3 Makan siang

Vico berjalan menuju ruangan Mili. Saat ia sampai di dalam ruangan, ia tidak melihat wajah cantik Mili di ruangan tersebut. Yang dilihatnya hanyalah wajah empat orang yang sedang menonton tayangan youtube mengenai orang kerasukan dan dukun-dukunan.

'Heh' Vico menggeleng-gelengkan kepalanya melihat kelakuan empat orang kawan Mili ini.

'Kayak nda ada kerjaan aja!' Batin Vico mengomel, anti dengan sikap, perilaku dan kelakuan mereka yang baginya seperti anak Sd.

Keempat orang itu asyik menyimak tontonan yang disajikan tanpa mengetahui keberadaan Vico di sekitar mereka.

Hanya saja, mereka berempat merasakan kalau bulu kuduk mereka sedikit demi sesikit meremang. Seakan-akan tontonan mereka menjadi nyata yang menyebabkan mereka merasa ketakutan.

Saat Baim berbalik hendak mengambil minum, ia terkejut dan tersedak angin saat melihat kehadiran Vico di ambang pintu.

"Eh?" Katanya terkejut yang menyebabkan tiga kepala lainnya ikut menoleh.

Sesaat mata mereka terbelalak namun kembali normal secepat kilat.

"Oh, pantesan." Komentar Janu keceplosan. Ia pun menatap satu-satu temannya, menandakan kalau ketiga teman yang lain juga merasakan hal yang sama.

Seakan mereka berempat bertelepati, yang mengatakan 'pantas merinding, suasana jadi menyeramkan. Rupanya???'.

Tiba-tiba saja mereka berempat tertawa terbahak-bahak tanpa memberikan komentar apapun.

Vico yang melihat aksi keempatnya, tetap menatap datar tanpa ekspresi. Hanya dengan melihat saja, ia sudah tau, kalau keempat kawan Mili yang anti mainstream itu sedang mentertawakannya.

"Mili mana?" Tanyanya pada mereka. Mereka pun perlahan berhenti tertawa dan satu persatu kembali balik menghadap tontonan sebelumnya.

"Ke kantin kayaknya." Jawab Janu tanpa menoleh sedikitpun. Dan itu membuat Vico jengkel karena diabaikan oleh keempat orang itu.

"Oh." Ia pun langsung keluar ruangan dan berjalan menuju kantin menyusul Mili.

Barulah keempat orang tersebut menoleh ke arah pintu kembali, melihat kepergian Vico yang pergi membawa rasa jengkelnya.

"Hihihihi, hahahahaha...." Suara mereka serempak mentertawakan Vico kembali. Dan Vico masih bisa mendengar suara tawa geli mereka, karena ia belum jauh pergi dari ruangan itu.

Ia menahan rasa marahnya dan bergegas menuju kantin. Ia berpikir, akan melampiaskan kemarahannya kepada Mili.

Mili harus bertanggung jawab, karena keempat orang yang ada di ruangan Mili adalah anak buah Mili. Mereka berani kurang ajar kepadanya, tidak lepas dari kurangnya Mili dalam mendidik anak buahnya itu.

Sepanjang jalan, Vico membayangkan kejahatan-kejahatan yang akan diperbuatnya kepada Mili maupun keempat orang yang sudah membuatnya jengkel tadi.

Sesampainya di kantin, dilihatnya seisi kantin yang berisi lima kepala termasuk Mili di dalamnya. Ia pun duduk di samping Mili, mengambil kerupuk yang berada di piring makan Mili dan mengunyahnya dengan nyaman.

"Bule, makan satu pakai ikan goreng!" Pinta Vico kepada bule yang sedang membuatkan minuman dingin pesanan Mili dan teman-temannya.

"Iya mas." Jawab bule ramah. Ia mengantarkan terlebih dahulu minuman dingin yang telah dibuatnya ke meja mereka dan kembali membuat makanan pesanan Vico.

Belum sempat Mili meminum minumannya, Vico sudah lebih dulu merebut gelas minuman tersebut dan menyeruputnya menggunakan sedotan.

"Srrutttt....ahhhh." Suara Vico meminum pop ice rasa melon kesukaan Mili tanpa rasa bersalah sedikitpun.

Mili sudah menyipitkan matanya dan memukul kepala Vico karena kekurang ajarannya. Akhirnya Vico harus tersedak dan terbatuk-batuk karena pukulan Mili saat ia masih kembali menyeruput minuman tersebut.

Teman-teman mereka malah tertawa melihat tingkah laku kedua anak manusia tersebut.

"Hmm, siapa suruh seenaknya minum minumanku!" Ujar Mili sambil mengambil minumannya yang dipegang Vico dan membersihkan ujung sedotannya menggunakan tisu. Ia pun menyeruput minumannya dengan lega, walaupun sudah berkurang karena diminum oleh Vico.

Vico akhirnya memesan minuman yang sama dengan Mili.

"Kalau tau pesan itu, kenapa minum punyaku sih?!" Tanya Mili heran dengan kelakuan aneh sang teman.

"Haus." Jawab Vico singkat namun tetap dengan senyuman khasnya yang membuat wajah tampannya semakin tampan dan bisa membuat wajah Lulu ikut-ikutan tersenyum horor.

"Mulai deh." Gumam Tika. Wajahnya sedikit mengejek melihat Vico dan Lulu yang ada di sampingnya. Melihat hal itu, Mansur tertawa lembut, karena ia tahu apa yang dimaksudkan oleh Tika barusan.

Lulu yang notabene merupakan sahabatnya Mili, ternyata sudah lama menyukai Vico. Namun ia tidak berani mengatakannya apalagi mengakuinya.

Tapi seorang Tika sangat tahu keadaan perasaan Lulu selama ini. Ia melihat Lulu dengan prihatin, karena Tika menebak bahwasannya Vico malah ada rasa dengan Mili.

"Aih Vic, senang betul kamu ngerjain Mili. Kenapa nda dihabiskan sekalian. Hahahahahaha." Tino menimpali dengan sengaja memanas-manasi Mili. Mansur dan yang lainnya termasuk Vico pun tertawa lebar dan senang melihat wajah Mili yang berubah cemberut karena kesal.

"Nda usalah kamu ikut-ikutan!" Tunjuk Mili ke wajah Tino yang masih tertawa walaupun sudah sisa-sisanya. Tak lama ia pun menutup mulutnya, namun masih senyum-senyum menahan tawanya.

*****

"Kamu kemana tadi pagi Za? Betul kah ada job?" Baim bertanya kembali kepada Reza, karena ia merasa Reza sedang berbohong dengan mereka saat ditanyai di ruangan tadi pagi.

Saat ini mereka berempat sedang menikmati makan siang di warung bakso yang tak jauh dari kantor.

"Aw betul bah. Aku dapat job dari pak wakil, dan diminta cepat untuk hasilnya." Reza menjelaskan sambil melihatkan hasil kerja yang dibilangnya melalui ponselnya.

Baim pun melihat gambar di ponsel yang disodorkan oleh Reza dan mengangguk-anggukan kepalanya.

Reza merupakan pegawai yang mempunyai pekerjaan sampingan sebagai fotografer.

Ia merupakan fotografer terkenal dan termahal di kotanya. Ia sering disewa oleh orang-orang ternama maupun orang-orang kaya agar mereka bisa mendapatkan hasil foto yang maksimal.

Sebenarnya Reza memiliki tiga orang asisten atau anak buah. Namun khusus bagian pengeditan foto, Reza yang akan melakukannya langsung sendiri. Itulah yang menyebabkan Reza harus begadang untuk menyelesaikan pekerjaan pengeditannya.

Ia sebenarnya tidak berani mengatakan hal ini kepada Mili, karena ia tahu Mili akan cerewet dan membahas perjanjian mereka berulang kembali mengenai tidak bolehnya pekerjaan sampingan mereka di jam kerja. Dan tidak boleh pekerjaan sampingan mereka mengganggu pekerjaan rutin mereka.

"Orang harusnya kamu kabari bu Mili kalau terlambat turun ke kantor." Janu menambahkan dan itu sukses membuat Reza jengkel.

Janu memang sengaja menyudutkan Reza seperti biasa. Tarmin dan Baim pun tertawa nyaring sehingga beberapa orang melihat ke arah mereka.

*****

Selesai makan siang, Mili dan teman-temannya kembali ke ruangan masing-masing. Itupun setelah mereka berhasil merayu dan meluluh lantahkan pertahanan Vico yang awalnya tidak mau membayarkan makanan mereka.

Mili tertawa senang karena sudah berhasil menggerogoti isi dompet Vico siang ini. Ia paling senang membuat Vico kesal setengah mati.

"Kenapa ketawa-ketawa sendiri?" Sindir Tika yang jalan bersamaan dengan Mili. Sedangkan Lulu jalan di belakang mereka karena ia tengah sibuk berponsel ria.

"Hah? Enda, ituloh si Vico, siapa suruh bikin aku jengkel, jadinyalah kan aku kerjain balik." Jawabnya bahagia. Ia sumringah tak terhingga sehingga nampak jejeran rapi gigi putihnya.

Tika memukul lengan kiri Mili, mengiyakan kelakuan Mili terhadap Vico.

"Jahatnya kalian ni.." Suara Lulu di belakang membuat Mili dan Tika berhenti berjalan dan memandang ke belakang melihat Lulu yang juga berhenti untuk menatap kedua temannya.

"Ih kok jahat? Biasa ajakan??" Sahut Mili heran. Keningnya hendak menyatu karena rasa herannya terhadap Lulu yang akhir-akhir ini serinh betul membela Vico tanpa sebab.

'Bukannya membela aku!' Batin Mili sesaat.

Ditatap horor oleh dua wanita cantik dihadapannya, Lulu langsung memasang wajah memelas dan tersenyum polos.

"Eh, enda. Aku ngerasa kita berlebihan aja sama Vico." Jawabnya tersenyum. Lulu menaikkan kedua alisnya dan terus tersenyum.

Wajah Mili dan Tika berubah menjadi lebih kalem dan bersahabat. Walaupun Lulu tahu, tanpa kasat mata, tanduk dikepala mereka masih tetap kokoh berdiri.

avataravatar