31 Love Yourself

Di awal tahun pelajaran sebagai siswa kelas tiga, aku justru sibuk mengikuti begitu banyak kegiatan sekolah. Kepengurusan OSIS masih ku handle sebagai ketua komite 2. Tanggung jawab sebagai sekretaris dalam ekskul Paskibra pun belum berpindah tangan. Kini ditambah aku harus berlatih baris berbaris untuk persiapan upacara kenegaraan, berlatih derap langkah untuk lomba gerak jalan, dan terakhir latihan berjalan catwalk dengan Arya.

Setiap hari, dimulai hari Selasa hingga Minggu pukul 3 sore, aku harus standby di Stadion Kota Amerta. Sepulang sekolah, aku segera membersihkan badan, berganti seragam dengan baju sport, segera makan siang, lalu berangkat menuju stadion. Pukul 5 sore latihan berakhir, aku langsung menuju rumah, mandi untuk kedua kalinya, dan seringkali aku tertidur sebelum makan malam.

Untuk latihan derap langkah, aku seringkali absen, lantaran tak ada waktu untuk itu. Jadwalnya selalu berbenturan dengan jadwal latihan Paskibra-ku. Sedangkan latihan catwalk dengan Arya, kami lakukan tiap jam istirahat sekolah di dalam kelas beberapa menit saja.

Pagi itu, mungkin aku kelelahan. Tekanan darahku mendadak drop, dan aku memaksakan diri untuk berangkat sekolah. Sesampainya di bangku ku, aku bahkan tak mampu mengangkat kepala. Rasanya penglihatanku buram dan sedikit mual.

"Mika.. kamu pucet banget. Udah sarapan?" tanya June padaku. Aku tak dapat menjawab.

Mengetahui hal itu, Arya dan Hadi mendekat turut bersimpati dengan keadaanku. June memijit perlahan bagian tengkukku, sedangkan Arya membelikanku roti isi dan segelas teh hangat. Hadi berada di samping June, memperhatikanku dan sesekali menjawab pertanyaan teman-teman yang ingin tahu apa yang terjadi padaku.

"Mik.. makan dulu, ini roti sama teh." Arya menyerahkan padaku.

"Baik banget sih kalian.. Thanks ya."

Aku menyuap sedikit roti pemberian Arya. Badanku terasa menghangat dan membaik. Rasanya aku ingin sekolah hari itu berlangsung cepat dan aku dapat segera pulang.

"Mika udah enakan kah? Aku antar pulang, ayo."

Arya menawarkan diri untuk mengantarku pulang. Sebenarnya ingin ku tolak, namun Hadi mendorongku dari belakang agar segera menuju ke tempat motor Arya diparkir.

"Had.. gak mau ah, nanti jadi gosip.." tolakku berbisik pada Hadi.

"Udah, mumpung Arya kosong, gak ada yang nebeng." Jawab Hadi dengan terus mendorongku.

"Gak papa, Mik. Aku gak suka ngerem ndadak kok, haha!" Arya melirik nakal ke arah Hadi.

Mereka tertawa, sedangkan aku hanya mampu tersenyum. Badanku masih sedikit lemas. Menanggapi candaan temanku, rasanya tak mampu.

"Ar, anterin Ar. Keburu pingsan Mika nih!" desak Hadi pada Arya.

Hadi tahu, Arya memang suka menebar pesona. Dia senang berlama-lama di sekolah, agar dapat berbincang dengan siswi-siswi yang mencari perhatiannya.

"Lekas sembuh, Mik. Besok aku ajarin main kartu domino ya.. haha.." seru Hadi padaku seraya melambaikan tangan.

Berada di atas jok motor Arya, sekali lagi. Aku merasa tidak enak hati padanya karena harus mengantarku pulang. Selain itu, aku berharap tak ada yang menggunjingkan kami berdua. Menjadi teman Arya adalah suatu kebanggaan tersendiri bagiku. Dia begitu populer dan tenar. Berbagai privilige khusus secara otomatis dia dapatkan, misalnya, telah disediakan tempat khusus untuk dia memarkir motornya di tempat yang teduh. Itu semua atas inisiatif para siswi yang mengidolakan Arya.

Ketika berada di kelas dua, Arya pun memiliki circle pertemanan sendiri, bernama One Club. Terdiri atas 8 atau 9 siswa yang berteman dekat dengan Arya. One Club yang dibentuk Arya pun tak kalah high class jika dibanding dengan genk Roxette. Hanya saja genk Roxette lebih powerful karena mereka lebih senior kala itu. Itu yang menyebabkan antara genk Roxette sering terlibat masalah dengan One Club.

Semenjak genk Roxette dinyatakan lulus, masing-masing dari mereka melanjutkan pendidikan di universitas terbaik yang tersebar di Indonesia. Kini One Club yang berada di puncak ekosistem Smasa Amerta, menggantikan genk Roxette. Namun One Club bukan sekumpulan anak urakan seperti halnya genk Roxette. One Club begitu taat peraturan, seragamnya rapi, tak ada penampilan ala kadarnya ataupun berantakan. One Club merajai tangga popularitas dengan ketampanan dan kecakapan mereka dalam mendapatkan hati para siswi di Smasa. Dapat dikatakan, One Club merupakan club-nya para playboy.

"Mik, kamu tuh kecapean deh. Apa gak sebaiknya kamu lepas satu, dari kegiatan yang kamu ikuti.." Arya memberikan saran padaku.

Kami duduk berdua sebentar di kursi teras rumahku. Arya nampak kepanasan karena sinar matahari siang itu begitu terik. Mak Cik menyuguhkan dua gelas es jeruk dan meletakannya di meja yang memisahkan tempat duduk kami.

"Gimana ya, Ar.. Aku terpilih mengikuti lomba termasuk menjadi Paskibra, itu kan amanat. Guru yang menunjukku percaya bahwa aku mampu.."

Pikiranku menimbang apa yang dikatakan Arya.

"Kalo begitu, kamu mundur aja dari lomba fashion. Ntar tiba-tiba di catwalk, kamu pingsan, aku lah yang malu. Haha.." Arya menggodaku.

"Tapi, Ar. Lomba fashion ini pengalaman pertamaku. Aku pun sayang kalo harus mundur."

"Yah, Mika. Kamu tu orang, bukan robot. Badan diperes gitu, siapa juga yang gak drop!"

"Ya, Ar.. Aku tahu itu."

"Ini masi latihan loh, kamu udah kecapean. Nanti saat hari H, kamu semakin drop, malah kacau semua, Mik. Percaya aku, deh. Kamu tuh gak bisa memaksakan diri."

Arya melanjutkan nasehatnya lagi.

"Mika, kamu tuh harusnya sayang sama dirimu sendiri. Kenali kapasitas dirimu. Kita semua tahu, kamu berpotensi untuk mengikuti lomba ini itu. Tapi kamu sadar gak, upacara kenegaraan itu aja, menyita tenaga dan waktu mu, apalagi ditambah jika kamu mengikuti lomba yang lain."

Aku hanya terdiam mendengarkan saran dan nasehat dari Arya. Aku tahu bahwa niatnya baik, maka akan ku pikirkan apa yang harus aku lakukan.

"Sekarang untuk apa kamu merasa berat hati untuk memutuskan. Seandainya ada apa-apa dengan kamu, dengan badanmu, yang kerepotan bukan mereka, Mik. Bukan teman, bukan guru kita." Arya terus berusaha meyakinkanku.

"Aku rasa.. aku akan pikirin dulu, Ar. Bener kamu bilang. Aku gak sanggup melakoni itu semua dalam sekali waktu."

"Nah.. gitu dong! Tapi, Mik. Aku masih berharap, kamu gak mundur di lomba fashion ya."

"Haha.. sepertinya enggak. Tapi kenapa kamu begitu yakin?"

"Karena, kita harus bisa bikin heboh di Smasa, dengan aksi kita. Haha.. Ya, tapi itu semua balik lagi ke kamu sih, Mik. Cuman... kalo aku harus berlatih catwalk dengan pasangan baru, kok rasanya aku males ya. Hehe.."

Aku dan Arya memang berlatih catwalk dengan sedikit koreografi arahan June dan Hadi. Kami berempat yakin, akan menampilkan performance terbaik saat lomba fashion nanti. Atas alasan itulah, aku putuskan untuk tidak mundur di lomba fashion.

***

KEESOKAN HARI, DI SEKOLAH

"Siang, Pak Agung.." sapaku pada pelatih derap langkah untuk lomba gerak jalan tahun ini.

"Ya, Mika? Ada apa?" Pak Agung yang ramah, menoleh padaku.

"Maaf menganggu, pak. Mm.. itu pak.."

Aku mendadak ragu, atas apa yang akan ku katakan pada Pak Agung. Apakah keputusanku sudah tepat, batinku. Di tengah keraguanku, aku teringat kata-kata penyemangat dari Arya.

"Pak, saya bermaksud mengundurkan diri. Karena..." ucapanku terpotong.

Disusul jawaban dari Pak Agung, "Ah, Mika. Saya sudah menduga itu."

"Maaf Pak. Fisik saya ternyata belum mampu.. Saya.."

"Gak papa, Mika. Terima kasih sudah memutuskan sekarang. Jadi Bapak, bisa segera mencari penggantimu."

Pak Agung tak marah, juga tak kecewa. Beliau justru memegang bahuku dengan semangat dan mensupport keputusanku.

***

Tersisa upacara kenegaraan, carnival tahunan, dan lomba fashion. Semoga fisikku dimampukan. Semangat, Mika!

***

avataravatar
Next chapter