1 Menuju Mirabilis

Hening saja yang tercipta di ruangan itu, sesekali suara derak kursi atau meja yang di geser menjadi suara selingan diantara senyap disana, ada banyak orang memang tapi semua tampak terfokus pada helaian-helaian beraksara di tangan mereka.

Pemuda dengan kacamata kotaknya tampak serius dengan buku bacaannya,dia baru saja menyelesaikan kelas terakhirnya setengah jam yang lalu.

Kampus terfavorite di kota tersebut di penuhi dengan anak anak populer yang terlahir dari keluarga konglomerat, itu pun berlaku bagi si kacamata kotak Renjana Ventura, pemuda kutu buku itu lebih akrab disapa Ren, ia putra bungsu dari 3 bersaudara, penampilannya yang sederhana tak begitu mencolok seperti mahasiswa populer lainnya.

"Ren, mau sampai kapan kau jadi penunggu perpustakaan? " Ujar dua pemuda lain yang terlihat menghampiri Ren.

Salah seorang dari mereka bermata biru dengan rambut blonde alaminya dan satu lainnya berwajah khas asia timur, bermata sipit dengan garis wajah bak animasi, yang satu itu memang terbilang mahasiswa tampan.

"Sampai aku bosan." Sahut Ren singkat

"Kau ini masih saja tidak seru, sudahlah kemasi buku-buku itu!!kita akan pergi ke mirabilis hari ini! " ujar dua pemuda tadi sambil terus mengusik Ren.

"Kenapa tidak besok saja? lihat di luar akan turun hujan."timpal Ren dengan nada malas.

"Astaga apa kau juga takut hujan ? " timpal Fargo yang segera mendapatkan tatapan tajam dari pengunjung perpustakaan karena suara berisiknya.

Dengan tanpa basa-basi Fargo dan Edgar menarik buku di tangan Ren kemudian menyeret paksa pemuda berkacamata itu untuk bangkit dari kursinya.

Ren hanya terkekeh melihat kekesalan dua sahabatnya itu.

Suara gemuruh di langit masih terdengar jauh meski awan hitam sudah menggumpal tebal dan siap meluruhkan ribuan ton air.

"Apa kalian yakin? akan mendatangi tempat itu hari ini? " Ren kembali mencoba meyakinkan sahabatnya.

"Tentu, tempat itu indah saat malam hari, itu yang ku dengar," ujar pemuda blonde pemilik nama Fargo Galant sciffer, Fargo juga terbilang cukup rupawan dengan warna rambut nya yang mencolok membuatnya sangat mudah di kenali,mata birunya menambah kekentalan wajah khas eropanya.

"Kau tau cerita sebenarnya Ren?" tanya Edgar sembari menyamakan langkahnya dengan Ren.

Tempat yang mereka maksud adalah sebuah bukit terbuka dengan hamparan padang rumput sejauh mata memandang, sebagian orang bilang jika malam hari bukit itu adalah padang kunang kunang, kita juga bisa mengamati bintang dengan mudah disana, namun di balik deretan hal yang terdengar indah itu, mitosnya tempat itu di huni makhluk misterius mungkin masyarakat sekarang menyebutnya makhluk mitology,itu juga menjadi penyebab bukit itu di sebut dengan nama "Mirabilis",terdengar kekanakan memang, bagi mereka yang sudah berstatus mahasiswa mempercayai hal demikian adalah sebuah kekonyolan.

"Apa kalian sangat penasaran dengan bukit itu?" tanya Ren pada kedua temannya yang sudah duduk tenang di kursi depan mobilnya,

Fargo dan Edgar memang selalu begitu, mereka akan membiarkan Ren menjadi penumpang di mobilnya sendiri.

"Aku hanya ingin membuktikan saja jika cerita yang beredar di masyarakat hanya lelucon" timpal Fargo, diantara mereka bertiga Fargo sebenarnya yang paling penakut tapi dia juga cukup skeptis terhadap hal hal berbau mitos.

"Lalu bagaimana denganmu Ren, apa kau percaya cerita itu? " Edgar meminta pendapat sahabatnya, pemuda bernama lengkap Benjiro Edgar adalah yang paling bernyali diantara mereka, selain itu ia juga memiliki kemampuan bela diri yang hebat, ayahnya adalah pemilik dojo yang cukup populer dengan banyak murid di negeri asalnya.

"Aku akan mempercayainya jika aku melihat dengan mataku sendiri".tukas Ren kemudian.

Gerimis mulai turun membelah langit senja saat mereka tiba di tempat itu.

Suasananya sudah hampir gelap,bintang bintang takkan muncul di langit segelap saat ini, jika ada yang melihat mereka,orang itu tentu akan dengan cepat berasumsi bahwa mereka adalah para pemuda yang gila, berkeliaran di bukit dengan suasana horor di tengah gerimis.

"Apa kita akan naik? " Tanya Edgar merasa ragu.

"Tentu memangnya apa yang bisa kita lihat dari sini,"

Fargo dan Edgar berdialog sembari melangkah,sedangkan Ren terdiam di belakang mereka

"Ngomong-ngomong Ren, kau tak bersuara sejak tadi, apa kau takut?Ujar Fargo dengan senyum mengejek.

"Kurasa ini tak semenakutkan yang di ceritakan banyak orang" timpal Ren sambil memperbaiki letak kacamatanya.

"Apa yang akan kita lakukan di atas sana? " Edgar kembali bertanya pada dua rekannya yang sudah hening.

"Mungkin kita hanya akan mengambil beberapa gambar sebagai bukti bahwa tak ada apapun di bukit ini, setelah itu kita pulang," jawab Fargo tanpa mengalihkan pandangannya.

"Hanya itu? setelah kita berlelah-lelah berjalan kesana? ayolah !! kita bisa berkemah disana. " saran Edgar yang segera di tolak Ren.

"Apa kau gila? berkemah di hari hujan? itu bukan ide yang bagus, aku memiliki janji dengan sepupuku malam ini,jadi jika kalian akan berkemah aku takkan ikut, "Ujar Ren menolak mentah-mentah saran Edgar.

"Baiklah... Baiklah... Untuk berkemah bisa lain waktu." Edgar berubah pikiran

Saat mereka tiba di puncak bukit dengan nafas terengah Fargo tampak kecewa.

"Hanya begini? ini hanya padang rumput biasa, apanya yang seram, dan itu juga, pemandangan kota semacam itu bahkan bisa kunikmati dari balkon kamarku."

Ia terus mengomel, pemuda bersurai blonde itu segera mengambil ponselnya dan memotret pemandangan di hadapannya beberapa kali.

Tingkahnya tampak mengejutkan,Fargo si penakut rupanya bisa banyak mengoceh di tempat gelap seperti itu, tapi faktanya ia juga orang yang skeptis.

Pandangan mereka di batasi cahaya yang minim, Ren mencoba menyalakan flash dari ponselnya, Fargo tampak berjalan ke puncak bukit untuk memotret.

"Hey!!!!berhentilah di sana! kau melangkah terlalu jauh," titah Ren memperingatkan Fargo.

"Kita pulang saja,lagipula kau sudah mendapatkan fotonya bukan?ini konyol sekali." Ujar Edgar yang mulai berbalik badan untuk segera menyusul temannya.

Namun saat Fargo berbalik untuk pergi dari bukit itu salah satu kakinya tergelincir dan ia spontan terjerembab ke atas rerumputan dengan suara keras.

Ren dan Edgar sontak menoleh kearah Fargo.

"Apa-apaan kau ini,berhati-hatilah,kau bisa bangun sendiri bukan?" ujar Edgar yang hanya menggeleng kemudian melangkah pergi.

Sepersekian detik Fargo tak menjawab ia berpegang pada rerumputan licin dan kakinya berusaha mendapat tumpuan namun ia tak menemukannya, ia baru menyadari bahwa tempat dimana dia jatuh adalah ujung dari bukit tersebut, yang artinya di bawah kakinya pasti ada jurang menganga.

"Tidakk!!! Bisakah kalian membantuku?"Suara Fargo terdengar sedikit panik.

"Kau benar benar tak bisa bangun?" tanya Edgar setengah bercanda.

"Oohh... Obvolvere..!!! Tidak!!!tolonglah..!!" Kalimat ajaib itu terucap Ren dan Edgar segera menyadari sesuatu, jika kalimat itu Fargo ucapkan itu artinya ia merasa benar benar ketakutan.

Ren dan Edgar bergegas kearah Fargo, langkah tergesa mereka untuk segera menarik Fargo membuat mereka tak berhati-hati, rumput diatas sana rupanya terasa seperti lumut.

'Brukkkk!!!!'

kaki mereka terasa ngilu saat membentur tanah, alih-alih menarik Fargo untuk bangkit dari jatuhnya Ren dan Edgar justru menimpa tubuh Fargo dan mendorongnya lebih ke bawah.

"Obvolvere!!!Obvolvere!!!Obvolvere!!!"

Kalimat itu semakin banyak terucap dengan setengah memekik, menandakan Fargo sudah tak bisa menahan ketakutannya.

Wajah mereka bertiga saling berhadapan sebelah tangan Edgar sudah berhasil meraih Fargo dan satu tangan lainnya berpegang erat pada baju Ren, Edgar mencengkeram nya untuk berpegangan, karena ia tak menemukan pegangan lain, permukaan rumput itu benar- benar licin.

"Aku tak bisa menahannya lagi!!" ucap Ren putus asa ia berusaha mencengkram rerumputan hingga kukunya ngilu karena mencakar tanah,kacamatanya sudah raib entah kemana.

Tanpa aba aba tubuh mereka bertiga terperosok kedalam lembah gelap gulita di kaki bukit itu, dan dengan secepat kilat tubuh mereka lenyap, bukit itu kembali sepi dan ngeri, mobil Ren masih terparkir di sisi jalan yang tak jauh dari bukit itu,dan mungkin akan tetap berada di sana dalam waktu yang lama.

avataravatar
Next chapter