1 Prolog

"Sersan yakin akan pulang meski cuaca semakin dingin ?"tanya seorang kopral wanita.

Aku hanya berkata kalau aku bosan terlalu lama bertugas dan menyerahkan sisanya. Untung saja dia menyanggupinya tanpa bertanya kembali meski aku merasa bersalah sih. Padahal dia lebih tua dariku namun karena wajib militer 8 tahun lalu membuatku menjadi sersan meski baru 18 tahun.

"Sayang banget aku gak bisa mendapatkan seorang onesan."

"Apa yang anda maksud sersan ?"jawab kopral.

"Ah.. tidak, bukan apa-apa. Baiklah aku pamit pulang kopral."

Zen menyiapkan peralatanya lalu menghampiri sebuah skuter listrik yang mulai ramai dipakai 2038 berkat pesatnya teknologi ramah lingkungan saat itu.

Ketika semua dirasa siap akhir ia pergi menuju rumahnya. Melewati jalan yang cukup lengang ia berkendara dengan santai hingga butiran salju mulai turun.

"Ah sial! pantas saja hari ini dingin sekali aku harus cepat."

Ketika ia mempercepat skuternya, Zen merasa setiap melewati gang ada sesuatu yang sedang mengawasi dirinya tah itu hanyalah firasat atau memang ada sesuatu yang sedang mengawasinya.

Akhirnya karena ia semakin yakin kalau ada yang sedang mengikuti, iapun mengambil jalan lain samping kanal yang hampir tidak ada gang sama sekali. Tetapi tanpa sadar ia tergiring kesebuah lokasi yang memiliki kenangan buruk.

"Lokasi ini...!"

Kenangan Zen kembali datang ketika melihat sebuah gedung berwarna merah bergaya eropa dipenuhi bunga untuk mengenang tragedi 5 tahun lalu. Ketika invasi Borusia ke kekaisaran Yamato.

Aku ingat saat mereka menariku keluar bersama orang-orang. Teriakan mereka kembali terdengar. Dan apa yang kulakukan Saat itu ? hanya terdiam tanpa suara melihat mereka menghilangkan menjadi abu merah.

Berteriak? Sepertinya suaraku sudah tertutup teriakan semua orang. Menangis ? Tentu saja aku menangis tanpa henti seolah air mataku akan kering. Saat keputusasaan sudah sampai puncak dimana senapa sudah di todongkan ke wajah, aku hanya menutup mata dan berharap semua ini hanyalah mimpi .

slasss~~~

Wajahku terasa dingin ketika membuka mata tentara tadi sudah tewas bersimbah darah. Tenggelam dalam kebingungan melihat sosok berjubah hitam membawa sebuah katana berdiri di hadapanku.

Terlepas siapa sosok itu, yang jelas aku selamat ketika itu.

"Jangan bersedih, kuatlah! Dan jadi lebih kuat lagi!!" saut pria misterius itu.

Zen yang telah menyerah akan hidup akhir kembali bersemangat untuk tidak kalah tanpa perlawanan.

Ketika ia mulai ingat wajah sosok itu tiba-tiba angin besar muncul membuat kenangannya ikut memudar.

"Apa-apa ini! Apakah akan ada badai ? Aku harus cepat pulang."

Zen melanjutkan perjalanan pulang yang tak jauh dari monumen peringatan.

Ketika Zen sampai di jembatan penghubung kanal untuk sampai ke rumahnya di sebrang, angin semakin kencang menerpa hingga membuat skuternya sulit menahan ke seimbang.

Di tengah jembatan seperti ada sesuatu yang berdiri tapi entah apa itu karna angin yang mulai bercampur salju membuat tidak terlihat jelas dari kejauhan.

"Hoy... Jangan bercanda saat badai begini, siapa kau?!"

Ketika ia mendekati saat itupun sosok itu semakin jelas.

Alangkah terkejut dia ketika menemukan seekor harimau putih dengan sayapa besar berwarna hitam berbintik putih seolah bintang... Tidak memang sayap itu terbuat dari bintang itu sendiri pikir Zen.

Harimau itu tersenyum lalu mengepakan sayapnya hingga membuat Zen terjatuh dari sekuter.

Aku membuka mata perlahan dan mendapati diriku dan harimau itu berada di dalam kubah dan serpihan cahaya emas berjatuhan dari langit kubah seperti sihir, sedangkan diluar kubah badai sedang berkecamuk.

Kurasa serpihan cahaya ini tidak membuatku kenapa-kenapa tapi tetap saja di hadapanku ada seekor harimau siluman kah ? tah lah akupun tidak tau tapi kalau ini hari terakhirku aku berharap bisa mendapatkan pacar sebelum mati.

Menyeret tubuhnya, Zen mencoba menjauh sebari mencoba membuat harimau itu tenang.

"Pus pus... Tenang yah jangan makan aku dagingku tidak enak,"keringat mulai membasahi wajah.

"Ha.... Manusia yang lucu,"jawab harimau sambil tersenyum.

Sang harimau mulai melebarkan sayapnya yang indah.

"Saatnya untuk mu Zen otaru."

Zen hanya terdiam ketika sang harimau mengepakan sayapnya hingga membuat angin besar menghempaskan dirinya, Untung saja sekuternya menahan ia supaya tak terbang jauh.

"Sial! Apa yang kamu lakukan byakko sialan!!"

Namun sang harimau sudah menghilangkan.

Zen tersadar kalau dia terbangun di tempat lain dari sebelumnya karna banyak lentera dengan api di dalamnya dan rumah-rumah yang redup sejauh mata memandang tidak segemerlap sebelumnya dengan LED dimana-mana dengan gedung tinggi menjulang.

Suara riuh terdengar dari arah yang sebelumnya adalah rumah Zen karna penasaran iapun mengangkat sekuternya dan menuju ke sana.

Alangkah terkejutnya dirinya ketika menemukan segerombolan orang sedang berteriak kepada seorang gadis yang terikat di tiang pancang.

"Haakeaaro... Haakeaaro.." [Bakar]Teriak kerumunan itu.

Zen kebingungan dengan bahasa apa yang mereka pakai namun ketika ia melihat seseorang membawa api dan menghampiri gadis itu, ia tau kalau itu bukanlah hal baik.

"Apakah ini which hunt? Ah... apakah disini juga ada korban kebodohan hingga membuat mereka saling membenarkan pembunuhan ?"

Tanpa pikir panjang Zen tancap gas dengan klakson keras ia berhasil menerobos kerumunan orang dan menendang pria yang membawa api sebari menghunuskan katana yang ia selalu bawa di sekuternya.

"Maaf menghancurkan pesta kalian tapi aku akan membawa gadis ini pergi."

Zen tersadar kalau yang dia hadapi bukanlah manusia saja. Ada banyak makhluk yang belum ia liat selain dari buku namun yang jelas instingnya berkata kalau mereka kuat.

Zen langsung memotong tali yang mengikat gadis itu lalu menangkapnya. Perlahan ia menidurkan gadis itu yang sudah dalam keadaan pingsan dari awal.

Sebuah tombak terbang mengarah ke gadis itu yang langsung di tebas Zen dengan reflek yang sangat cepat yang dia miliki.

"Untung saja guru mengajarkan ku teknik ini. Baiklah sepertinya kalian tidak akan membiarkan kami untuk bebas begitu saja?"

"Haunouhe meedroefkea" [bunuh mereka]

"Entah apa yang kalian bicarakan tapi kalian tidak suka basa-basi. Oky aku terima tantangan kalian."

Zen menangkis berbagai serangan musuh dengan mudah. Saat bersamaan gadis misterius itupun mulai siuman.

Ia heran kenapa bisa lepas dari tiang padahal sebelumnya ia sudah putus asa. Akhirnya gadis itu melihat pertarungan Zen dan berfikir apakah pria itu yang menyelamatkan?

Dari kejauhan seorang dark elf melepaskan panahnya tepat ke arah gadis itu.

~~srak

Tepat sebelum mengenai gadis itu Zen mengorbankan tubuhnya untuk menghalangi panah itu.

"Sial.. reflekku kurang cepat, maaf guru aku lengah."

Ketika Zen terjatuh gadis itu segera menghampirinya.

"Haedrokiaheano jeanogeano meakie" [bertahanlah jangan mati]

Zen yang bersimbah darah hanya tersenyum sebari memandang gadis itu.

"Sial! Aku tidak tau apa yang kamu katakan tapi jangan bersedih."

Zen mengangkat tangannya dan mencoba mengusap air mata gadis itu. Saat pandanganya mulai pudar ia melihat sekilas benda hitam berdiri diatas tiang.

"Ah burung bangkai ? Ya setidaknya mayatku bisa berguna."

Benda hitam itu mendekati Zen dan secara bersamaan pandangannya ikut menghilangkan.

avataravatar