webnovel

Shade Forest

"Hei, apa boleh kita jalan-jalan begini?" tanya seorang gadis Elf berambut perak pada salah satu pemuda berambut coklat panjang yang berjalan di depannya.

"Kita bukannya jalan-jalan, kita hanya sedikit melakukan pengawasan," ralat pemuda itu sambil terus melangkah. Di tangannya terdapat tombak untuk berjaga-jaga.

"Ini, kan, tugas Central Knight. Kenapa harus kita yang melakukan ini?" keluh satu pemuda lagi yang selalu memakai topi koboy-nya. Dia berjalan di samping gadis Elf.

Zilong, pemuda yang memimpin perjalanan menghela napas. "Mau bagaimana lagi? Yang Mulia sendiri, kan, yang minta bantuan kita untuk sesekali turun tangan?"

Miya dan Clint yang berjalan di belakangnya hanya mengedikkan bahu.

Saat ini mereka bertiga sedang menyusuri hutan Shade Forest. Hutan itu didiami oleh para peri pohon dan binatang-binatang yang tidak berbahaya. Pohon-pohon besar berdiri tegak menjulang. Sinar matahari pun seolah enggan menyusup masuk diantara celah dedaunan yang hijau dan rimbun. Sudah tiga hari ini mereka ditugasi oleh sang Raja untuk melakukan pengawasan terhadap Shade Forest untuk memastikan keamanan setiap kehidupan yang ada di hutan itu. Terlebih lagi karena kabar tentang menghilangnya para penduduk juga menjadi salah satu alasan utama mereka harus melakukan pengawasan.

"Kira-kira apa kalian tahu penyebab menghilangnya para penduduk akhir-akhir ini? Dan bukan hanya mereka, para peri penyembuh di tiap kerajaan juga ikut hilang. Apa ini ada hubungannya dengan tanda yang muncul di langit tiga hari lalu?" tiba-tiba Clint melontarkan pertanyaan untuk mengisi kekosongan selama perjalanan.

"Entahlah. Aku tidak yakin," jawab Zilong ragu.

"Ada rumor beredar kalau itu adalah tanda Dark Lord," kata Miya ikut menimpali.

"Bukankah Dark Lord sudah tidak ada lagi di muka bumi ini?"

"Aku juga tidak tahu. Aku hanya mendengarnya dari orang-orang di luar sana. Mereka beranggapan Dark Lord sudah kembali karena tanda itu muncul setelah banyak orang yang menghilang," jelas Miya menjawab kebingungan Clint.

Mereka masih berjalan di tengah hutan sambil mengamati ke sekeliling. Zilong mengayunkan tombaknya untuk menyingkirkan ranting-ranting kering yang mencoba menghalangi jalan mereka.

"Tapi apa itu masuk akal?" tanya Zilong mengomentari perkataan Miya. "Kalau memang benar Dark Lord kembali, pasti akan ada serangan di mana-mana."

"Bisa jadi dia melakukannya secara diam-diam,"

"Itu bukan sifat Dark Lord. Dia hanya akan membunuh saat itu juga, bukan menangkap orang tanpa jejak," pungkas Zilong.

"Jelas ini penculikan," ucap Clint yakin tapi setelahnya dia kembali memikirkan sesuatu. "Tapi... oleh siapa dan untuk apa? Kenapa harus wanita dan anak-anak? Juga peri penyembuh, kira-kira ke mana perginya mereka?"

"Untuk itulah Yang Mulia menugaskan para Nobilium untuk berjaga," tukas Zilong.

Miya menatap punggung Zilong. "Maksudnya?"

"Kitalah yang harus mencari tahu jawabannya. Ini bukanlah hal yang bisa diselesaikan dengan mudah oleh para Central Knight. Ini sudah menyangkut orang banyak dan para peri penyembuh di beberapa wilayah. Tanpa peri penyembuh kita juga akan mendapat kesulitan. Dan menurutmu apakah penculik biasa akan mampu menculik mereka semua tanpa menggunakan kekuatan?" papar Zilong sambil menyibak semak belukar di depannya.

Miya dan Clint saling berpandangan dan terdiam sejenak. Benar apa yang dikatakan Zilong.

"Ya, sepertinya kau benar," kata Clint akhirnya.

"Apa pun yang terjadi sekarang, musuh sudah melakukan permainannya. Hanya Nobilium yang bisa menyelidiki masalah ini. Jadi sudah tepat bila Yang Mulia menugaskan kita semua untuk melakukan pengawasan khusus, sedangkan Central Knight lebih berfokus dalam penjagaan di banyak titik tempat."

"Sepertinya kita harus banyak-banyak berlatih mulai sekarang," ujar Miya.

"Kalau kau mau, aku siap jadi lawanmu," tawar Clint semangat.

"Baiklah."

Sudah dua jam mereka menyusuri hutan. Semuanya tampak baik-baik saja. Binatang jinak pun terlihat aman. Tak ada yang perlu dikhawatirkan.

"Sejauh ini, sepertinya hutan ini masih aman. Kita kembali saja, kita masih ada kelas, kan?" kata Miya setelah menyapukan pandangannya ke seluruh hutan dan tak menemukan apa pun yang mencurigakan.

"Benar juga. Kita tidak boleh terlambat," imbuh Clint. "Lagipula kita tidak pernah menemukan hal mencurigakan di sini. Ayo, kita kembali saja."

Zilong menghentikan langkahnya. Dia menatap Miya dan Clint sebentar lalu memandang ke sekeliling hutan. Semuanya masih tetap sama. Toh sepertinya tidak apa-apa jika dia menghentikan pengawasannya sampai di sini. Lagipula benar kata mereka. Setelah ini mereka masih harus menghadiri kelas dan tidak boleh terlambat. Hari ini adalah jadwal mereka menerima ilmu pertahanan.

Maka dengan terpaksa Zilong menyudahi perjalanannya dan memutuskan kembali ke Mansion bersama dua teman terbaiknya itu.

Baru saja mereka akan berbalik arah, sebuah suara seperti geraman terdengar di telinga mereka. Zilong langsung bersiaga dengan mengacungkan ujung tombaknya yang runcing ke depan. Miya bersiap dengan busurnya dan siap menarik tali busur itu kapan saja. Sedangkan Clint sudah mengeluarkan pistolnya dan mengarahkannya ke sana ke mari kalau-kalau ada sesuatu yang menyerang mereka secara tiba-tiba.

"Suara apa itu? Di mana?" ucap Miya gelisah. Pasalnya ia tidak bisa melihat apa pun selain suara geraman yang terdengar begitu menggetarkan telinga.

Tombak Zilong masih teracung ke udara. Tangan kirinya memberi aba-aba pada kedua temannya untuk mundur selangkah. Ia yakin suara geraman itu berasal dari beberapa meter di depannya. Bahkan dia sendiri pun sudah melangkah mundur secara perlahan.

Geraman itu makin keras terdengar. Dari balik pohon, muncullah seekor binatang besar berbulu putih kehitaman dengan taringnya yang menjulur tajam. Matanya yang awas menatap ketiga anak muda itu dengan tajam.

"Apa ini? Ada binatang buas di sini?" bisik Clint yang sekarang sudah menyodorkan pistolnya ke arah binatang itu.

Binatang itu mengaum kencang. Suaranya mampu menggoyangkan tanaman-tanaman kecil yang berada di sekitar mereka. Miya yang berusaha menghindar secara tak sengaja menginjak batu dan jatuh terduduk di tanah.

"Aduh!" pekiknya merasakan ngilu di pinggangnya.

Zilong dan Clint bergegas membantu Miya berdiri dan saat itu terjadi binatang itu bersiap menerkam mereka dengan kuku-kukunya yang besar dan meruncing.

"Awas!!" jerit Miya begitu melihat binatang itu hendak melompat ke arah mereka.

Zilong yang paling dekat segera memposisikan dirinya dan melayangkan tinjunya sekeras mungkin hingga membuat binatang itu terpental ke belakang.

"Wow, kau hebat," kata Miya terpukau.

"Terima kasih," ucap Zilong bangga. "Tapi lebih baik kita pergi sekarang."

Si binatang menggeliat di tanah dan berusaha bangkit. Sebelum itu terjadi, mereka secepat mungkin menghindar dari sana.

"Kita tidak bisa membunuh binatang di Shade Forest. Kita lumpuhkan saja."

Clint menarik pelatuknya dan mencoba menembak kaki binatang itu. Namun yang terjadi binatang itu dengan cepat bergulir ke samping menghindari tembakan Clint. Pemuda bertopi coboy itu tercengang tak percaya melihat reaksi binatang yang tak wajar itu.

"Binatang biasa tidak mungkin bisa mengelak seperti itu, kan?" tanya Clint tak percaya.

Si binatang menggeram marah. Mulutnya mengaum lebar menunjukkan gigi taringnya. Matanya menyala merah saat menatap mereka yang berusaha kabur dari pandangannya.

"Sial, dia mulai mengejar kita!" teriak Miya.

Karena aturan yang tak memperbolehkan pembunuhan binatang di Shade Forest, ketiganya mengalami sedikit kesulitan dalam menaklukkan binatang satu ini.

Lalu sang gadis Elf berinisiatif memanah binatang itu sambil tetap berlari. Dia mempercepat larinya dan mengumpulkan kekuatan pada senjatanya. Meskipun kesulitan melakukannya, tetapi dia berhasil menarik tali busurnya dan muncullah segaris anak panah cahaya yang berada tepat di antara jari tangannya. Miya melepaskan tiga anak panah dalam sekali panah secara beruntun. Kali ini dia yakin anak panahnya akan tepat mengenai sasaran.

Lagi-lagi, binatang itu dapat berkelit dari serangan Miya. Dia bergerak zig-zag menghindari anak panah yang melesat bersamaan ke arahnya. Tubuhnya seakan elastis sehingga bisa meliukkan badannya secepat kilat. Binatang itu seolah bisa membaca gerakan yang akan gadis itu lakukan.

"Sial! Ini tidak masuk akal! Panahku juga meleset," umpat Miya kesal.

"Dia terlalu kuat untuk seukuran macan biasa," kata Clint. Dia pun membuat percobaan yang sama seperti yang Miya lakukan dengan menembaknya ke segala arah tempat binatang itu mengejar, tetapi gagal. Pelurunya hanya terbuang percuma.

"Sekarang apa?" tanya Miya yang sudah kehilangan ide.

"Apa lagi? Terus lariii!" teriak Zilong yang makin berlari kencang mendahului Miya dan Clint.

"Dasar idiot! Kau ini hanya pandai dalam hal kabur saja, ya? Gunakan tombakmu, bodoh!" seru Clint, masih tetap berusaha menembak.

"Pelurumu saja tidak berhasil mengenainya apalagi tombakku. Bisa-bisa aku kehilangan senjataku," kilah Zilong.

"Alasan," sahut Miya kesal.

Binatang itu mempercepat larinya. Disaat jaraknya lumayan dekat, dia mengaum kencang. Miya terus berlari sambil menutup sebelah telinganya karena satu tangannya lagi sedang membawa busur. Begitu juga dengan Zilong dan Clint. Sebelum tiga orang itu berhasil keluar dari hutan, binatang itu melakukan ancang-ancang dan bersiap melompat.

BRUKKK!

Binatang itu melompat tinggi dan berhasil menabrak badan Clint. Pemuda itu meringis kesakitan. Zilong yang menyadari temannya dalam kesulitan langsung berbalik arah menerjang binatang itu.

Keduanya bertubrukan. Zilong berhasil menendang tubuh binatang besar itu dari punggung Clint dan tergelinding ke samping. Si binatang menggeliat sebentar. Belum sempat Zilong bangun, binatang itu sudah melompat lagi ke arahnya dan menginjak dadanya. Dia mengaum kembali di atas wajah Zilong.

"UHUKK!!" Zilong terbatuk. Dadanya sakit dan terasa sangat sesak, serasa dijatuhi batu raksasa. Gendang telinganya juga seperti mau pecah. Dia tidak bisa menggunakan tombaknya dengan benar karena badannya tertindih. Entah kenapa dia merasa lemas hanya dengan mendengar auman itu saja.

"Zilong!" teriak Clint dan Miya bersamaan.

Miya menarik tali busurnya dan berusaha memanah binatang itu sebelum Zilong dimangsanya. Ketika anak panahnya melesat, sebuah benda datang dari arah lain dan menabrak anak panah Miya di udara. Seketika panah itu jatuh ke tanah sebelum sempat mengenai binatang itu.

"Apa itu?" tanya Clint bingung.

Sebuah anak panah yang lain datang melesat dan menancap di tanah, tepat di samping kanan Zilong tergeletak.

Si binatang beringsut mundur begitu melihat panah itu. Dia seperti ketakutan. Sambil menggeram kecil, dia berjalan mundur dan melihat ke suatu tempat.

Seorang gadis muncul di kejauhan sambil berlari menghampiri tempat kejadian. Binatang yang tadinya menggeram marah kini menunjukkan wajah memelas dan menunduk seolah minta pengampunan dari seseorang yang baru saja datang.

"Apa yang kau lakukan di sini, Leo?? Seharusnya kau tetap di sana saat bangun, bukannya membuat masalah," tukas sang gadis berambut merah dengan berkacak pinggang. Binatang itu hanya menggeram pelan dan tak berani menatap matanya.

Miya dan Clint cepat-cepat membantu Zilong berdiri.

"Kau tidak apa-apa?" tanya Miya sambil membantu Zilong membersihkan pakaiannya yang kotor.

Zilong mengangguk sebagai tanda dia baik-baik saja dan tidak terluka sedikit pun.

"Maafkan aku, Leo memang sangat nakal. Tapi dia tidak bermaksud melukai kalian," ucap gadis itu merasa bersalah.

Clint menodongkan pistolnya. "Tidak bermaksud bagaimana, hah? Macan itu hampir membunuh kami semua."

"Aku tahu, tapi percayalah. Leo tidak akan menyakiti kalian. Dia selalu melakukan kesalahan saat mau mengenal seseorang."

"Kau penyusup. Siapa kau?" tanya Zilong tanpa memedulikan penjelasan gadis asing itu. "Kenapa kau bisa ada di sini?"

Gadis itu berjalan selangkah mendekati mereka. Dan dia tidak tersinggung sama sekali ketika tiga orang di depannya mengacungkan senjata mereka ke arahnya. "Namaku Irithel. Aku berasal dari Hutan Avaelt dekat perbatasan antara kerajaan Calestine Land dengan wilayah Omorald Field. Dan binatang nakal ini adalah sahabatku, Leo. Dia seekor Smilodon."

"Apa yang membawamu ke sini?" selidik Zilong lagi. Dia masih mengacungkan ujung tombaknya ke wajah gadis manis itu.

"Aku dan Leo melarikan diri. Hutan tempat tinggal kami sudah dihancurkan. Leo yang membawaku pergi dari sana dan akhirnya sampai di tempat ini."

"Bagaimana kami bisa percaya kata-katamu?" Kali ini Miya yang bertanya.

"Apa aku terlihat dalam kondisi bisa melawan kalian seorang diri dengan senjata lengkap di tangan kalian?"

Mereka bertiga terpaku dan masih bersikap waspada. Mereka tidak bisa percaya begitu saja pada sembarang orang.

"Kalian seorang Nobilium. Kalian tidak akan asal membunuh orang. Percayalah padaku, kami bukan penyusup seperti yang kalian pikirkan," bujuk Irithel.

Entah mengapa Miya merasakan gadis itu berkata jujur. Mungkin karena sama-sama perempuan sehingga bisa memahami satu sama lain. Akhirnya, dia menurunkan busurnya. Zilong dan Clint menatapnya seolah ingin berkata, "Kenapa kau turunkan senjatamu? Kita harus waspada." Tapi sebelum itu terjadi, Miya memberikan kode khusus melalui tatapan matanya supaya dua pemuda itu mengikuti keputusannya.

Dengan mengembuskan napas lelah, Zilong dan Clint ikut menurunkan senjata mereka dan memberi kesempatan Irithel untuk menjelaskan kedatangannya secara detil.

"Kau bilang Hutan Avaelt dihancurkan? Siapa yang melakukannya?" Miya mulai tertarik dengan kasus yang dialami gadis berambut merah di depannya.

"Sekelompok orang—iblis—makhluk, ah aku tidak tahu harus menyebut mereka apa. Mereka datang di malam hari dan menghancurkan hutan kami tanpa alasan. Leo sempat bertarung dengan mereka, tapi karena jumlah mereka tidak sedikit, kami memutuskan untuk mencari celah dan kabur," kisahnya. Raut wajah Irithel mendadak menjadi sedih. Bukan hanya karena kehilangan tempat tinggalnya, tetapi juga tak terlalu kuat melawan mereka.

Clint berpikir sejenak. "Jarak dari perbatasan itu ke hutan ini sekitar tiga hari. Itu jarak yang paling dekat jika kalian mengambil jalur tanah padang dan perkebunan. Dulu aku pernah melewati daerah itu bersama rekanku. Nyaris tidak ada rumah atau desa di jalur itu. Selama itu kau dan Leo beristirahat di mana?"

Irithel tak langsung menjawab. Dia menatap Leo dan mengusap kepalanya dengan lembut. Leo mengusapkan lehernya ke badan Irithel dengan manja. Melihat itu, Irithel memeluknya erat. Tiba-tiba airmata merebak di pelupuk matanya.

"He-hei, k-kau tidak apa-apa? Maaf, aku tidak bermaksud menyinggungmu," ucap Clint merasa bersalah.

"Tidak apa-apa. Ini salahku. Andai aku bisa lebih kuat, Leo tidak akan membawaku ke sini. Tidak sampai dua hari kami sudah tiba di sini, karena selama itu Leo terus berlari membawaku menjauh dari sana. Demi menyelamatkanku dia tidak mau berhenti."

Zilong, Miya, dan Clint tercengang dengan penjelasan Irithel. Mustahil. Mereka nyaris tak percaya seekor Smilodon bisa sekuat itu; berlari jarak jauh tanpa beristirahat. Tadinya mereka juga sempat mengira Leo sudah sangat kuat karena memiliki gerakan yang sangat lincah, namun ternyata keadaannya yang sekarang sedang tidak cukup prima. Mereka berpikir, akan sekuat apa Leo dalam kondisi terprimanya?

"Apa Leo baik-baik saja?" tanya Zilong sambil mendekati Leo dan ikut mengusap kepalanya. Bulunya sangat lembut. Dia juga merasa bersalah karena tadi sudah berusaha melumpuhkannya bersama Clint dan Miya.

"Tepat setibanya kami di sini dia jatuh pingsan sampai pagi ini. Kaki dan punggungnya mengalami cidera. Aku meninggalkannya sebentar untuk mencari tanaman obat di sekitar sini. Mungkin dia tersadar saat bertemu dengan kalian dan ingin memastikan kalian bukanlah orang-orang yang menyerang kami," jelas Irithel.

Miya menatap Zilong dan Clint bergantian. "Kita harus melaporkannya pada Aaron. Leo harus mendapat perawatan. Aku yakin atas seijin Aaron, kakakku mau mengobati Leo."

Zilong mengangguk setuju. Dia sudah melupakan apa yang terjadi tadi. Akan lebih baik jika mereka memberi pertolongan untuk dua anak malang ini.

"Nona, ikutlah dengan kami. Jangan takut, kau berada di tempat yang aman," kata Zilong meyakinkan.

Irithel menatap Leo lagi. Tidak ada cara lain, mereka memang membutuhkan pertolongan. Setidaknya untuk sekarang, Leo harus dipulihkan.

Next chapter