang putus cinta dibandingkan orang yang kalah main catur.

'Kalau mau mati ya mati aja! Jangan bawa-bawa dia juga kali..'

"Stop mengomentari aku, sekarang kita tagih janjinya si Erlang." Tanpa merasa bersalah Bintang tersenyum menyeringai, kemudian beranjak mendudukkan dirinya tepat di samping Erlang.

"Ingat hukuman lo ya," lanjut Bintang.

Erlang menoleh dengan tatapan tajam. Iris abu-abunya hampir sama gelabnya dengan aura hitam yang menggantung di punggungnya. "Apa permintaan loe?"

"Mudah.." Bintang menyeringai tipis, ekor matanya mengamati keadaan sekitarnya yang sudah sunyi. Hanya mereka bertiga yang masih setia duduk di sofa ruang depan.

"Kamu tau Magen?"

Erlang mengerutkan alisnya. Ia melirik Gilang yang sama bingungnya dengan dirinya.

"Siapa Magen?" tanya Erlang penasaran. Sahabat anehnya itu jarang dan hampir tidak pernah membicarakan nama perempuan.

"Magen Maura, ehhh salah maksudku Maura Oktavia Magen. Dia dari asrama Libra." Bintang memberitahu.

"Siapa dia? Kau bahkan mengetahui nama lengkapnya?" Gilang menyipitkan matanya penuh curiga.

Gilang menatap Erlang yang mengerutkan matanya. Si beruang kutub itu sepertinya setuju dengan kesimpulannya kali ini.

Bintang Pradipta mencurigakan.

"Dia gebetanmu?" tanya Erlang. Rasanya aneh saat mendengar sahabat tukang tidur itu tertarik membicarakan perempuan terlebih lagi dari asrama paling rendah yang tidak serasi dengan asrama mereka para elit.

"Bu-bukan.. well, aku hanya sering bertemu dengannya di perpustakaan, dan aku suka mengerjainya. Dia itu gadis aneh, tidurku selalu terganggu saat dia mengoceh sendirian. Aku bahkan ragu dia itu manusia, kalo iya berarti dia penganut aliran sesat, mirip dengan namanya yang berarti kegelaban sejati." Bintang memberitahu panjang kali lebar.

Erlang dan Gilang hanya mengangguk-angguk paham.

"Jadi apa masalnya gadis kelas rendah itu dengan hukumanku?" tanya Erlang.

"Gampang, lo ajak dia kencan di hari Valentine. Buat dia jatuh cinta kemudian tinggalkan," ucap Bintang santai.

"Lo gi-"

"Lo punya dendam yan sama si Maura itu?" Gilang memotong protesan yang hampir dilontarkan oleh Erlang.

Bintang mengangguk, "Dia selalu mengganggu waktu tidurku."

"Gila kamu Tang, gitu doang. Lagi pula, orang di perpustakaan itu buat baca-baca, belajar. Lah kamu tidur! Ya jelas salah Bintang Pradipta." Protes Gilang tidak setuju dengan ide gila bin absurt sahabatnya itu.

'Jangan bawa-bawa dia dalam kegilaan yang hakiki ini.'

Erlang menghela napas berat. "Gak mau gue. Bagaimana jika Sella mendengar semuanya? Bisa runtuh image gue."

Bintang terkekeh pelan, "Kaya si Sella pernah aja merhatiin loe!!"

Kampret!!

Bersambung…

avataravatar
Next chapter