1 SURAT MISTERI DI KANTOR ANDRE

Pagi hari yang cerah di Jakarta, sebuah kota yang tak pernah tidur tampak banyak orang yang melakukan aktifitas. Begitu pula Andre, seorang anak pengusaha sukses yang seperti biasanya pergi ke kantor untuk memimpin anak buahnya. Namun, ada yang tak biasa, karena di tengah pekerjaan, Andre menemukan sebuah surat misterius. Andre membaca amplopnya. Dia heran, karena si pengirim adalah Victor, pamannya yang telah meninggal.

"Aneh, Paman Victor bukannya sudah setahun lalu meninggal …. Tapi,mengapa surat ini berada di sini?" tanya Andre dalam hati.

Andre membuka amplop itu, dan ternyata sebuah surat yang tertanggal setahun yang lalu. Kertas surat itu sudah menguning, seperti terlalu lama di simpan. Selain surat, terdapat foto dalam amplop tersebut. Foto Villa yang tampak megah. Andre membacanya, dan merasa aneh. 

"Paman Victor, punya Villa di daerah Puncak? Perasaan, aku gak pernah dengar … tapi, koq tanda tangan dia dan namaku sesuai?" katanya dalam hati. "Ah, sudahlah … ," lanjutnya memasukkan kembali ke amplopnya dan meletakkan di mejanya.

Bersamaan dengan itu, Frans dan Reza datang mengunjunginya. Kebetulan mereka sahabat karib dan juga sering bekerjasama dengan Andre. 

"Andre … lama tak berjumpa." Reza memeluk Andre. 

Andre balas pelukan Reza. "Iya, setahun lalu kita kerjasama, dan hasilnya perusahaan untung besar." Andre memandang Frans, teman kuliahnya sekaligus kuasa hukumnya. "Frans, … wah kamu tambah macho aja, " kata Andre memeluk Frans. Frans balas pelukan Andre. "Iya, Ndre. Makasih banyak."

Andre mempersilahkan kedua temannya duduk di sofa. Untuk sesaat, Reza termenung. Pandanganny tertuju pada amplop dan foto di meja kerja Andre.

"Reza, koq kamu melamun? Sepertinya,  … ," kata Andre yang langsung di putus Reza.

Reza tampak gugup. "Uhm … gak, … nggak koq." Reza tersenyum menutupi permasalahannya.

"Ya sudah, ayo duduk," ajak Andre.

Mereka bertiga duduk di sofa di ruangan kata Andre. Mereka berbincang sejenak. Pembicaraan begitu akrab, hingga Reza yang sempat penasaran dengan amplop di meja sempat melihat sebuah foto Villa di meja Andre.

"Ndre, aku tadi lihat ada foto Villa. Nah ini, kita kebetulan mau ajak kamu liburan. Bagaimana jika kita main di Villa yang di foto itu?" tanya Reza.

Andre terperanjat. "Villa? Villa yang mana?"

"Ndre, Villa, itu yang fotonya di meja kerjamu … ," kata Reza.

"Itu, aku belum tahu … aku belum paham itu Villa siapa … ," balas Andre berusaha meyakinkan.

Frans penasaran. " Uhm … , menarik sepertinya..tunjukin kita dong, Ndre."

"Tapi Frans, -- " kata Andre di putus Frans.

"Tapi apa? Ayolah, kita lihat dong. Asyik nih, kamu diam-diam punya Villa," kata Frans sambil tertawa kecil.

Andre menghela nafasnya. Akhirnya, dengan keterpaksaan, akhirmya Andre bangkit, dan mengambil surat misterius itu. Frans membacanya, dan memandangi foto Villa itu. Dahimya mengernyit. "Uhm, … aneh ya. Bagaimana bisa surat ini, yanh ditulis tahun lalu baru sampai kemari?"

Frans menggelengkan kepalanya. Dia keheranan karena surat itu tampak usang. Dia membaca seksama, dan akhirnya dia letakkan surat itu.

"Uhm … rupanya Villa ini berlokasi di Puncak ya?" tanya Frans keheranan.

"Iya, Frans. Kamu tahu lokasi Villa itu?" tanya Andre.

"Uhm … aku belum faham. Aku belum pernah ke Puncak, " kata Frans.

Reza mengambil surat itu, dia baca. Ternyata Reza mengetahui lokasi Villa itu.

"Uhm … oke. Aku tahu. Sebentar …." Reza mengambil foto itu. Dia mengamati secara teliti. Reza tersenyum sambil mengingat ingat. Akhirya, dia teringat akan Villa tua yang megah. "Uhm … iya. Aku ingat. Villa Roses … sebuah Villa yang banyak taman mawarnya."

"Kamu pernah masuk?" tanya Andre.

"Belum sih, cuman lewat aja," kata Reza.

"Gimana, Ndre?" tanya Frans.

Andre berfikir sejenak. "Duuh! Padahal aku malas mau kasih berita ini, tapi malah kepergok. Hmmm, oke deh. Minggu depan aku pingin liburan. Bolehlah … ," katanya dalam hati.

Frans kembali bertanya, "Bagaimana, Ndre? Jadi?"

Andre menghela nafasnya. "Oke, minggu depan kita ke sana. Kalian bawa pacar?" tanya Andre. Frans dan Reza tersenyum. 

"Tentulah, aku akan ajak Rachel. Dia lama ingin berlibur," kata Frans tersenyum.

"Oke, minggu depan, kita kumpul di rumah Frans aja. Bagaimana?" tanya Andre.

"Boleh, aku setuju," balas Reza.

Mereka pun kembali berbincang bincang. Agak lama mereka merencanakan liburan minggu depan. Sesekali, mereka tertawa renyah mengenang masa-masa kuliahnya.

Sementara itu, di sebuah Mall, Ersa tengah berbelanja. Dia tengah memilih-milih baju yang akan dibeli. Ketika tengah berbelanja, Ersa dikejutkan dengan suara di handphonenya. Buru-buru Ersa mengambil handphonenya. Dilihatnya, ternyata Andre menghubunginya. Di terimalah pamggilan itu. "Ya , Beb. Ada apa?" Ersa sambil melihat lihat gaun.

"Beb, minggu depan, kamu mau liburan? Kita liburan ke Villa. Bagaimana?" tanya Andre dari balik telepon. 

Ersa terkejut. "Beb, beneran kamu punya Villa? Koq, aku belum tahu ya?"

Andre terkekeh. "Hehehe … aku sendiri bingung. Aku belum pernah ke sana …"

Ersa makin heran. "Ah, kamu. Yang bener aja, nanti kamu prank aku, seperti dulu." Ersa tertawa kecil.

Andre tertawa sebentar, dan kembli berkata, "Beb, kali ini amu beneran. Kamu ingat Paman Victor, kan?" 

Ersa terkejut. "Paman Victor? Bukannya tahun lalu dia meninggal?" Ersa mengernyitkan dahi.

Andre membalas, "Iya, paman Victor punya Villa, dan kini aku di beri Villa itu ….'

Ersa berfikir sejenak. Tak lama kemudian, dia tersenyum. "Oke, Beb. Aku mau. Asyik, akhirnya kita berlibur.'

"Ya udah. Nanti kita barengn sama Frans dan Reza. Mereka juga bawa kelasihnnya sendiri-sendiri koq," kata Andre.

"Uhm … wah asyik tuh. Aku juga lama gal ketemu Rachel dan Vero. Oke, Beb. Aku mau shopping dulu. Nanti kita makan siang ya," kata Ersa.

"Oke, Beb. Aku nanti kabari. See ya," kata Andre menutup teleponnya.

Ersa masukkan handphonenya di tas kecil yang dia bawa, lalu dia lanjutkan berbelanja. Tak terasa siang menjelang ketika Ersa selesai berbelanja. Dia menunggu Andre di depan Mall. Dan tak lama kemudian, Andre datang. Ersa langsung masuk ke dalam mobilnya Andre, dan langsung menuju ke sebuah restoran.

Sesampainya di restaurant,  Ersa dan Andre langsung duduk di sebuah bangku di restoran itu. Mereka langsung pesan sebuah menu masakan. Seperninggal pelayan, Ersa dam Andre bercakap-cakap.

"Ndre, kamu serius mau ngajakin aku berlibur minggu depan?" tanya Ersa.

"Iya, Er. Aku, sebeneranya belum tahu perihal Villa itu. Ini ada fotonya." Andre mengeluarkan foto Villa dari sakunya, dan membatikannya pada Ersa. Ersa melihatnya.

"Uhm … Villanya besar sih, dan bagus. Dua villa dalam satu komplek tanah yang luas. Kayaknya menatik nih," kata Ersa sambil tersenyum.

"Kita pergi minggu depan, sama Frans, Reza, Rachel, dan Vero," kata Andre.

"Oke. Aku mau," kata Ersa tersenyum manis.

Obrolan mereka terhenti sejenak. Pelayan mengantarkan makanan pesanan mereka, dan menghidangkannya di atas meja. Setelah makanan terhidang, pelayan tersebut kembali pergi. Mereka berdua menyantap makan siangnya.

Sementara itu, Frans tengah mempelajari sebuah kasus. Dia tengah mempelajari sebuah kasus dari kliennya. Dia baca berkas perkara secara teliti. Setelah selesai, dia berkata pada kliennya.

"Uhm, … oke. Kasus ini tergolong kasus yang ringan kapan persidangannya?" tanya Frans.

"Sidang sebenarnya esok lusa, namun di tunda minggu depan. Itu sidang perdananya," kata Klien.

"Uhm, … oke. Aku tidak bisa tangani, karena minggu depan aku akan berlibur. Bagaimana jika saya tawarkan relasi saya? Kemampuannya sama bagusnya," kata Frans.

Klien tersebut berfikir sejenak. Dia berunding dengan saudaranya. Akhirnya, mereka setuju. Frans menghubungi relasinya. Agak lama dia menelepon relasinya. Setelah selesai, dia menyerahkan berkas perkara pada kliennya.

"Pak, kebetulan relasi saya, Pak Rizqy kebetulan bisa. Uhm, ini alamatnya, dan bapak langsung temui beliau. Tadi saya sudah katakan pada beliau," kata Frans.

"Uhm … oke. Terima kasih, Pak," kata Klien itu yang langsung berjabat tangan, dan keluar dari kantor Frans.

Sepeninggal klien, Frans kembali mempelajari berkas perkara yang dia tangani sebelum berlibur. 

Waktu terus berjalan, hingga tanpa terasa, sore menjelang. Reza tengah berduaan dengan Vero di sebuah taman. Mereka berdua duduk di sebuah bangku. Vero begitu mesra merangkul Reza yang tengah duduk di sebelahnya.

"Vero, aku mau ajak kamu liburan," kata Reza dengan nada mesra.

"Oh ya? Liburan kemana?" tanya Vero.

"Liburan ke puncak. Temen aku, Andre kebetulan ada villa yang bagus. Bgaimana?" tanya Reza.

Vero berfikir sejenak. Dia tersenyum simpul.

"Uhm … bolehlah. Kamu tahu kan, lokasinya? Kan kamu sering ke puncak," kata Vero.

"Iya lah. Aku tahu koq. Villanya sudah tua, tapi pemandangannya bagus. Ada taman mawar yang luas," balas Reza.

"Oke. Aku mau. Sepertinya itu ide menarik," kata Vero tersenyum manis.

Mereka berdua saling berpandangan dengan tersenyum. Sambil bermesraan, mereka nikmati indahnya matahari yang terbenam. Vero begitu mesra merangkul Reza, dan menyandarkan kepalanya do bahu Reza.

"Vero, kamu sore ini begitu cantik," kata Reza.

"Kamu ini, paling jago kalo merayu … ," balas Vero tersenyum manis.

"Serius, aku berkata jujur, Say," kata Reza sambil membelai lembut rambut Vero.

Vero tersenyum menikmati belaian lembut Reza. Dalam hatinya, Vero berkata, " Frans, aku akan coba melupakanmu. Aku sudah bahahia dengan Reza."

"Vero, aku begitu menyayangimu. Aku ingin melamarmu, setelah kita berlibur nanti," kata Reza.

Vero hanya diam dan tersenyum. Ketika ada pedagang minuman, Reza membeli minuman untuk mereka berdua. Sambil menikmati indahnya sore, mereka menikmati minuman yang mereka pegang sambil sesekali bercanda riang.

avataravatar
Next chapter