31 31. Sagara Dan Tipu Muslihatnya

"Aaaaaaa!"

Suara teriakan riuh. Kacau parah di ruangan. Setiap orang berusaha menyelamatkan dirinya masing-masing. Ada yang bersembunyi sampai berlari keluar dari ruangan.

Di tengah kondisi yang memaksa seseorang untuk egois, Sagara justru berlari menghampiri Shayna.

Dia berlari secepat tenaga, naik ke atas panggung dan langsung merengkuh tubuh sang istri.

Shayna tidak apa-apa. Tembakan tadi meleset. Tidak mengenai dirinya. Mungkin karena Shayna terlalu cepat untuk menghindar, jadi peluru tidak melesat tepat sasaran.

Dalam dekapan Shayna, ada Riri yang menangis tanpa suara. Dia ketakutan. Untung sekali Shayna sempat menolongnya. Jika tidak, mungkin Riri sudah tak bernyawa saat ini.

"Lo gak apa-apa?!" Sagara menarik tubuh Shayna, memeriksa setiap inci tubuh istrinya. Dia sampai menyikap blazer yang Shayna kenakan hanya untuk memastikan Shayna tidak terluka sedikitpun.

"Gue gak apa-apa… sssshhh…" gadis itu meringis saat tangan Sagara tak sengaja menekan sebuah luka besar di bagian lengan.

"Lo bilang gak apa-apa tapi nyatanya lo kena tembakan itu, Ay!" Sentak Sagara. Dia memeriksa bagian lengan Shayna yang terkena tembakan. Peluru itu tidak bersarang di sana. Hanya sekedar lewat dan menggores lengannya. Sekali lagi Shayna merasa beruntung.

Allah memberinya kesempatan untuk hidup dan terus berbuat baik.

"Kita ke rumah sakit." Sagara sudah panik.

Sedangkan Shayna justru terlihat santai dengan rahang terangkat angkuh. Tangan yang terasa sakit bukan main dia paksakan terangkat untuk memastikan kondisi Riri.

'Kamu baik-baik saja?' Tanya Shayna menggunakan bahasa isyarat.

Riri mengangguk, menjawab dengan cara yang sama. 'Aku baik-baik saja. Terima kasih, Tante Malaikat.'

Shayna tersenyum hangat, barulah mengalihkan fokusnya pada sang suami. "Abi mana?" Tanya Shayna, mencari sosok sekretarisnya.

Sagara yang jengkel mendengar itu langsung saja menyentak Shayna, menarik nya turun dari panggung. "LO LUKA, AY! Bisa-bisanya lo malah cariin Abi?!" Teriak Sagara.

Shayna mengerutkan keningnya, merasa sikap Sagara terlalu berlebihan. "Aku gak apa-apa. Luka aku gak segede itu. Tinggal dijahit sedikit juga palingan sembuh."

"AYNA NURUT SAMA GUE!" Teriak Sagara, membuat semua mata kini tertuju pada mereka.

Tentunya hal ini membuat mereka bertanya-tanya tentang apa yang terjadi pada sepasang suami istri ini. Apalagi gosip mereka akan berharga mahal mengingat sulit untuk mengulik tentang kehidupan keduanya.

Tak ingin menjadi sorotan, Shayna akhirnya menurut. Tanpa sepatah katapun, dia berjalan menuju mobil, masuk ke dalam bangku kemudi sedangkan Sagara duduk di sampingnya.

Selama sepersekian detik, mereka menyadari ada yang salah di sini. "Mas, bukannya yang luka itu aku ya? Kok aku yang nyetir?"

Tatapan mata Sagara tampak kosong, seperti sedang berpikir. "Iya juga ya… udah, lo aja deh yang nyetir. Sanggup 'kan tangan satu?"

"Gila lo ya. Tadi khawatir gak jelas, sekarang malah beban. Heran gue." Gerutu Shayna sembari menyalakan mobilnya. Dia benar-benar menyetir hanya dengan satu tangan.

Mandiri sekali bukan?

"Gue tadi panik, Ay! Lo gak tau gimana paniknya gue ngeliat tangan lo luka— ih Ay! Darahnya tambah banyak Ay! Banyak banget!" Sagara berteriak heboh seolah dialah yang terluka. Dia mengabaikan Shayna yang menatap jalanan dengan tatapan dingin.

"Heboh gitu gak ada gunanya, Mas. Luka aku gak bisa sembuh dengan ocehan kamu." Cibir Shayna.

Sagara meringis, malah memencet luka Shayna.

"Aw! Sakit Mas!"

"Seriusan sakit?"

"Ya lo mikirlah! Luka tembak mana mungkin gak sakit?!" Protes Shayna.

Sagara cengengesan, sesekali meringis tak tega. "Gue kira gak sesakit itu karena lo diem daritadi."

"Gue diem karena nahan sakit. Cara setiap orang untuk menahan sakit beda-beda. Dan aku lebih milih diam biar gak bikin sekitar khawatir."

"Tapi diem kadang bikin salah paham, Ay… bisa aja diem lo bukan nahan sakit tapi nahan berak."

"Mbuhlah, aku kesel Mas ngladeni koe."

***

***

"Istri saya baik-baik saja 'kan Dok?" Sagara pura-pura khawatir saat menanyakan kondisi Shayna pada dokter.

Dia pura-pura karena tau Shayna akan baik-baik saja. Istri mandirinya itu bahkan bisa menyetir mobil ke rumah sakit dalam kondisi tangan terluka.

Dokter yang menangani Shayna nyatanya sama seperti Sagara. Sedikit takjub. "Ya, dia baik-baik saja. Luka nya sudah kami jahit dan… dia sekarang sudah bisa berkutat dengan laptopnya." Jawab Dokter, membuat Sagara membelalakkan matanya.

"Laptop?" Dalam rasa bingungnya, Sagara berjalan memasuki tempat Shayna tadi diobati.

Dan benar saja. Shayna duduk di ranjang rumah sakit dengan laptop di pangkuannya dan ponsel di telinganya yang diapit menggunakan pundak.

Ajaib sekali wanita ini.

"Ay? Lo ketembak beneran atau cuman candaan sih?" Tanya Sagara.

Dia sampai membatin dibuatnya. 'Walaupun sengaja gue bikin meleset tembakannya, tetep aja dia luka.'

"Bentar Mas. Aku lagi gak ada waktu buat ngeladenin kamu. Aku lagi sibuk tanyain Abi apa yang sebenernya terjadi. Tadi dia langsung lari cari pelakunya." Jawab Shayna.

"Terus gimana? Pelakunya ketangkep?" Tanya Sagara dengan wajah sok polos seolah tak tau apapun. Dia duduk di samping Shayna bagai suami yang perhatian.

"Abi belum kasih kabar lagi. Semoga aja sih ketangkep."

Sagara diam dengan seringai di bibirnya yang tak tampak oleh Shayna. 'Gimana mau ketangkep kalau yang ngejar pelaku adalah komplotannya sendiri."

avataravatar
Next chapter