webnovel

24. Sekamar Dengan Abi

Seorang Shayna hendak membunuh? Menyuruh Herlina untuk melakukan aborsi apabila terbukti itu adalah anak Sagara?

Meski terdengar tidak mungkin, nyatanya Shayna akan melakukan hal tersebut. Ya, dia akan melakukannya.

Dia bukannya jahat. Hanya saja hatinya telah mati. Daripada rumah tangganya berantakan, Kakek Dome akan kerepotan mengurus macam-macam, aborsi sepertinya lebih baik dari segala resiko yang ada.

Shayna tidak takut kehilangan Sagara. Tapi, Shayna tidak bisa kehilangan nya dalam waktu dekat ini. Entah sekecewa apa Kakek Dome nantinya.

Sejak hari itu, saat dimana Kakek Dome memutuskan untuk merawatnya, Shayna bertekad akan hidup hanya untuk membalas budi. Dia juga bertekad akan membahagiakan Kakek Dome apapun yang terjadi.

Karena apa? Karena dia bersyukur. Di saat dirinya kehilangan banyak hal, di saat dirinya sepi dan sendiri, seseorang datang dalam hidupnya. Mengulurkan tangan untuk membantunya.

Shayna tidak mungkin bisa bangkit tanpa Kakek Dome. Shayna tidak mungkin bertahan tanpa dia.

Dan untuk bertahan selama puluhan tahun dengan masa lalu menyedihkan, dengan hati yang dirusak berkali-kali, Shayna harus menguatkan hatinya. Menguatkan dirinya. Dan tanpa dia sadari, dia berlebihan dalam kedua hal tersebut. Dia berlebihan dalam hal kuat. Karena kini hatinya mulai mengeras.

Untuk berada di titik ini tentunya tidak mudah. Banyak rintangan yang harus dia lalui. Banyak masalah yang harus dia hadapi. Dan banyak kenangan buruk yang harus diterima dengan lapang dada.

"Lo gila ya Ay? Gugurin palalo peyang! Itu anak Ay, bukan boneka yang bisa lo buang kapanpun lo bosen!" Kali ini giliran Sagara yang benar. Tumben sekali otaknya berjalan lurus. Mungkin efek alkohol yang diminumnya atau efek bangun tidur? Entahlah.

Shayna yang sudah tau Sagara akan berujar demikian tak kesusahan untuk membalasnya. "Terus lo berharap gue mau ngerawat anak dari selingkuhan lo? Big no, Mas Sagara! Gue gak sudi merawat anak dari selingkuhan lo. Kenapa gue yang harus ngurusin anak lo sedangkan lo yang berbuat?" sentak Shayna.

Sagara menurunkan ponselnya sejajar ke wajah dia. "Gue gak sengaja menghamili dia."

"Oh bagus… lo baru aja ngaku kalau lo yang menghamili dia. Kalau anak di dalam kandungan dia adalah anak lo. Kenapa gak dari kemarin aja sih?" Shayna mendadak jengkel. Lagipula siapa yang tidak jengkel saat mengetahui suami sendiri menghamili perempuan lain?!

Sudah begitu perempuannya sangat belagu dan tidak tau sopan santun.

Sagara yang merasa ini semua semakin rumit bingung harus menjelaskannya bagaimana. "Gue gak ingat kejadiannya. Entah mungkin gue mabok atau apa… entahlah. Yang jelas lebih baik lo gak maksa dia buat tes DNA." Kata Sagara.

Tidak tes DNA? Satu kalimat yang menjelaskan bahwa pria itu takut. Ya, takut terbukti bersalah. Entah apa yang terjadi pada Sagara saat Shayna tinggalkan sampai tiba-tiba seperti ini. Karena yang Shayna ingat, Sagara sebelumnya sangat menyangkal hal ini. Dia menyangkal anak dalam kandungan Herlina adalah anaknya.

Semua menjadi rumit. Shayna bingung dan pusing. "Lusa gue balik. Kita bicarakan pas hari itu."

"Oke." Sagara hanya membalas satu kata.

Shayna menghela nafas panjang, menyugar rambutnya ke samping. Dan itu terlihat indah di mata Sagara.

"Sampai gue balik, tolong jangan bertingkah. Jangan tidur sama cewek lain dulu. Jangan sampai bikin keributan. Jangan berantakin apartemen—"

Gedubrak!

Beberapa barang berjatuhan di dalam kamar apartemen. Dan Shayna mendengarnya melalui telepon.

"Gue yakin lo taruh sepatu di meja tv."

Sagara melipat bibirnya ke dalam, cengengesan tanpa dosa. "Tenang, nanti gue taruh di tempatnya."

"Halah gak percaya gue. Udah ah, gue mau cari duit dulu." Shayna yang sadar dirinya harus segera bersiap berniat memutus panggilan telepon secara sepihak. Tetapi, Sagara mencegahnya.

"Tunggu bentar!" Sahut Sagara.

Shayna mengurungkan niatnya, meletakkan ponselnya di sebuah rak buku dan mengarahkannya ke arah dirinya yang hanya mengenakan kaos panjang sepaha. Dia tidak mengenakan celana. Hanya celana dalam yang tentunya tidak akan terlihat.

"Kenapa?" Sambil sibuk menguncir rambutnya, Shayna tetap menjawab ucapan Sagara.

"Lo di sana berdua sama Abi?" Tanya Sagara.

Shayna mengerutkan kening, mendekatkan wajahnya ke arah layar telepon. "Kenapa emangnya?"

"Gak ada yang lain?" Sagara bertanya lagi.

Shayna menghela nafas panjang, menggelengkan kepalanya. "Cuman sama Abi. Karena dia sekretaris gue. Lagian pertemuan ini gak lama-lama banget. Dan gak butuh siapapun selain gue."

Sagara manggut-manggut mendengarnya. "Dan kalian sekamar?" Tanya dia ragu.

Dalam hati, Shayna bertanya-tanya mengapa Sagara menanyakan hal ini. Dan entah mengapa, dia berniat untuk berbohong. "Iya sekamar. Kenapa?"

"JANGAN!"

Next chapter