25 Bab 25: Aoki Ken 1

"Dia... bukannya pernah menginginkanmu?" kata Ginnan ragu. "Dia bilang kau menolaknya—ehem—karenaku."

Ginnan membuang muka, Yuki justru memijit kening dengan senyum yang susah dijelaskan. "Astaga... kau ini..." katanya. "Memang kapan dia menembakku? Kau baru saja dikerjai, ha? Hahaha..."

"Apa?"

Yuki menutup mulut. Tawanya bisa jadi lebih keras jika tidak ditahan sekuat tenaga saat itu. "Dia itu juniorku, Nan-kun," katanya menjelaskan. "Namanya Aoki Ken. Dia dekat denganku karena kita memang sering latihan bersama. Tapi, sumpah. Dia tidak pernah menembakku."

Ginnan langsung tergagap. "Tapi.. tapi..."

Gemas, Yuki pun mencubit hidung Ginnan. "Tapi apa, hm?"

Ginnan pias. "Waktu aku memotret ruang latihan tadi, dia merebut ponselku," katanya membela diri. "Dia bilang aku foto-foto sembarangan. Dia juga bilang kau menyedihkan punya pacar sepertiku—"

"HAHAHA! YA TUHAAAAN!!"

Kali ini Yuki benar-benar lepas kendali. Dia bahkan sampai bertolak pinggang dan berjongkok kali ini. Perutnya dipegangi. Tampak sakit karena keram. Bahkan susah berhenti tertawa sangat lama. Ginnan yang bingung hanya bisa menunggu kekasihnya itu mereda dan akhirnya mengatakan segalanya.

"Apa? Kenapa?" tanya Ginnan kemudian.

Yuki pun balas memeluk lelaki itu kali ini. Dikecupnya pipi Ginnan dengan senyuman lalu tertawa dengan suara sangat bangga. "Dia sudah keterlaluan ya. Mana ada aku menyedihkan punya pacar sepertimu," katanya senang. "Yang ada justru dia selalu penasaran seperti apa kau..."

"Aku?"

Yuki mengangguk. "Mmn..."

"Kenapa aku?"

Karena pada suatu saat, Yuki pernah makan siang sendirian di kantin. Ginnan sedang sibuk ekskul menggambar saat itu, tak bisa menemani. Tak tahu harus apa, Yuki pun iseng men-stalk akun Stagram Ginnan sembari menunggu makanan disajikan.

Kebetulan atau tidak, Aoki baru masuk kantin saat itu. Seluruh meja penuh. Jadi dia izin ikut duduk di meja Yuki. Awalnya saling mengabaikan, namun tidak lagi setelah Yuki melihat lelaki muda itu membawa sebuah sketchbook mungil. Singkat cerita, Yuki kagum dengan corat-coret yang dihasilkan tangan lentik itu. Padahal Aoki lelaki, tapi hasil goresannya sangat halus. Padahal objek yang digambar hanya benda-benda di sekitar. Seperti tempat tisu kantin, orang-orang yang berseliweran, dan yang terbaru adalah potret Yuki fokus menatap layar ponsel.

"Ponselmu lama-lama bisa bolong kalau tatapanmu begitu." celutuk Aoki tiba-tiba.

Yuki pun tersenyum. Dia memandangi sosok di sketchbook itu lebih lama. "Kau keren. Dia terlihat seperti kembaranku." pujinya tulus.

Aoki menggeleng. "Aku masih harus banyak belajar..."

"Yeah... aku tahu," kata Yuki. "Merendah untuk terbang tinggi, hm?"

Senyum tipis terbit di bibir Aoki kali ini. "Serius... aku sedang berusaha improvisasi sekarang." katanya.

Yuki mengibaskan tangannya. "Baiklah... baiklah..." katanya sekena. "Aku jadi ingin tahu apa yang terjadi kalau kau bertemu pacarku."

"Pacarmu?"

Yuki mengangguk. "Mnn..."

"Kenapa?"

"Dia juga suka menggambar," kata Yuki. "Tapi style-nya lebih ke manga, sih... dia ingin jadi komikus."

"Wow, that's great," kata Aoki. "Aku saja tak punya tujuan khusus."

"Oh, ya?"

"Yeah... menggambar bagiku hanya hobi," kata Aoki. "Aku senang dengan yang kugambar, selesai. Pamer ke orang bukan termasuk list yang kusuka."

"Oh... I got the point." kata Yuki.

"Tapi boleh kulihat gambaran pacarmu?" tanya Aoki. Dia menatap ponsel Yuki. "Apa yang kau lihat sejak tadi seperti yang kupikirkan?"

Senyum Yuki melebar. "Tentu," katanya, lalu mengangsurkan benda itu. "Dia biasa memposting karya di Stagramnya."

"Wow..." kata Aoki tiba-tiba.

"Kenapa?" tanya Yuki. "Gambarnya bagus?"

Aoki melirik Yuki sekilas sebelum kembali fokus ke layar. "Tentu. Levelnya sekarang tinggal dimatangkan lagi. Dia luar biasa," katanya. Lalu mengembalikan benda itu ke Yuki. "Dulu aku juga pernah belajar style itu. Tapi gagal."

"Benarkah? Bagaimana bisa?" bingung Yuki. Sampai-sampai dia tak peduli meski pelayan kantin sudah menyajikan nampan mereka berdua. "Bukankah menggambar itu sama saja."

Aoki mengendikkan bahu. "Don't know. Mungkin cuma bukan citra jiwaku."

Yuki tertawa. "Apa-apaan..."

"Menurutmu itu lucu?"

"Ya... tentu saja. Gambaranmu normal-normal saja di mataku," kata Yuki. "Aku juga pernah melihat teman-teman pacarku menggambar dengan style sepertimu. Mn... apa ya namanya... kalau tak salah realis, kan?"

"Yeah..."

"Walau belum sekelas dirimu."

Aoki hanya geleng-geleng sebelum mulai menyantap makan siangnya. "Terserahlah..." katanya. "Bagaimana kalau sekarang kita makan?"

"Oke. Setuju."

Mendengar cerita singkat itu, Ginnan diam. Dia tetap tak berniat melepaskan Yuki. "Jadi dia suka menggambar sepertiku?"

Yuki mengangguk. "Mnn... sampai tidak bisa dibandingkan dengan seberapa sukanya dia ke panahan," katanya. "Dia juga pernah bilang tertarik berkenalan denganmu."

"Berkenalan?"

"Mnn..."

"Buat apa?"

"Sharing soal menggambar mungkin? Dia kan pernah belajar style manga tapi gagal."

"Oh..."

Yuki terkikik setelahnya. "Iya, Nan-kun. Cerita sebenarnya begitu. Sekarang kau tahu semuanya..."

Ginnan pun melepaskan Yuki. "Maaf aku salah paham..."

Yuki menangkup wajah kekasihnya itu. "Ya... Ya... selalu bisa dimaafkan..." katanya. Pertama tersenyum, tapi kedua langsung cemberut luar biasa. "Tapi kau tahu? Dia pernah bilang kau saingan cantik denganku—sial... Aku sangat-sangat jengkel... Hahaha..."

Pipi Ginnan memerah. "Apa-apaan..." katanya tak habis pikir. "Tidak. Aku tidak seperti itu."

"Tidak kau memang seperti itu," kekeh Yuki. "Tidak sadar apa selama ini? Untung kau pacarku. Aku jadi bisa bangga."

Ginnan menggeleng. "Ada-ada saja..."

Yuki mencolek hidung itu. "Yang pasti aku senang sekali dicemburui. Hihihi..." kikiknya.

Bola mata Ginnan langsung bergulir gelisah. "Tidak, aku tidak cemburu."

Yuki mendorong Ginnan hingga terlepas, tapi langsung mendekatkan wajahnya. "Benarkah?" tanyanya menggoda.

Ginnan pun balas mendorong Yuki, bahkan hingga wanita itu terduduk di tepi ranjang. "Kalau kubilang iya berarti iya."

"Hahaha..."

Tak terima ditertawakan, Ginnan pun langsung naik. Dia menduduki paha Yuki sebelum mendorong kedua bahunya kasar. Hanya dalam satu hentakan, kekasihnya itu terbanting rebah di atas ranjang. Bukannya tegang akan dihukum, wanita itu justru tertawa lebih keras dan menarik dasinya lepas dari kerah.

Ginnan mencium bibir mungil itu sebelum dilucuti lebih jauh. Sebab itu memang kelemahan Yuki. Pergerakan tangannya langsung berhenti. Wanita itu hanya meremas lengan Ginnan yang dilipat sesiku dan menikmati sentuhan hangatnya. Dia terpejam. Merasa lidah liat itu berputar-putar di rongga mulutnya. Lima menit kemudian, mereka baru saling melepaskan diri karena mulai sesak nafas.

"Hahhh... hahh..."

Suara dengusan dan tawa mereka langsung bersahutan setelahnya. "Hahahahahahahaha..."

Yuki pun menampar bahu Ginnan. "Kau menertawakan apa, hei..."

"Tidak tahu... kau sendiri menertawakan apa, ha? Hahaha..."

"Bodoh. Dasar tidak tahu malu..." desah Yuki. Dia mengalungkan kedua lengan di leher ramping kekasihnya itu. Senyum lebar masih belum lepas dari bibirnya. "Sekarang apa? Kau mau menyudahinya sekarang dan membuatku kecewa?"

"Hmph..." dengus Ginnan. Hidungnya mengerut. Dia memiringkan kepala dan menyeringai. "Kenapa? Terserahku kan? Aku pengendalinya disini."

Yuki menampar bahu Ginnan lagi. "Tega..."

Tawa Ginnan justru pecah. Lesung pipitnya yang samar jadi terlihat dan Yuki cemberut luar biasa sebelum dicium di leher. Ada jumputan-jumputan lembut disana. Samar seperti kecupan kupu-kupu, tapi sanggup membuat otot-otot perutnya menegang saat mulai dilucuti.

Faktanya, Yuki memang selalu berani menarik Ginnan untuk berhubungan seks. Tapi ketika benar-benar disentuh, wanita itu baru gemetar dan kaku di tempat seperti boneka cantik dari porselen. Dia takkan membuka mata sampai Ginnan berbisik padanya untuk rileks. Anehnya, selama ini hampir selalu begitu meski bukan yang pertama kali. Ralat. Hubungan mereka justru sudah dihitung 4 tahun. Bahkan jika bukan karena salah membeli minuman beralkohol, mungkin mereka tak pernah berani bercinta hingga kini.

.

.

.

NB: Saya sarankan membaca author's note juga pada tiap bab. Karena di sana ada hal-hal yang cukup penting untuk diketahui.

avataravatar
Next chapter