webnovel

Pendatang Baru

Zilong, Miya, dan Clint sudah sampai di Mansion.

Mereka tahu, hukuman keras sudah menunggu mereka karena datang terlambat. Dan mereka sudah siap menerima hukuman itu.

Saat perjalanan memasuki Mansion, kebetulan mereka melihat Aaron, sang Kepala Mansion berdiri dan bercakap-cakap dengan dua orang asing di teras depan. Aaron tampak menjelaskan sesuatu pada mereka jika dilihat dari gerak tangannya.

"Hei, Aaron," sapa Zilong.

Aaron menghentikan percakapannya dengan dua orang asing itu lalu menghadap pada tiga anak muda yang baru saja menghampirinya.

"Kalian terlambat lagi," kata Aaron menegaskan.

"Emm, kami sedikit mengalami sesuatu di Shade Forest," ungkap Clint.

"Apa yang terjadi?"

"Aaron, sebaiknya kau menemui seseorang. Dia ada di luar Mansion, kami yang memintanya menunggu di luar," terang Zilong membuat Aaron jadi penasaran.

"Siapa? Nobilium?" terka Aaron.

Zilong menggeleng. "Seseorang yang tinggal di dekat perbatasan. Kami menemukannya di Shade Forest bersama seekor Smilodon. Dia butuh pertolongan kita."

Kening Aaron berkerut bingung mendengar penjelasan Zilong. "Baiklah, aku akan menemuinya," katanya kemudian. "Tapi, sebelum itu, kuperkenalkan dulu kalian dengan pendatang baru kita, Alucard dan Ruby. Mulai sekarang mereka menjadi bagian dari ksatria Calestine Land."

Zilong, Clint, dan Miya menyambut dan menyalami mereka dengan baik. Mereka memperkenalkan diri masing-masing.

"Nobilium?" tanya Zilong memastikan.

"Tentu. Mereka datang dari jauh dan kuharap kalian bisa membatu mereka menyesuaikan diri di sini," pesan Aaron pada ketiga anak muda di depannya.

Zilong, Miya, dan Clint mengangguk. Lantas pemuda berkuncir dengan rambut coklatnya itu berusaha mendekati Alucard dan bermaksud mengajaknya berkeliling, namun Alucard dengan sengaja menggeser tubuhnya seakan dia tak ingin didekati oleh siapa pun.

"Di mana tempat pelatihannya?" tanya Alucard pada Aaron tanpa menghiraukan Zilong yang terbengong-bengong melihat sikapnya. Lalu dia merasakan sakit kecil di lengannya karena cubitan Ruby.

Gadis mungil itu juga kesal dengan sikap Alucard yang tak menyenangkan, lantas ia hanya tersenyum canggung pada Zilong.

"Ada lapangan di belakang Mansion ini. Silakan masuk saja, di dalam sudah ada pengawas tempat pelatihan yang menunggumu," ucap Aaron.

Alucard mengangguk lalu melangkah pergi tanpa mengucapkan kata permisi kepada yang lainnya. Karena ulahnya, Ruby yang sejak tadi diam mau tak mau harus menyingkirkan suasana yang serba canggung ini.

"Maafkan aku, dia hanya belum terbiasa dengan tempat yang baru. Kumohon kalian jangan salah paham menilai sikapnya," kata Ruby sopan serta membungkukkan badan tanda hormat.

"Kenapa minta maaf? Aku bisa memakluminya," ujar Aaron menenangkan. Ruby mengembangkan senyumnya dan merasa lega. "Baiklah, ada sesuatu yang harus kuurus. Kalau kau membutuhkan sesuatu silakan datang saja ke ruanganku. Dan, kalian bertiga ajak Ruby juga ke kelas."

"Baik," jawab Zilong, Miya, dan Clint serempak.

Aaron berlalu meninggalkan mereka di teras Mansion dan meninggalkan Ruby seorang diri bersama teman-teman barunya. Gadis itu bertubuh mungil dan memiliki wajah yang manis, agak pendiam namun cukup hangat jika sudah terlarut dalam pembicaraan.

Zilong mendekati Ruby dan berdiri di sampingnya hendak menanyakan sesuatu. "Apa ada yang salah denganku? Dia seperti sengaja berjarak," kata Zilong mengutarakan isi kepalanya. Dia masih heran dengan sikap Alucard barusan.

"Zilong, sudahlah, tidak perlu dipermasalahkan," ujar Miya yang disertai dengan anggukan Clint di sampingnya.

"Mohon maklumi dia, ya. Dia hanya belum mengenal tempat ini saja," kata Ruby.

"Apa dia kekasihmu?"

Tiba-tiba Zilong dan Clint menoleh ke arah Miya yang sudah melontarkan pertanyaan konyol itu. Untuk apa dia menanyakannya? Jelas-jelas hal itu bersifat pribadi.

"Dasar gadis bodoh, untuk apa juga kau menanyakan itu? Ruby baru saja datang ke Mansion ini, bukannya ajak dia jalan-jalan tapi kau malah menanyakan hal yang konyol," celetuk Clint. Terkadang sikap Miya memang agak kekanakan.

Zilong menggeleng tak habis pikir dan berganti menatap Ruby. "Maafkan teman kami, Ruby. Mungkin otaknya rusak karena terkena panahnya sendiri."

"Apa kau bilang? Otakku rusak??" sahut Miya tak terima. Ia hendak menempeleng kepala Zilong namun pemuda itu dengan cepat berkelit.

Ruby tersenyum kecil. Ia tidak tahu mengapa dirinya harus berada di antara orang-orang aneh ini. "Dia sudah seperti saudara bagiku. Kami bertemu dari kami masih kecil dan bersama hingga sekarang," jelasnya dengan jujur.

"Ah, seperti Kagura dan Hayabusa. Mereka juga bersahabat sejak kecil," kata Miya berapi-api.

"Siapa mereka?" tanya Ruby bingung. Mendengar Miya bicara, gadis itu termasuk ajaib juga.

"Mereka juga teman kami. Nanti akan kukenalkan pada mereka. Ayo kita masuk, Ruby," ajak Miya bersemangat. Gadis itu menggandeng tangan Ruby dan meninggalkan dua pemuda itu sendirian.

"Kau lihat pemuda itu? Apa dia benar-benar Nobilium?" bisik Clint kemudian.

"Apa maksudmu?"

"Maksudku, kau lihat salah satu tangannya tadi? Aku merasa... dia itu seperti..."

"Ya, aku melihatnya," sahut Zilong. "Dan, aku juga merasakan ada aura campuran dalam dirinya."

"Itu yang kumaksud. Dia sedikit berbeda dari para Nobilium yang lainnya."

"Kita lihat saja nanti, jika dia berulah, kita lempar saja dia pada Leo untuk sarapan."

***

Alucard duduk di tepi lapangan tempat pelatihan. Ia bersandar pada batang pohon yang menaunginya. Dari awal datang dia memang belum berlatih dan ingin menenangkan diri dulu di sana.

Ruby berjalan mendekat ketika tahu Alucard sedang duduk di sana sendirian.

"Apa yang kaupikirkan?" tanya Ruby, kemudian ikut duduk di sampingnya.

"Tidak ada," jawab Alucard pendek.

"Seharusnya kau tidak bersikap seperti itu tadi."

"Lalu kau ingin aku bagaimana? Bicara pada mereka dengan tertawa-tawa?"

"Bukan seperti itu juga. Paling tidak bersikaplah dengan baik. Biar bagaimanapun kita baru di sini. Jangan sampai membuat mereka tidak nyaman dengan sikapmu itu."

"Bagus kalau mereka merasa seperti itu, jadi mereka tidak perlu menggangguku."

Ruby menghela napas kesal. Pemuda itu memang keras kepala dan tidak pernah mau mendengar nasihat orang lain. Jika orang ini bukan Alucard, mungkin Ruby tidak akan tahan lagi dengan sifatnya itu.

Dari kecil mereka sudah hidup bersama dari satu tempat ke tempat yang lain. Mereka saling menemani dan melindungi. Tak ada satu waktu pun yang terlewat tanpa kebersamaan keduanya. Bagi Ruby, Alucard adalah sosok teman, kakak, sekaligus seseorang yang patut ia jaga dan lindungi. Begitu juga dengan Alucard. Tapi terkadang Ruby juga merasa kesulitan dalam menghadapi pemuda itu.

"Baiklah kalau kau tetap seperti ini," kata Ruby pasrah. "Kau jalani sendiri saja misimu itu."

Ruby hendak beranjak berdiri meninggalkan Alucard tetapi cepat-cepat dicegah oleh pemuda itu.

Alucard menatap Ruby bingung. "Apa maksudmu?"

"Maksudku, aku mau kembali ke dalam. Untuk apa aku di sini dan menasehatimu kalau kau sendiri saja tidak mau mendengarkanku?!" tandas Ruby kesal.

"Tidak ada yang memintamu ke sini, kan?"

"Kau..." Ruby ingin sekali mencekik Alucard saat ini juga, tetapi percuma saja. Dia hanya akan membuang-buang energi. Seorang Alucard tidak akan mati hanya dengan dicekik. "Sudahlah, aku pergi saja."

"Tunggu," kata Alucard cepat. Ia menahan tangan Ruby supaya gadis itu tidak beranjak berdiri. "Maaf."

Ruby menghela napas dan membuang pandangannya ke tempat lain.

"Aku hanya tidak ingin berbasa-basi dengan mereka. Itu membuang waktuku."

"Kalau kau ingin mencari 'dia' mulai dari tempat ini, bersikaplah sewajarnya. Jangan membuat orang-orang di sini jadi berpikir salah tentang kita."

"Baiklah."

"Kau mengerti tidak?" tanya Ruby menegaskan. Dia ingin Alucard benar-benar memahami perkataannya.

"Iya, iya. Aku mengerti. Sudah jangan cerewet lagi."

Ruby tersenyum senang mendengarnya. Ternyata tak terlalu sulit membuat pemuda itu mau menuruti perkataannya. Itu semua demi kebaikan Alucard sendiri. Ruby ingin pemuda itu bisa bersikap baik pada semua orang.

Tiba-tiba Ruby merasakan berat di pundaknya. Saat dia menoleh, ternyata Alucard sudah meletakkan kepalanya dan bersandar di pundaknya.

"Eh?"

"Diamlah. Pinjamkan aku pundakmu sebentar saja. Aku lelah," kata Alucard pelan.

Ruby tak berkata-kata lagi. Entah kenapa dia selalu merasakan hal yang aneh tiap kali Alucard melakukan itu. Sudah sering Alucard bersandar pada bahu atau pundaknya, tetapi Ruby sama sekali tak mengerti tentang apa yang dirasakannya. Hatinya seakan menghangat, cemas, tetapi juga senang. Entahlah. Yang pasti, Ruby hanya ingin terus menemani pemuda ini. Sampai kapan pun.

"Kalian di sini? Aku mencari kalian dari tadi."

Sebuah suara lain muncul di tengah momen santai mereka berdua.

Alucard menegakkan kembali tubuhnya dan menatap seseorang yang baru saja datang menghampiri mereka.

Miya sudah berdiri di dekat mereka sambil tersenyum ramah.

"Miya, ada apa?" tanya Ruby balas tersenyum.

"Aku datang atas perintah Aaron," jelas Miya. "Tuan Alucard, kau diminta datang ke ruangannya sekarang."

Alucard menatap Miya tanpa ekspresi lalu segera berdiri. "Baiklah," katanya yang langsung melenggang pergi begitu saja.

Miya terpaku sejenak. Sejak awal kedatangannya,  pemuda itu selalu menunjukkan sikap dinginnya. Dan hal itu membuat Miya penasaran. "Ada apa dengannya?" gumamnya.

"Miya, semoga kau tidak tersinggung dengan sikapnya," kata Ruby yang menyadari keterpakuan Miya.

"Ah, tidak apa-apa. Aku mengerti, pasti sangat sulit menyesuaikan diri di tempat yang baru."

"Sebenarnya tidak terlalu sulit bagiku, tetapi memang agak sulit baginya. Kuharap kau bisa lebih sabar menghadapinya."

Miya mengangguk mengerti. "Kalian datang dari mana? Pasti jauh sekali, kan?"

"Kami dari kota Agaria. Kurang lebih empat hari bagi kami menempuh perjalanan ke sini."

"Oh, pasti sangat melelahkan."

"Itu sudah biasa. Kami hidup berpindah-pindah jadi sering melakukan perjalanan."

"Kenapa begitu? Apa kalian tidak punya rumah?" tanya Miya penasaran.

"Umm... itu..."

"Ah, sudah. Maaf aku terlalu banyak bertanya, Ruby."

"Oh, iya. Tidak apa-apa."

"Aku harus pulang sekarang. Kakakku pasti menungguku," kata Miya.

"Kau tidak tinggal di Mansion?"

Miya menggeleng. "Aku dan kakakku tinggal di rumah perkebunan. Tidak jauh dari sini. Dia tidak bisa jauh dari tanaman obatnya, karena itulah dia membangun rumah kami sendiri di sana," jelas Miya ceria.

Ruby tersenyum mendengar penjelasan Miya.

"Umm, Ruby..."

"Ya?"

"Kau mau jadi temanku? Kau bisa datang ke rumahku kapan saja. Kadang Kagura sibuk sendiri dengan kekasihnya itu, jadi aku merasa agak kesepian."

Ruby terdiam. Teman? Selama ini dia tak pernah memiliki teman selain Alucard. Apa mungkin dia bisa berteman seperti orang-orang lain?

"Ruby?" Miya menyentuh pundak Ruby yang lebih pendek darinya.

"Eh?" Ruby terkesiap.

"Kau mau kan jadi temanku?"

Ruby terdiam sebentar lalu mengangguk. "Baiklah."

Miya tersenyum senang.

Apa aku melakukan hal yang benar? Apa aku terlalu terburu-buru? batin Ruby.

Next chapter