6 Demon Hunter

Alucard berjalan menuju tempat pelatihan. Tempat itu dipenuhi dengan para Nobilium yang sedang melatih kemampuan mereka. Di sana mereka dapat berlatih dengan aman tanpa menyakiti satu sama lain. Dengan bantuan monster dan golem buatan yang diciptakan oleh seorang pengawas tempat pelatihan, Orion, mereka dapat berlatih sepuasnya. Obyek-obyek tersebut bertugas menggantikan musuh yang sebenarnya, jadi para Nobilium harus bisa menggunakan kekuatan mereka sebaik dan sebijaksana mungkin. Meskipun mereka adalah makhluk buatan, tentu para ksatria tidak bisa menganggap remeh ketika melakukan serangan. Para makhluk buatan itu juga memiliki kekuatan dengan tingkatan yang berbeda-beda, mulai dari yang termudah hingga yang tersulit.

Alucard menancapkan ujung pedangnya di tanah. Dia menyaksikan para ksatria yang berlatih di sana dengan harapan ada beberapa orang yang berhenti dan menyisakan tempat untuknya.

Dan waktu berlalu dengan cepat. Sudah dua jam dia menunggu dan tidak ada satu pun dari mereka yang mundur.

"Ini lebih membosankan dari yang kukira," kata Alucard pada dirinya sendiri. Dia mulai bosan menunggu giliran.

Tak lama Ruby datang bergabung dengannya. Gadis bertudung merah itu berdiri di samping Alucard yang terlihat kesal.

"Kenapa dengan wajahmu?"

"Kenapa apanya?"

"Kau terlihat kesal."

Alucard menghela napas. "Aku juga butuh berlatih. Sudah dua jam aku hanya berdiri di sini seperti orang bodoh."

"Tanpa berlatih kau sudah sangat kuat. Untuk apa terus-terusan berlatih? Pengalaman bertarungmu juga sudah banyak."

"Aku hanya bosan."

"Kalau begitu, cobalah bergabung dengan mereka."

Alucard menggeleng. "Tidak. Kau tidak akan bisa tahu batas kemampuanmu jika ada seseorang yang membantumu menghabisi lawan meskipun kau sendiri mampu menghabisinya."

"Ya, kau benar juga."

Keduanya hening dan sama-sama melihat pertarungan para ksatria dengan monster buatan.

"Ada yang ingin kutanyakan padamu," kata Alucard kemudian.

"Apa?"

"Kenapa kau datang ke rumah Miya kemarin?"

"Dia mengajakku. Tidak enak rasanya bila menolaknya begitu saja, jadi aku putuskan mampir sebentar. Apa ada masalah?"

"Aku tidak suka kau pergi jauh-jauh," tegas Alucard dengan ekspresi wajahnya yang datar.

"Um, rumah Miya dekat dari sini. Tidak jauh dari Mansion ini ada sebuah perkebunan, di sanalah tempat tinggal Miya."

"Aku tidak peduli di mana dia tinggal. Aku hanya tidak suka melihatmu pergi tanpa memberitahuku," ketus Alucard.

Ruby tidak merasa tersinggung. Dia malah senang Alucard masih memerhatikannya.

"Ada seseorang yang ingin bertemu denganmu," kata Ruby.

"Siapa?"

"King Estes. Dia ada di sini."

"King Estes? Benarkah?" reaksi Alucard berubah. Ada sedikit kesenangan di raut wajahnya yang terkesan dingin itu.

Ruby mengangguk. "Aku sudah menemuinya kemarin. Seharusnya aku langsung memberitahumu tapi kau sedang bersama Tuan Aaron semalaman."

"Di mana King Estes tinggal? Kenapa dia ada di sini?"

"Hmm.. kau juga tidak menyadari adiknya, ya? Miya yang kita kenal di sini adalah sang Putri. Sang Moonlight Archer, Miya. Tadinya aku pun tidak menyadarinya, kupikir dia adalah orang lain yang bernama sama karena penampilannya sangat berbeda. King Estes dan Miya tinggal bersama di rumah perkebunan itu."

Alucard terdiam. Dia tidak menyangka bahwa Miya yang berada di Mansion ini adalah sang Putri dari Emerald Woodland. Di sana dia sangat disegani. Dia cantik, pintar, dan berbakat dalam panahan. Penampilannya pun selalu anggun dengan balutan gaun cantiknya. Berbeda dengan Miya di sini yang hanya memakai pakaian sederhana selayaknya orang biasa dengan baju berumbai tanpa lengan dan celana pendeknya. Entah mengapa Alucard merasa gadis itu lebih cocok jika berpenampilan biasa daripada berpenampilan sebagai seorang Putri.

Pemuda itu segera menyingkirkan segala pemikirannya tentang Miya. Dia berencana menemui Estes nanti.

Lalu pandangan mereka berdua tertuju pada seseorang berpakaian ninja yang mengenakan masker hitam di wajahnya. Dia terlihat fokus dengan empat monster yang mengepung dirinya.

"Sepertinya dia sedang kesulitan," kata Ruby berkomentar.

Alucard tidak menimpali. Dia juga memerhatikan ninja muda itu.

Dalam sekejap sang ninja menggunakan teknik bayangan hitam dirinya yang menyebar ke segala penjuru jauh dibelakang monster-monster itu berada. Sebelum para monster menyerang, dia melemparkan beberapa shuriken dengan gerakan cepat. Shurikennya tepat mengenai sasaran. Lalu dia menerjang ke salah satu monster untuk melakukan serangannya dengan senyap dan cepat. Dengan katananya dia melakukan eksekusi pada empat monster sekaligus dengan gerakan yang nyaris tak kasat mata. Para monster mulai melemah diserang seperti itu. Tapi mereka juga tidak mudah menyerah begitu saja. Mereka bersama-sama mengepung dan mengeroyok si ninja muda dengan melayangkan satu serangan.

BRUGGHH!

Sang ninja berhasil berteleportasi ke salah satu bayangannya dan membuat para monster itu bertubrukan satu sama lain.

"Wow, dia hebat!" seru Ruby kagum.

Sang Ninja kembali melempar shurikennya untuk melemahkan pergerakan lawan. Ketika shuriken itu mengenai mereka, sang ninja kembali menerjang ke arah mereka. Dia kembali menyabetkan katananya dan menyerang mereka secara bertubi-tubi dengan gerakan cepat. Para monster tumbang. Mereka dikalahkan.

"Siapa dia?" tanya Alucard penasaran. Dia terkesan dengan kemampuan unik yang ditunjukkan sang ninja di depannya.

"Hayabusa, Shadow of Iga. Ninja terbaik dari semua ninja yang ada di Calestine Land."

Tiba-tiba sebuah suara datang menginterupsi pembicaraan mereka. Alucard dan Ruby menoleh ke arah sumber suara. Zilong datang dengan membawa tombak di tangannya.

"Jadi dialah Hayabusa yang diucapkan Miya kemarin waktu kami datang?" tanya Ruby.

"Benar. Dan yang di sampingnya adalah Kagura. Dia juga tidak kalah hebat dari pemuda itu."

Mereka melihat ke arah dimana ada seorang gadis berpakaian yukata hijau muda yang juga sedang sibuk dengan dua monsternya. Berbeda dengan yang lain yang bersenjatakan pedang, tombak, panah, shuriken, atau pisau, gadis itu menggunakan payung sebagai senjatanya.

"Dia menggunakan payung?" tanya Alucard bingung.

"Itu bukan payung biasa," jelas Zilong.

Si gadis beryukata, Kagura, melempar payungnya ke arah monster yang menjadi lawannya. Payung itu berputar-putar diatas tanah dan menguarkan energi sihir di sekitarnya. Dua monster berusaha menghindar namun dengan cepat Kagura memindahkan posisi payungnya. Payung itu tepat mengenai mereka. Pergerakan mereka mulai melemah. Kagura menarik payungnya kembali dan melempari mereka dengan bola sihir kecil yang keluar dari telapak tangannya. Para monster marah, mereka mulai menerjang Kagura.

"Dia dikejar," kata Ruby.

Kagura berlari menghindari kejaran dua monster lawannya. Monster itu hendak melompat ke arahnya namun berhasil dia cegah. Payung gadis itu lagi-lagi mengenai mereka. Sedetik kemudian, sebuah energi besar berwarna ungu menguar dari putaran payungnya dan mengeluarkan tali cahaya yang mengikat dua monster itu secara bersamaan. Dalam sekejap monster itu roboh dan darah keluar dari mulut mereka. Seakan belum puas, Kagura berteleportasi menuju payungnya berada dan membuat monster itu lumpuh sementara. Mereka tidak bisa bergerak sedikit pun dan akhirnya Kagura mengakhiri pertarungannya. Dia melompat meninggalkan payungnya di tempat yang sama dan meledakkan energi sihir berwarna hijau dari payungnya sebagai eksekusi terakhir.

Gadis itu tersenyum. Aura kecantikannya terpancar. Hayabusa mendekatinya dan turut puas melihat perkembangan Kagura, sahabat sejatinya sejak kecil. Bahkan pemuda itu sudah mengusap kepala Kagura dengan lembut.

"Mereka... terlihat serasi," komentar Alucard terhadap pasangan muda di depannya.

"Semua juga bilang begitu. Mereka saling melengkapi," kata Zilong. "Sebentar lagi semuanya akan beristirahat. Bagaimana kalau kau menunjukkan kemampuanmu?"

"Aku?" ulang Alucard.

"Ya, kau, siapa lagi? Aku belum pernah melihatmu berlatih. Bagaimana kalau kau menunjukkannya pada kami?"

"Tidak masalah."

Beberapa dari para ksatria sudah selesai berlatih dan berjalan menuju tepian lapangan. Ada juga beberapa sisanya yang masih berlatih di sana seperti Clint, Miya, dan Harley. Clint dan Miya terlihat lihai dalam urusan memanah dan menembak. Harley sangat licah berpindah kesana-kemari sambil melemparkan kartu sihirnya ke arah golem berukuran medium yang menjadi lawannya. Diantara para mage, Harley dan Kagura lah yang terbaik di Calestine Land.

Tak lama, tempat itu mulai sepi. Alucard berjalan mendekati Orion yang membantu peri penyembuh mengecek keadaan para ksatria yang mungkin terluka oleh monster dan golem buatan.

"Tuan Orion, bisakah aku meminta bantuanmu?" tanya Alucard sopan.

Orion tersenyum menanggapi Alucard. Dia tahu apa yang ingin Alucard katakan. "Kau juga ingin berlatih?"

"Benar. Tapi aku membutuhkan banyak golem."

"Seberapa banyak?"

"Dua puluh, bukan, tiga puluh saja."

"Seratus pun aku mampu membuatnya. Tapi, kenapa kau ingin berlatih sekeras itu? Belum pernah ada pendatang baru yang berlatih menggunakan lebih dari sepuluh golem."

"Untuk itulah aku ingin mengukur seberapa besar kemampuanku."

Orion terdiam sejenak. Alucard sepertinya serius dengan perkataannya. Dia teringat dengan perkataan Aaron tadi pagi yang menyebut diri Alucard bukanlah seorang Nobilium biasa. Dia berbeda dari para Nobilium yang lainnya. Mungkin melalui pelatihan ini, dia jadi bisa membuktikan ucapan Aaron.

"Baiklah," kata Orion akhirnya. Dia memutuskan menerima permintaan Alucard. "Tapi apa kau yakin? Mereka bisa saja melumpuhkanmu."

"Tidak masalah. Peri penyembuh di sini masih berguna, kan?"

Orion terkesan dengan sikap antusias yang dimiliki Alucard. Dia bisa jadi petarung yang andal. Lalu Orion menengadahkan kedua tangannya ke udara. Dia mulai merapal mantra untuk membangkitkan para golem. Satu per satu para golem bermunculan dari tanah.

Rupanya aksi yang dilakukan Alucard mendapat perhatian dari semua orang yang baru selesai berlatih. Mereka memutuskan untuk tinggal supaya bisa melihat kemampuan pemuda itu dalam menggunakan pedangnya.

Alucard berjalan ke tengah lapangan dan mulai memposisikan dirinya di tengah kerumunan para golem yang berjumlah puluhan.

"Apa yang dia lakukan? Dia ingin cari mati, ya?" tanya Clint bingung dan bergabung bersama Ruby dan Zilong. Tak lama Hayabusa dan Kagura ikut bergabung dengan mereka.

"Katanya dia bosan dan ingin berlatih. Sudah lama dia di sini menunggu kalian selesai berlatih," ucap Ruby santai.

Alucard memutar-mutar pedang besarnya yang terasa ringan di tangannya. Golem-golem itu belum menyerangnya karena dia belum memulai serangan pertama pada mereka.

Dalam satu tarikan napas Alucard memulai serangannya. Dia memulai dari serangan bawah. Dia berjongkok dan memutar badannya secepat mungkin. Dia mengayunkan kaki kanannya sekuat mungkin dalam sekali tendangan beruntun untuk menjatuhkan para golem. Beberapa dari mereka tumbang. Alucard tidak menyia-nyiakan kesempatan untuk menghancurkan mereka dalam sekali tebas. Dengan lihai dia mengayunkan pedangnya dengan cepat. Barisan pertama dari golem yang mengepungnya hancur seketika ketika Alucard menyabetkan pedangnya dengan gerakan memutar ke arah mereka.

Dia menghabisi sepuluh golem pertama dalam waktu singkat dan itu membuat puluhan pasang mata memandang takjub ke arahnya. Sebenarnya para golem itu tidak ada apa-apanya bagi Alucard. Dia sudah terbiasa bertarung dengan para bandit dan banyak monster, sekuat apa pun mereka. Dia juga sering memburu dan membantai iblis-iblis yang dia temui. Karena itulah dia dijuluki sebagai Demon Hunter. Pengalaman bertarungnya sudah sangat banyak.

"Siapa dia?" tanya Hayabusa ikut takjub dibuatnya.

"Kurasa kau perlu berkenalan dengannya," kata Zilong.

Alucard kembali memutar-mutarkan pedangnya di udara dan fokus pada salah satu golem yang hendak menerjangnya. Sebelum golem itu sampai padanya, dia sudah sampai lebih dulu. Alucard melompat ke arahnya. Dengan satu tendangan fatal, golem itu tersungkur jauh ke belakang.

Golem yang lain murka. Alucard siaga. Dia meliukkan badannya menghadapi serangan para golem yang mengamuk. Beberapa kali dia membungkuk lalu menyabetkan pedangnya ke arah kaki-kaki para golem. Merasa golem itu makin kuat, Alucard berusaha fokus. Matanya mulai menyala merah. Dengan membabi buta Alucard menyerang para golem yang berusaha mengepungnya kembali. Dengan tubuhnya yang sudah jauh terlatih, Alucard mengayunkan pedangnya dengan cepat sehingga terlihat seperti sedang menari. Dalam waktu yang singkat para golem roboh ke tanah.

Alucard menancapkan pedangnya. Dia tidak terlihat lelah sedikit pun.

Semua orang bersorak melihat kemampuan Alucard yang luar biasa.

"Ruby, kau menyebutnya dia sedang berlatih?" tanya Zilong hampir tak percaya.

"Dia... memang kuat," kata Ruby.

Orion menatap Alucard tak percaya. Pemuda itu benar-benar bukan Nobilium biasa. Saat menghabisi sisa golem terakhirnya Orion juga bisa merasakan aura yang terpancar dalam diri pemuda itu.

Aura seorang demon.

avataravatar
Next chapter