14 Dia dan Aku Tak Mungkin Bersatu (4)

Translator: Wave Literature Editor: Wave Literature

Alasan Ji Yi keluar dari rumah begitu tergesa-gesa adalah karena He Jichen, jadi tentu saja ia tidak ingin kembali. Lagi pula, ia masih punya kartu ATM cadangan di asrama, jadi lebih baik ia berdiri di pinggir jalan, menunggu taksi.

Malam masih belum larut, dan jalanan Beijing ramai seperti biasanya. Rumah Ji Yi berada di tengah kota yang mana lalu lintasnya sangat padat, sehingga banyak taksi yang tidak mau mengambil penumpang di sana.

Ji Yi menatap layar ponselnya dengan begitu serius sehingga tidak menyadari bahwa sebuah mobil Audi telah berhenti di sampingnya.

Jendela mobil diturunkan, dan si pengendara mobil melihat ke arahnya.

Beberapa hari yang lalu, suhu di Beijing tiba-tiba turun drastis. Cuaca pada malam hari sangat berangin, dan karena Ji Yi tidak membawa jaketnya, gadis itu menggigil kedinginan.

Melihatnya menggigil, orang yang berada di dalam mobil itu mulai mengerutkan kening.

Karena masih belum berhasil mendapatkan tumpangan, Ji Yi sedang berpikir untuk menaikkan ongkos di aplikasi pemesanan taksinya ketika ia mendapat panggilan telepon.

Panggilan itu dari Ibunya.

Tanpa ragu, Ia menerima panggilan itu.

"Xiao Yi, apakah ada sesuatu yang terjadi pada teman sekelasmu itu? Apakah serius?"

"Tidak ada yang serius kok..." Hembusan angin dingin menerpanya, membuat Ji Yi bersin, suaranya cukup keras.

Lelaki di dalam mobil tersebut mengerutkan keningnya semakin dalam dan menatap Ji Yi tanpa berkedip seakan sedang mempertimbangkan sesuatu.

"Bagus kalau begitu. Kupikir telah terjadi sesuatu yang serius…" Suara Ibu Ji Yi jelas terdengar sedikit lebih santai, lalu ia mengganti pokok pembicaraan, "...Xiao Yi, bagaimana pendapatmu tentang Jichen?"

Ji Yi tidak begitu memahami apa yang sedang diutarakan oleh Ibunya dan ia pun bergumam "Hm?"

"Walaupun belum genap dua tahun kau belajar di perguruan tinggi, namun kau pernah terpaksa cuti sekolah selama 3 tahun, karena apa yang telah terjadi... Kamu sudah tidak muda lagi, jadi kau harus memikirkan kehidupan percintaanmu..." sang Ibu terus mengoceh lewat telepon, menguliahinya cukup lama.

Ji Yi tahu kira-kira apa yang ingin disampaikan oleh Ibunya, tapi begitu ia hendak menjawab, ia kembali bersin dengan keras.

Lelaki di dalam mobil Audi itu serta-merta membuka pintu mobilnya.

"...Xiao Yi, kurasa Jichen tidaklah buruk. Dengarkan Ibu. Pertimbangkan hal itu, oke?" akhirnya sang Ibu mengutarakan maksudnya.

"He Jichen?" Tanpa berpikir kedua kalinya, Ji Yi menyeletuk, "Dia dan aku tidak mungkin bisa bersama!"

Jari-jemari lelaki yang hendak keluar dari mobil Audi itu sesaat bergetar, lalu tiba-tiba genggamannya mengendur.

"Mengapa tidak? Jichen lulus dari Perguruan Tinggi ternama, latar belakang keluarganya bagus, dia tampan... Terlebih lagi, Bibi He dan Ibu telah saling mengenal sekian tahun lamanya, bisa dibilang, kita sudah mengenal He Jichen dengan sangat baik. Jika kalian jadi pasangan, Ayah dan Ibu tidak perlu lagi kuatir. Jadi kenapa tidak kamu pertimbangkan? Dan lagi, saat Bibi He dan Ibu sama-sama hamil, kami sudah membicarakannya. Jika kami memiliki anak perempuan dan laki-laki, kami akan menikahkan mereka berdua. Besok, Ibu akan menelepon Bibi He. Dia akan sangat senang..."

Empat tahun yang lalu, He Jichen memperlakukan aku layaknya sampah. Jika Ibu benar-benar menelepon Bibi He, ibu pasti akan memaksaku menikahi laki-laki itu, bahkan setelah dia mempermalukanku dengan segala cara.

Dengan galau Ji Yi mengeraskan suaranya, nada bicaranya menjadi tegas, "Ibu, aku katakan sekali lagi. Saat aku bilang 'Dia dan aku tidak mungkin bisa bersama, aku bersungguh-sungguh! Aku akan mempertimbangkan siapa saja, kecuali He Jichen!"

Begitu Ji Yi selesai berbicara, ia mendengar suara pintu mobil ditutup dengan keras.

avataravatar
Next chapter