16 Mind Blow

No need to say. Again.

No need to say..

Ku ulangi kalimat itu untuk diriku sendiri. Tak tertarik rasanya untuk menyentuh ponselku. Aku tak peduli apakah low battery atau habis pulsa. Berulang kali terdengar suara menggetar tanda panggilan masuk. Beberapa kali pula terdengar notifikasi tanda pesan masuk.

Telepon rumah berdering dan segera ku terima.

"Halo, Mika?"

Seketika ku dengar itu suara Mas Doni, seketika itu pula aku letakkan gagang telepon pada tempatnya. Kedua kali. Ketiga kali. Dan untuk terakhir kali, aku menanggapi kata 'Halo' nya,

"Gak perlu telpon lagi. Ganggu tau!"

Aku menghabiskan malam itu dengan melamun sendirian di kamar. Teringat dengan jelas perkataan Mas Doni pada Boy yang tengah memuji lekuk tubuh Vivi. Dia memang cantik, kulitnya putih, bibirnya merah merona, gigi putihnya yang rapi, lekukan tubuhnya tampak meliuk bak bodi gitar. Seragamnya yang minim dengan rok di atas lutut. Sungguh Vivi adalah idaman semua pria, batinku.

Apa yang aku rasakan sebagai bentuk emosiku pada Mas Doni. Bukankah itu tidak seharusnya dia lakukan. Atau mungkinkah itu lazim dilakukan semua pria, hanya saja aku hadir di saat yang tidak tepat hingga harus mendengar semuanya.

Posisi ku sebagai siswi populer, Ladies of Roxette, akan bergeser digantikan oleh Vivi. Meskipun Vivi sebelumnya pernah menjadi pacar Mas Doni, tak menutup kemungkinan mereka mengalami CLBK (Cinta Lama Bersemi Kembali). Jika itu terjadi, artinya aku harus bersiap kehilangan Mas Doni, yang sekarang aku mulai menyayanginya.

Sebenarnya bukan masalah jika memang Vivi berhasil merebut kembali hati Mas Doni. Secara fisik, antara aku dan Vivi memang berbeda. Postur tubuhku terkesan terlalu kurus karena aku memiliki tinggi badan 170 cm. Rambutku sedikit ikal dengan potongan pendek, seringkali mengembang berantakan diterpa angin. Hidungku pun tidak semancung Vivi. Selain itu, aku tidak pintar berdandan seperti Vivi.

Perkenalanku dengan Mas Doni sebelumnya berawal dari pertemuan yang tak disengaja. Berangsur kemudian Mas Doni sering menyapaku, kemudian memintaku untuk menjadi pacarnya. Aku mengiyakan permintaannya tanpa berpikir panjang dan mengindahkan peringatan dari sahabatku.

Bukankah genk Roxette memang terkenal sebagai sekumpulan anak freedom. Sudah pasti jika mereka memiliki sifat berandalan, berantakan, sering melanggar peraturan, gemar berkelahi, merasa powerful, dan juga playboy. Genk Roxette memang beranggotakan anak-anak dari golongan menengah ke atas. Bergaul dengan mereka, seperti bergaul dengan outfit seharga ratusan dan nyaris mencapai jutaan rupiah. Bergaul dengan mereka, maka kau akan mendapatkan fasilitas pertemanan kelas jetset. Bergaul dengan mereka, maka kau akan cepat menggapai tangga ketenaran terutama di sekolah.

Aku menggelengkan kepala. Bukan itu semua yang aku harapkan ketika mengiyakan permintaan Mas Doni. Jauh di dalam hatiku, aku hanya mendapati jiwa yang murni dan tulus, yang tampak dari aura wajah Mas Doni. Melalui tatapannya yang serius dengan mata terfokus, Mas Doni berhasil menawan hatiku.

Tak mudah bagiku memanggilnya dengan sebutan 'Sayang'. Semua berproses setelah aku membuktikan begitu banyak kebaikan dan perhatiannya. Namun itu semua bisa saja terlalu cepat bagiku untuk mengambil kesimpulan. Sisi terdalam Mas Doni sebagai laki-laki tentulah aku belum mengetahui. Kini ketika aku mengetahuinya, aku justru merasa tersakiti. Lantas kenapa aku harus menyesal, jika aku sendiri yang menjatuhkan diriku ke dalam lubang jebakan buaya.

Selain para sahabatku, Mas Doni pun pernah menyampaikan hal serupa tentang Boy. Bahwa Boy itu lebih gila dari yang aku tahu, buayanya buaya. Kenapa saat itu aku tidak memahami bahwa Mas Doni bisa saja merupakan cerminan dari Boy. Bahwa Mas Doni sebenarnya juga sama buayanya dengan Boy. Mereka bersahabat dekat, dan karakter mereka pun hampir sama.

Aku terlanjur menceritakan semua tentang masa laluku dengan Rio, pada Mas Doni. Harusnya aku merasa tidak wajar, jika ada seseorang yang baru saja mengenalku namun mampu berbaik hati, menerima dan menunggu aku menyerahkan hatiku padanya. Bukankah senormalnya laki-laki akan terganggu jika pacarnya masih belum dapat move on dari mantannya. Aku dibutakan oleh kepalsuan sikap Mas Doni selama ini.

Nyatanya, Mas Doni berhasil memiliki hatiku. Hati yang ku tutup rapat dan sebenarnya hanya terbuka untuk Rio. Aku keliru jika menyangka bahwa hati Mas Doni telah ku miliki. Karena jika hati seseorang telah kau miliki, semestinya tak mampu lagi pikiranmu melayang tanpa arah. Semestinya hatimu tahu arah kemana untuk pulang. Sekali lagi, aku keliru.

Demi Mas Doni yang penuh kepalsuan, aku mengesampingkan momen kebersamaan dengan para sahabatku. Mereka yang selama ini selalu ada dalam suka duka, dan tak pernah menyakitiku. Aku seperti dibuat lupa akan keberadaan mereka yang fana.

Jika memang hanya sebentar saja aku merasa bahagia karena memiliki Mas Doni, maka biarlah. Mungkin suatu saat kita dapat bersama kembali, entah sebagai teman, kakak, atau lawan. Aku harus terus melanjutkan petualanganku bersama para sahabatku.

***

Pekan demi pekan berlalu. Kami kembali berada dalam kondisi awal seperti tidak pernah terjadi apa-apa. Aku dan para sahabatku tertawa bersama. Mas Doni dan genk nya membuat keributan seperti sebelumnya. Tidak ada sapaan atau tatapan satu sama lain.

***

avataravatar
Next chapter