webnovel

BERDUKA

"Saya kesini ingin menjemput Nona Bella atas perintah Tuan Muda."

"Dia masih ada di sana." Tunjuk Ghea pada pemakaman.

"Saya akan menunggunya."

Ghea sedikit lega karena Bella tidak harus mencari taksi, meski ia sangat kesal tetap saja ia selalu tidak tega pada sahabatnya yang sebatang kara itu.

"Baguslah, ini kopernya. Saya permisi." Pamit Ghea sambil menyerahkan koper Ghea pada Antonie.

Setelah mengatakan itu, ia masuk ke mobilnya dan meninggalkan pemakaman. Pada saat itu, Bella kembali dan ia melihat orang yang sangat asing tampak menunggunya. Ia jadi ketakutan.

Tapi Antonie segera mengubah wajahnya yang tanpa senyum menjadi lebih lembut dan memperkenalkan diri pada Bella sebagai asisten Jenson.

Meski begitu Bella tetap waspada dan menolak pulang dengannya.

"Bawa saja koperku pulang, aku masih ingin mampir ke rumah Mama," kilahnya.

"Baik Nona, tapi saya bisa mengantar Anda."

"Tidak perlu, saya sudah memesan taksi," balas Bella sinis.

Entah kenapa ia tidak bisa percaya Jenson memiliki asisten dengan karakter seformal itu.

"Baiklah kalau begitu Nona, saya permisi."

Bella mengabaikannya dan menghambur pergi pada taksi yang sudah menunggunya. Pada saat ia baru saja menaruh bokongnya ke kursi belakang taksi, ponselnya berbunyi dan itu dari Jenson.

Bella merejectnya, ia masih sangat emosional atas kepergian Gavin setelah pernikahannya dengan laki-laki yang sama sekali tidak ia cintai seperti Jenson.

Detik berikutnya, ponsel Bella kembali berbunyi nada khusus dan itu pesan dari Jenson.

[Dia benar-benar asistenku Amor, apa kamu tidak bisa percaya padanya?]

Bella mendesis geram sambil menggenggam erat ponselnya hingga buku-buku jarinya memutih. Ia sangat marah atas sikap Jenson. Mengingat Gavin yang dicintainya meninggal gara-gara pernikahannya, Bella memejamkan matanya dan detik berikutnya bulir-bulir air matanya berderai pelan.

Rasanya ia sangat sulit memaafkan dirinya sendiri.

Bella terus menangis sepanjang perjalanan menuju rumah Audy. Selain dirinya, seseorang lain yang perlu ia salahkan adalah ibu tirinya, Audy Rosa.

Maka begitu tiba di rumah Audy, Christabella langsung masuk dengan kemarahan yang membara.

Audy yang saat itu sedang makan siang dengan santai di teras belakang bersama kekasihnya, begitu terkejut melihat putri sambungnya berdiri di depannya dengan tatapan yang mengerikan.

"Christabella!"

"Ya Ma, ini aku. Kenapa?"

Audy menyiipitkan matanya dan menatap Bella dengan penuh kebencian, ia sudah merusak makan siangnya bersama kekasihnya.

Menyadari pemikiran ibu tirinya, Bella tersenyum mengejek. Audy semakin marah dan menyeret Christabella ke sudut lain setelah ia berpamitan dengan lembut pada Johan, kekasihnya.

"Kau mengacaukan makan siangku Christabella!" geramnya.

"Aku sengaja Ma!" balas Bella dengan tatapan menantang seolah ia tidak takut sama sekali pada ibu tirinya.

Rahang Audy seketika mengeras dan ia mengepalkan tangannya erat-erat agar tidak refleks memukul putri yang selama ini ia besarkan sejak ia masih sangat muda. Bagaimanapun, Christabella sudah ia anggap seperti putrinya sendiri meski ia sering memanfaatkan keberadaannya.

"Katakan apa maumu!" teriak Audy murka.

Pada saat itu Christabella menurunkan pandangannya dan sosoknya yang menantang tadi seakan lenyap seketika dan berubah menjadi perempuan yang paling menyedihkan.

"Gavin meninggal." Tangis Bella kembali pecah.

Audy mengangkat bibirnya dan membentuk senyuman mengejek, ia sudah tahu soal berita meninggalnya Gavin, tapi ia tidak peduli.

"Lalu apa urusannya denganku?" Audy bertanya tanpa perasaan, ia bahkan menyilangkan tangannya ke dada seolah kematian Gavin sama sekali tidak ada hubungannya dengannya.

"Dia meninggal karenamu Ma! Kalau bukan kau yang selalu mendorongku untuk menerima perjodohan gila ini, Gavinku pasti masih baik-baik saja." Teriak Bella frustasi.

Audy tertawa dan mencibir, "Bella, Bella... apa gunanya sih laki-laki itu? Dia bahkan lebih miskin dari kita. Harusnya kamu berterimakasih pada Mama karena dengan menikahi Jenson Alex, itu artinya kamu memiliki tambang emas yang tidak akan pernah habis tanpa kamu harus bekerja sekalipun."

"Cukup Ma!" Bella berteriak seperti orang gila, dia tak percaya Audy akan mengatakan itu padanya.

"Memang benar kan? Lagipula membesarkanmu selama ini semuanya tidak gratis Bella. Jadi anggap saja itu sebagai balas budimu kepada Mama. Ya, anggap saja begitu karena mendiang ayahmu sama sekali tidak meninggalkan warisan apapun pada Mama. Sementara Ibumu sendiri, dia tidak pernah mencarimu kan? Mama lah yang membesarkanmu sejak kamu masih balita di usia Mama yang masih sangat muda, jadi kamu pantas membayarnya."

Bella menggigit bibirnya dan menatap Audy tak percaya. Sementara air matanya semakin liar dengan tubuh yang bergetar karena marah, ia hampir saja menampar perempuan yang selama ini merawatnya.

"Pergilah dan jangan menggangguku lagi! Urusan kita sebagai ibu dan anak telah selesai." Audy kembali melempar kata-kata tak berperasaan pada Bella sebelum akhirnya ia pergi meninggalkannya.

Bella terhuyung-huyung keluar dari rumah Audy dengan air mata yang seolah tidak bisa berhenti.

"Nona Bella, pergilah denganku! Tuan Jenson menunggumu di villanya."

Suara Antonie mengejutkannya, tapi ia mengabaikannya. Meski dalam hati Bella bertanya-tanya sejak kapan Antonie mengikutinya? Padahal seingatnya ia sudah berjalan kaki lumayan jauh dari rumah mamanya.

"Nona Bella!"

Bella tetap mengabaikannya, ia terus berjalan tanpa berniat sedikitpun menoleh ke arah mobil Antonie yang mengikutinya pelan-pelan.

Di mobil, Antonie yang sedari tadi menjulurkan kepalanya sesekali keluar ke jendela mobil guna membujuk istri tuan mudanya, merasa tak sabaran.

"Nona Bella!" bujuknya sekali lagi, ia hampir berteriak karena marah.

Bella menghentikan langkahnya dan menatap Antonie marah.

"Pergilah dan jangan mengikutiku!" Bentaknya.

Bella berlari sekuat tenaga setelah mengatakan itu untuk mencari taksi. Sementara Antonie ia hanya bisa menghela nafas tanpa daya sebelum akhirnya mengeluarkan ponselnya dan menghubungi Jenson.

"Halo Tuan Muda."

"Ya."

"Saya minta maaf, Nona Bella...."

"Awasi saja kemana perginya." Sela Jenson cepat.

"Baik Tuan."

Panggilan terputus dan Antonie segera melajukan mobilnya untuk mengikuti taksi yang ditumpangi Bella.

Di dalam taksi.

Bella tidak tahu harus kemana, ia ingin sekali pulang ke apartemennya tapi ia enggan, ia baru tahu beberapa hari yang lalu bahwa apartemen yang ia pikir adalah pembelian Audy dari warisan ayahnya, ternyata adalah pemberian Jenson.

Memikirkan hal itu, kepala Bella mendadak sangat sakit seperti baru saja dipukul oleh palu yang besar.

Ia menghela nafas berat sambil memejamkan mata hingga tiba-tiba teringat Liora. Meski Bella sama sekali tidak mengenalnya secara pribadi, tapi ia sudah lama mengagumi karena modeling dan aktingnya yang memukau ketika di layar kaca.

Dalam pemikiran itu, Bella membuka akun sosmednya dan menelusuri insta story Liora. Detik berikutnya, ia tersenyum penuh semangat.

"Kantor Violet Management, Pak."

Tak butuh waktu lama, taksi tiba di Violet Management. Bella masuk tanpa ragu dan memberitahu resepsionis bahwa ia sudah ada janji dengan Liora, padahal kenyataannya tidak.

Antonie mengerutkan keningnya dan ia kembali mengabari Jenson.

Sementara di kantor. Liora menyipitkan mata saat melihat tamu yang dimaksud adalah Bella. Meski ia tidak pernah mengenalnya, tapi Jaz pernah memberitahunya dan memperlihatkan foto Bella di ponselnya, jadi mana mungkin ia tidak mengenal sosok perempuan yang tak kalah cantik dengannya berdiri di depannya saat ini.

"Kamu bilang ada janji denganku?"