8 Terburu-buru

"Daniella Miller?" ucap Andrew dengan kening yang ikut mengerut seperti kening Daniella.

"Bapak ... Apa yang Anda lakukan di sini ...? Kurasa ..." ujar Daniella yang meragukan apakah pertanyaannya adalah hal yang tepat atau tidak. Sang gadis mendadak menjadi gugup sampai-sampai dia lupa untuk bernapas, hal ini dikarenakan dia harus terus menatap sepasang bola mata coklat terang milik pria dingin ini selama dirinya berbicara dengannya, atau kalau tidak Andrew pasti hanya akan diam seperti apa yang terjadi siang tadi.

Andrew menyipitkan kedua matanya begitu ia mendengar pertanyaan yang dilontarkan Daniella kepadanya itu, dan segera setelahnya, sang gadis langsung menyadari kalau dia harus mengatakan hal lain lagi dan membangun topik pembicaraan yang baru dengannya.

"A-"

"Maaf, aku tidak memiliki banyak waktu, aku harus pergi, permisi," kata Andrew dengan sangat cepat, dia menyela Daniella yang belum sempat berbicara lagi. Pria itu lantas buru-buru pergi dari sana, dia berlari menerobos keramaian di sekitarnya, dan meninggalkan Daniella serta Margaret untuk masuk ke bagian yang lebih dalam dari gedung teater ini.

"Itu ... Andrew Lawrence?" tanya Margaret kepada Daniella usai Andrew pergi meninggalkan mereka, wanita tersebut terus memandangi Andrew yang semakin lama semakin jauh darinya dan Daniella. Andrew tampak sangat berbeda dari bagaimana dia terlihat di sebuah lukisan potret yang menggambarkan dirinya (hampir semua orang di Kota Nadem pernah melihat lukisan potret itu), hal ini sebagian besar diakibatkan karena dia tidak pernah berpenampilan dengan memakai kacamata dan topi hitam biasa sebelumnya, membuat Margaret ragu apakah pria yang menabrak temannya tadi itu benar-benar Andrew Lawrence atau bukan, oleh karenanya ia menanyakan hal tersebut kepada Daniella, namun Daniella membeku dan masih tidak bernapas sejak kepergian Andrew dari sana.

"Daniella?" Margaret akhirnya menoleh ke sang gadis dan memanggilnya sambil menepuk pundaknya.

"Ya?!" sahut Daniella, dia terlihat terkejut karena panggilan dari Margaret barusan yang juga menepuk pundaknya, plus, gadis ini akhirnya kembali bernapas.

"Kau baik-baik saja?" Margaret memastikan kondisinya.

"Ya ... tentu saja," jawab Daniella.

"Kakimu tidak terkilir atau semacamnya, kan?"

"Tidak, tidak. Kenapa?"

"Engh ... tidak, aku hanya ingin memastikannya saja."

"Oooh, ya, aku baik-baik saja, hehe."

"Hmmm, apakah itu tadi Andrew Lawrence? Kupikir iya, tapi aku meragukannya." Margaret mengulangi pertanyaannya yang sebelumnya, ia masih ingin mendapatkan jawaban dari Daniella mengenai hal tersebut.

"Ya, dia Andrew Lawrence, aku juga kesulitan mengenalinya tadi. Kenapa dia berpenampilan sangat berbeda seperti itu?" ucap Daniella, sesaat setelahnya ia dan Margaret kembali berjalan memasuki gedung teater ini, tapi tidak seperti Andrew yang berlari dengan sangat terburu-buru, mereka berdua tentunya hanya berjalan santai.

"Entahlah. Tapi ... aku sama sekali tidak terkejut karena telah bertemu dengannya di sini," kata Margaret.

"Karena kau sebelumnya sudah sering bertemu dengannya?" sahut Daniella.

"Tidak, yang tadi itu justru pertemuan pertamaku dengannya," jawab Margaret.

"Oh? Benarkah?"

"Ya, jujur saja kalau pertemuan pertama kami tidak terjadi di sini mungkin aku akan merasa terkejut dan tidak menyangka akan bertemu dengan orang yang sangat terkenal di Kota ini di sembarang tempat, walaupun ... mungkin aku tidak akan histeris juga ... sepertinya ..." ujar Margaret dengan sedikit rasa takut kalau Daniella akan merasa tersinggung dengan apa yang dia katakan barusan.

"Uh, ahahaha, santai saja, aku tidak peduli kau membencinya atau tidak, setiap orang pasti memiliki pendapat yang beragam tentangnya, dan meskipun dia adalah bosku, bukan berarti aku harus menganggapnya sebagai orang yang seratus persen baik, kan?" Daniella mengerti kalau Margaret takut bahwa dirinya akan marah jika mengetahui temannya itu tidak menyukai bosnya, tapi tentu saja Margaret menyukai Andrew atau tidak bukanlah sebuah hal yang penting bagi Daniella, terutama karena dirinya juga hanya menyukai sang pria sebesar 30%.

"Ooh, syukurlah, kukira kau akan marah padaku karena dia adalah bosmu," ucap Margaret sambil menghembus napas lega.

"Hahahaha, tentu saja tidak."

avataravatar
Next chapter