webnovel

Part 9

     Pemandangan dari tepi Sungai Han diyakini Sehun dapat mengobati ketakutan Yoona. Mereka hanya duduk didalam mobil. Menikmati pemandangan indah diluar sana. Diperhatikannya gadis itu, masih terdiam merenungkan sesuatu. Belum mengeluarkan sepatah katapun. Sudah satu jam lamanya mereka berada disana. Bahkan botol minuman yang sudah Sehun berikan pada Yoona belum tersentuh sedikitpun.

`

     Sebuah pemandangan indah sedang dipertontonkan pada mereka. Yakni perubahan warna langit dari biru cerah menjadi jingga kemerah-merahan. Sehun tidak tahu harus menunggu berapa lama lagi hingga Yoona sadar dan menyadari keberadaannya disana. Karena ia tidak yakin keberadaannya diketahui gadis itu, apalagi dalam keadaan yang seperti itu. Tapi setidaknya ia dapat melihat itu, Yoona sudah terlihat lebih tenang dari yang sebelumnya. Karena itu ia memilih menunggu diluar. Menyaksikan keindahan Sungai Han dari luar mobil pasti akan lebih menyenangkan. Tak terduga, Yoona menahannya. Tangan Yoona menggenggam tangannya dengan erat.

     "Tetaplah bersamaku." Bisik Yoona.

`

     Sehun menatapnya sejenak. Mencoba menelusuri arti dari garis wajah Yoona pada saat itu. Ia putuskan untuk kembali menutup pintu mobilnya. Merelakan tangannya digenggam Yoona. Tidak lama dari itu, ponselnya berdering. Dilihatnya nama Somi dari layar ponselnya. Belum sempat ia berbicara, adiknya sudah berteriak.

     [Oppa! Bagaimana? Apa kau sudah menemukannya?]  berulang kali Sehun menjauhkan ponselnya dari telinganya. Bahkan tidak perlu menggunakan speaker, suara adiknya sudah dapat terdengar olehnya.

     "Suaramu!" bentaknya. Disempatkannya untuk melirik Yoona, gadis itu masih menatap kedepan. Masih dengan tatapan kosongnya.

     "Dia sudah bersamaku, kalian tenang saja." Tambahnya lalu memutuskan panggilan itu.

`

     Tidak terasa malam tiba diiringin awan mendungnya. Kecantikan Sungai Han semakin terlihat jelas ketika lampu-lampu menyala dan menghiasi setiap sudut jembatan. Suasana hangat dan romantis pun muncul. Sehun terjerat oleh pemandangan itu. Sesaat ia menyadarinya, tangannya masih digenggam erat. Kembali ia layangkan pandangannya ke Yoona. Tepat disaat itu ia melihat airmata mengalir diwajah Yoona. Sehun hendak meraih selembar tisu, berniat menyeka airmata itu. Tapi suara Yoona menghentikannya.

     "Apa saja yang kau ketahui tentang diriku?" setelah sekian lama akhirnya Yoona mengeluarkan suaranya. Sehun tidak membalas pertanyaannya, ia masih belum mengerti dengan pertanyaan itu.    

     "Kurasa kau mengetahui semuanya."

     "Dan kau berusaha menyembunyikannya."

     "Lalu kenapa kau menyelamatkanku? Bukankah kau sudah tahu siapa aku sebenarnya?" tidak ada yang terlintas dipikiran Sehun. Karena itu ia hanya diam. Sadar Sehun tidak ingin mengatakan apapun, Yoona menyerah dan kembali berdiam diri.

`

--

`

     "Kenapa mereka mengejarmu?" tanya Sehun yang sudah kembali menyetir.

     "Kurasa mereka mengenalku."

     "Mengenalmu?"

     "Aku melihat mereka sebelum malam mengerikan itu terjadi."

     Keningnya mengerut. Matanya masih menatap jalan dengan pandangan kosong. Ia terus berusaha mengingat kejadian pada malam itu.

     "Tepat sebelum aku memasuki pabrik dimana ayahku berada, aku melihat dua mobil sedan terparkir tidak jauh dari pabrik. Awalnya aku tidak menghiraukannya. Ketika itu kulihat segerombolan pria berjalan keluar dari pabrik, aku terpaksa bersembunyi untuk menghindar dari pandangan mereka. Saat itulah aku melihat mereka berjalan mendekati mobil sedan tersebut, lalu tidak lama dari itu salah satu mobil sedan menurunkan kaca mobilnya. Terlihat olehku seorang pria tua berpakaian serba hitam sedang berbicara dengan mereka. Usai itu mereka berpencar. Sebagian masuk kedalam mobil dan sebagian lagi masuk kedalam pabrik. Tapi anehnya, aku tidak melihat mereka didalam pabrik."

     "Jika begitu, bukankah saat ini kau sedang dalam bahaya?" Sehun menepikan mobilnya secara mendadak. Mereka saling tatap, kata 'Bahaya' membuat mereka termenung sesaat.

     "Kita harus melaporkan ini ke polisi." Pikirnya. Yoona mencoba memikirkan perkataan Sehun. Ia kembali menatap ke depan.

     "Sudahlah, itu tidak terlalu penting."

     "Tapi kau dalam bahaya."

     "Bahaya? Hah. Entah kenapa aku sama sekali tidak takut dengan itu." bibirnya mengulas senyuman. Tapi Sehun dapat melihat itu. Yoona sedang gelisah.

`

     Suasana menjadi hening. Mereka sedang tenggelam dalam pikiran masing-masing. Tanpa merasa terganggu dengan keributan yang ada diluar sana. Malam semakin larut dan mereka masih berdiam disana. Tidak ada sepatah katapun yang keluar dari mulut mereka. Hingga sebuah suara berhasil membuat keduanya tersadar dari lamunan mereka.

     "Apa itu kau?" tanya Sehun ke Yoona. Dilihatnya Yoona sedang menyetuh perut sambil menahan malu dengan ekspresi datar diwajahnya.

     "Kau belum makan" tanya Sehun lagi. Yoona menggeleng tak peduli.

     "Huh." Ia tidak tahu harus merasa miris atau merasa lucu. Walau begitu, tawanya tetap terdengar. Pada saat itu ada satu lokasi yang terpikirkan olehnya. Tanpa menanyakannya pada Yoona, mobil kembali melaju.

 

`

--

 

`

     "Hmm. Pilihlah."

     Dari awal mereka memasuki kawasan Myeongdong, Yoona belum juga menetapkan pilihannya. Matanya terus menatap takjub setiap makanan yang dijual disana.

     "Tidak ada yang kau suka?"

     "Aa, itu."

     Yoona berlari kecil mendekati sebuah gerobak yang menjual tteokbokki. Wajah kakunya langsung mengulas sebuah senyuman. Begitu bahagia dirinya ketika berdiri dihadapan tumpukan kue beras berbentuk pipa yang dimasak bersama saus cabai. Semangkuk tteokbokki sudah berada ditangannya. Ia sudah siap menusuk satu persatu makanan itu. Namun ketika kue beras itu hendak masuk ke dalam mulutnya, Sehun menahan tangannya dan mengabil makanan itu darinya.

     "Itu pedas. Cari makanan yang lain saja." tteokbokki itu sudah masuk kedalam tempat sampah. Dengan santai Sehun tarik pergelangan tangan Yoona lalu membawa gadis itu menuju makanan lainnya.

     "Aku hanya ingin tteok." Yoona berkata ketus.

     "Tidak boleh." Bantah Sehun. Tornado potato menjadi pilihannya. Makanan itu berupa kentang yang dipotong spiral, ditusuk dengan stick lalu digoreng.

     "Kurasa ini enak. Makanlah." Satu tusuk kentang sudah diberikannya ke Yoona.

`

     Awalnya Yoona enggan mencoba dan masih mengharapkan tteok. Tapi setelah mencicipinya, ia malah  meminta satu tusuk lagi. Tidak berhenti disitu. Ketika melihat pedagang odeng, sama halnya disaat melihat tteokbokki, Yoona langsung berlari kecil mendekati gerobak makanan itu. Tidak perlu meminta persetujuan Sehun, ia segera mengambil satu tusuk odeng. Sesekali matanya melirik tteokbokki yang juga dijual di gerobak itu.

`

     Banyak pilihan untuk menyantapnya. Ada kuah kaldu yang panas, saus mustard, saus tomat dan juga kuah kaldu dengan cabai dan bawang serta kedelai. Pastinya Yoona memilih yang tidak pedas. Ia juga tidak tahan melihat pandangan menyelidik Sehun disaat ia akan memilih kuahnya.

     "Kenapa kau diam saja? Kau tidak makan?" tanya Yoona. Sehun terlihat tidak tertarik dengan makanan yang ada disana.

     "Aku tidak memakan sembarang makanan." Yoona memperlihatkan mimik 'Terserahmu' dan lanjut menyantap makanannya.

    

 `

--

 `

     Rumah itu terlihat sepi. Disaat menginjakkan kaki disana, tidak ada seorang pun yang menyambut. Rumah yang biasanya tidak jauh dari kata berisik kini senyap tak bersuara. Yoona yang hendak menaiki tangga melihat keberadaan Mari dan Somi yang sedang tertidur diatas sofa diruang keluarga. Matanya terpaku melihat itu. Begitu juga dengan Sehun. Pria itu langsung berjalan menghampiri ibu dan adiknya.

     "Kenapa mereka tidak masuk kekamar." Grutunya.

     "Apa mereka menungguku?" Yoona merasa bersalah.

     "Kau masuk kekamar saja."

     "Tapi kita harus memindahkan mereka kekamar."

     "Serahkan saja padaku. Pergilah."

`

     Ibunya dan Somi memang sedang menunggu Yoona. Sedari tadi mereka terus menghubungi ponsel Sehun, tapi panggilan itu tidak terhubung.

     "Eomma, bangunlah. Yak Somi, pindah kekamarmu." Tegurnya berbisik.

     "Astaga, kau! Kenapa kau mematikan ponselmu! Eomma cemas setengah mati. Dimana Yoona? Apa dia baik-baik saja?" Mari meneriakinya dengan raut cemas yang tak terkontrol.

     "Eomma tenang saja. Dia sudah berada dikamarnya."

     "Benarkah? Dia baik-baik saja? Kenapa kau mematikan ponselmu?"

     "Aku tidak mematikannya. Batraiku habis." Sehun terpaksa berbohong.

     "Tapi, kenapa badanmu bau sekali?" menyadari aroma tubuh putranya. Mungkin dikarenakan terkena asap masakan sewaktu di Myeongdong tadinya.

     "Entahlah. Aku mandi dulu."

 

`

--

 `

     Suhu dipagi itu sedikit tidak bersahabat. Selapis jaket tebalnya tak mampu menghangatkan tubuhnya. Tetapi walau begitu ia tetap bersikeras untuk duduk dihalaman rumahnya. Hal itu sudah menjadi kebiasaannya dan tidak dapat ia tinggalkan.

     "Sedang apa dia disana?" tampak Yoona disana dengan selimut tebal yang membalut tubuhnya. Duduk meringkuk dengan kedua kakinya yang terlipat diatas kursi. Wajahnya hampir tertutupi selimut, jelas sekali bahwa ia sedang kedinginan.

     "Kau sedang apa disini?" berulang kali menegurnya dan sekali-kali mendorong tubuh Yoona dengan pelan. Tapi Yoona tidak juga memberikan respon.

     "Yak.. Kenapa kau disini? Kau bisa sakit jika berlamaan disini. Cuaca sedang—" tubuh itu tersungkur ke atas rumput.

     "Yoona-a, kau kenapa?" wajahnya pucat. Keringat dingin menghiasi keningnya. Ia menggigil kedinginan. Sehun sentuh keningnya. "kau demam."

`

     Masih dengan selimutnya, Sehun angkat Yoona ke atas punggungnya. Setelah itu dia sudah berlari sekuat tenaganya. Tentunya klinik merupakan tujuannya.

`

     Setibanya disana, tampak Jongin sedang mengunci pintu kliniknya. Masih dengan gadis yang terakhir kali ia lihat. Mereka memandang Sehun heran, tidak menyadari dengan apa yang sedang pria itu bawa dipunggungnya. Mungkin dikarenakan selimut tebal yang menutupi tubuh Yoona. Ketika itu tangan Yoona yang tadinya melingkar di leher Sehun mendadak terjatuh.

     "Astaga! Oppa, apakah itu Yoona eonni?" Krstal mendekati tubuh Yoona yang masih berada diatas punggung Sehun.

     "Maafkan aku, klinik baru saja tutup." Jongin berlaku tak peduli.

     "Eonni!" wajah Yoona terlihat ketika Krystal menyingkirkan selimut tebal itu.

     "Kumohon, tolong dia." Wajah Sehun semakin menunjukkan seberapa cemas dirinya pada saat itu.

     "Oppa, apa kau tidak mau menolong eonni?" bentak Krystal ke Jongin. Wajah kaku Jongin perlahan melembut.

     "Baiklah. Silahkan masuk." ujar Jongin pasrah.

`

--

 `

     Matanya terbuka pelahan. Ia amati keadaan disekitarnya. Ia merasa tidak asing dengan ruangan itu. Dilihatnya seseorang yang sedang berdiri tidak jauh darinya. Pria berjas putih yang telah membuat Yoona menjadi seperti itu. Tertekan karena perkataannya. Saking tertekannya Yoona bahkan tidak menyadari bahwa kakinya membawanya ke halaman rumah hingga menggigil kedinginan.

     "Kau sudah sadar?" tegur Jongin ramah. Tidak seperti yang Yoona bayangkan. "sebentar, aku panggil mereka dulu."

     "Tunggu!" langkah Jongin terhenti. "Bukankah kau marah padaku? Kenapa kau menerimaku disini?"

`

     Jongin memerlukan sedikit waktu untuk menjawabnya. Bagaimanapun juga tidak semudah itu untuknya memaafkan Yoona—menurutnya. Tetapi ketika melihat kondisi Yoona yang lemah seperti itu, ia mendadak melupakan perkataannya sendiri. Ia juga sudah mencoba memikirkan itu. Yoona tidak sepenuhnya bersalah.

     "Lupkan itu. Aku panggil mereka dulu." Mendengar perkataannya membuat Yoona merasa bingung. Apakah aku sudah bisa merasa lega?

    

`

--

 `

     "Jadi kau membohongiku?" kedua gadis itu duduk diatap klinik milik Jongin.

     "Maafkan aku."

     "Aku yang bersalah padamu. Jadi kau tidak perlu meminta maaf padaku."

     "Eonni.."

     "Sudahlah." Yoona menghela nafas sejenak. "awalnya aku hampir tida mengenalimu. Karena seingatku kau memiliki warna rambut yang cerah." Krystal tersenyum simpul mendengarnya. "tapi, bagaimana kau bisa mengenal dokter itu?"

     "Dulunya oppa pernah menyelamatkanku ketika aku habis dipukuli anak buah bos ayahku. Dia menemukanku tergeletak di tepi jalan. Setelah itu aku sering mengunjunginya, hingga akhirnya dia membantuku mencari pekerjaan. Maka itu aku bekerja di sekolah itu."

     "Kau masih bekerja dengan mereka?"

     "Tidak, saat ini aku sedang melarikan diri dari mereka. Oppa telah membantuku. Rumah yang saat ini aku tempati adalah rumah oppa. Kami tinggal bersama."

     "Maaf, aku tidak bermaksud membuatmu—" Yoona merasa sedih mendengar semua itu.

     "Eonni, sudahlah." Sela Krystal.

     "Aku tidak bermaksud membunuh mereka. Ketika aku melihat banyaknya darah yang keluar dari tubuh ayahku, aku merasa kehilangan kesadaranku. Tiba disaat kusadari bahwa ayahku tak lagi bernafas, aku menyadari itu. Itu bukan diriku lagi." Memutar kembali memori pada waktu disaat peristiwa kelam itu terjadi.

     "Eonni, aku tidak pernah menyalahkanmu. Kau tidak perlu mengingatnya lagi."

     "Tapi.."

     "Kumohon, lupakan itu. Dan aku juga ingin berterimakasih padamu."

     "Tentang apa?"

     "Kemarin kau sudah menyelamatkanku dari mereka. Tapi eonni, aku tidak mencuri seragam itu. Salah satu dari mereka memaksak untuk menggunakan seragam itu. Aku dijebak."

     "Aku tahu itu."

     "Dan juga, terimakasih atas coklat yang kau berikan padaku. Aku tidak menyangka. Ternyata kau masih mengingat itu."

     "Coklat?"

     "Hmm, Sehun oppa yang mengantarkannya padaku. Terima kasih banyak eonni.' Yoona diam sesaat lalu tersenyum simpul.

     "Kenapa kau tidak melaporkan mereka pada polisi? Bukankah kau tahu kalau mereka penjahat? Kenapa membiarkan dirimu masuk kedalam bahaya?"

     "Mereka akan membunuh ibuku. Jika aku melaporkan mereka, aku akan kehilangan ibuku. Kau tidak mau itu terjadi." Yoona kembali terdiam. "kehilangan appa sudah cukup berat untukku. Aku tidak mau eomma juga pergi meninggalkanku."

     "Sekarang dimana ibumu?"

`

--

`

     Angin bertiup kencang. Udara dingin lumayan menantang. Mendaki gunung disaat keadaan seperti itu sangat melelahkan. Masih begitu jauh perjalanan mereka. Untuk tiba dirumah ibunya Krystal tidaklah mudah. Lokasi rumahnya yang berada dipuncak pegunungan mengharuskan mereka berjalan kaki. Sebelumnya mereka sudah dilelahkan dengan perjalanan mereka dari Seoul menuju Jeongseon. Dan kini mereka harus mendaki lagi. Namun tak terlihat raut lelah diwajah Yoona. Ia malah tampak kesal. Kesal karena Sehun terus mengikutinya.

     "Kenapa?! Mau sampai kapan kau menatapku seperti itu? Apa aku tidak boleh ikut kesini? Aku kan juga ingin berlibur." Serang Sehun karena merasa lelah mendengar Yoona yang mengeluh akan kehadirannya.

     "Kami tidak sedang berlibur." Ujar Yoona ketus.

     "Tapi tempat ini tempat wisata!"

     "Sudahku katakan. Kami kesini bukan untuk berlibur!"

     "Eonni, sudahlah. Lagi pula lumayan juga ada Sehun oppa. Aku juga takut jika hanya kta berdua." Bela Krystal yang sudah berjalan melewati mereka.

     "That's right! Itu benar sekali. Bagaimanapun juga aku ini namja. Aku akan menjaga kalian. Let's go! Aku sudah tidak sabar untuk tiba di puncak." Dengan semangat ia berlari mendahului mereka. Tidak menghiraukan lirikan mematikan dari Yoona. Krystal hanya tertawa dan sudah mengejar Sehun yang sudah melesat jauh.

     ~Aku bahkan lebih kuat darimu. Batin Yoona.

`

--

`

     "Untuk apa kau kesini?!! Kka! Aku tidak mau melihatmu!" Tangannya memegang pisau dan terus berusaha untuk melukai Yoona.

     "Kau sudah membuat kami menderita! Aku tidak akan pernah memaafkanmu! Jadi pergilah!" bentak Yorin selaku ibu Krystal.

     Wanita itu langsung menarik Krystal masuk kedalam rumah. Pintu tertutup dengan keras. Yoona berusaha untuk mengerti dan tetap bersikeras untuk meminta maaf. Karena itu ia tetap berdiri di halaman rumah itu ditemani gerimis dan dinginnya musim gugur. Tidak, masih ada pria itu. Sehun tetap menemaninya disana.

     "Huh, sepertinya ini akan sedikit sulit." Kata Sehun sembari melangkah mendekati Yoona yang sedang termenung.

     "Lebih baik kita cari penginapan dulu. Setelah hujan reda barulah kita kembali lagi kesini." Yoona tidak merespon. "yak, kau tidak mendengarku?"

     "Aku tidak bisa pergi dari sini." jawabnya singkat tanpa menoleh.

     "Tapi saat ini sedang hujan."

     "Pergilah. Aku akan tetap disini." Yoona menoleh padanya. Berharap Sehun mendengarkan permintaannya.

     "Baiklah jika kau memaksa."

`

`

`

Continued..

Next chapter