webnovel

Part 7

     Menunggu merupakan hal yang sangat tidak Sehun suka. Dia juga bingung dengan apa yang sedang ia lakukan. Mengikuti Yoona lalu menunggunya. Berdiri di tepi jalan sambil terus mengamati pintu klinik yang berada diseberang jalan—yang dengan sangat jelas terpampang tulisan close. Kebosanan mulai menggerogotinya, memintanya untuk segera pergi dari sana. Tapi rasa penasarannyalah yang membuatnya tetap bertahan disana.

`

     Terdengar suara pintu terbuka lalu terbanting pelan. Tampak Yoona disana, sedang melangkah menjauh dari klinik. Raut wajah apa itu? Bukankah dia terlihat tidak baik? Begitulah yang Sehun pikirkan. Yoona terlihat murung. Tidak hanya itu, walau terhalangi jarak dan kegelapan malam, Sehun tetap dapat melihat itu. Mata Yoona berkaca-kaca.

`

     Kondisi itu membuatnya tidak memiliki keberanian untuk menghampiri gadis itu, maka itu ia memilih untuk mengikuti Yoona dari belakang saja. Hingga ia melihat Yoona sudah benar-benar masuk kedalam rumah, dengan sedikit jeda waktu, ia pun ikut masuk kedalam rumah. Ia tidak menemukan Yoona disana, tidak didapur ataupun di ruang keluarga. Mungkin dia sudah masuk kedalam kamarnya. Ada Mari disana, baru saja keluar dari kamar dan saat ini tengah berjalan menghampirinya. Ia tahu ibunya itu pasti akan bertanya banyak hal, karena itu ia cepat-cepat melangkah masuk kedalam kamarnya.

     "Yak.. Yak.. Tunggu!"

`

--

`

     Kamar itu tampak remang. Hanya memanfaatkan cahaya dari lampu taman di halaman rumah—yang letaknya tepat didepan kamar itu. Yoona sengaja tidak menyalakan lampu kamarnya, tidak tahu mengapa. Ia duduk santai di sebuah kursi—yang menghadap ke jendela besar—memperlihatkan situasi taman dihalaman depan rumah itu.

`

     Walau begitu, dia tidak benar-benar memandangi apa yang terlihat olehnya. Karena pada saat itu pikirannya masih dipenuhi dengan perkataan Jongin padanya. Sulit untuknya tidak memikirkan itu, hingga sekarang dan terus mengganggu ketenangannya.

`

     Beberapa jam yang lalu..

`

     "Berkat pukulan darimu, ayahnya koma selama 4 hari sebelum akhirnya meninggal dunia. Sejak saat itu, hidupnya menjadi sangat merana. Ia terpaksa harus bekerja bersama mereka. Kau tahu apa yang mereka lakukan padanya?" Jongin menarik nafas sejenak. Tampak berusaha meredam amarahnya. "pergilah. Jangan muncul lagi dihadapannya."

     "Kau tidak bisa menyalahkanku." Jawab Yoona tidak bermaksud menantang. "jika mereka tidak membunuh ayahku, aku tidak akan melakukan apapun pada mereka."

     "Jika kau mengetahui apa saja yang dialaminya, kau pasti tidak akan bisa membela dirimu lagi." Sesuatu menahan mulut Yoona. Ia jadi sulit berkata. Cukup membuatnya penasaran dengan apa yang sebenarnya telah terjadi pada Krystal, tapi tanpa harus menanyakan itu, sepertinya dia sudah bisa menebak. Pasti sesuatu yang sangat menyakitkan sudah dialami gadis itu—yang masih terlelap dibalik selimutnya. "sebelum dia sadar, sebaiknya kau keluar dari sini sekarang juga." Tatapan yang Jongin perlihatkan sangat tidak bersahabat, menunjukan seberapa benci dirinya kepada Yoona. Sebenarnya banyak yang bisa Yoona katakan, tentunya sesuatu yang dapat merubah pola Jongin kepadanya. Tapi, kondisi Krystal pada saat itulah yang membuatnya menyerah. Dan dengan terpaksa, Yoona melangkah keluar dari klinik itu.

`

--

`

     Wajahnya sedikit membengkak dan tampak kusam. Lingkar hitam samar-samar tergaris dibawah matanya. Pandangannya terlihat tidak fokus, menembus jendela kamar mengarah ke taman. Sorot matanya memperlihatkan kekosongan. Tak lagi gelap, matahari sudah menerangi sebagian ruang di kamarnya, memaparkan sinarnya langsung ke wajah Yoona. Sedang apa dia? Sedang duduk. Belum bergerak sedikit pun dari tempat duduk itu, dari malam hingga sekarang.

     "Sebenarnya apa yang sedang Yoona lakukan? Apa dia benar-benar sedang tidur?" terdengar suara Mari dari luar pintu kamarnya. Ya, sedari tadi Mari mengetuk pintu kamar itu, tetapi tidak ada respon apapun dari Yoona. Tentu saja, Yoona memang tidak menyadari ketukan itu, dia terlalu hanyut dalam alam bawah sadarnya.

     "Eomma, kau sedang apa? Kenapa berisik sekali?" Somi baru saja keluar dari kamarnya tengah berjalan menghampiri ibunya.

     "Sudah jam segini tapi Yoona belum juga bangun." Ujarnya diikuti raut cemas di wajahnya.

     "Lalu kenapa?"

     "Bagaimana jika dia sedang sakit? Eomma sangat khawatir padanya."

     "Eish.. Eomma, kau terlalu berlebihan. Kau bahkan tidak pernah sekhawatir ini padaku. Mungkin eonni masih tidur!" terlihat tidak peduli, Somi menuruni anak tangga dengan santai. "aku mau sarapan, apa eomma tidak berniat menemaniku?!!" teriak anaknya itu dari lantai bawah.

     "Kenapa anakku tidak pernah berlaku sopan padaku?" grutu Mari, walau begitu dia tetap melangkah menuruni anak tangga. "dimana Sehun? Apa dia belum bangun juga?!!" dan mulai ikut berteriak.

     "Tidak tahu."

     "Aish, rumah ini benar-benar tidak ada aturan." Hanya itu yang bisa Mari katakan.

`

--

`

     Dimana Yoona saat ini? Apa dia masih duduk manis di sudut kamarnya? Tidak. Kini Yoona tengah mengenakan jeans dan kemeja polos, dia baru saja selesai mandi dan sepertinya hendak pergi ke suatu tempat. Benar sekali, dia mulai melangkahkan kakinya keluar dari kamar. Menuruni anak tangga, melewati dapur dan ruang makan—dimana Mari dan Somi berada—tapi tak dihiraukannya, karena sepertinya Yoona masih fokus pada satu hal. Dia tampak sangat serius. Bahkan dirinya juga tidak menyadari keberadaan Sehun yang tengah tiduran di bangku taman di halaman depan rumah itu. Hanya berjalan mendekati pagar rumah lalu berusaha membuka kunci pagar yang terdapat banyak gembok.

     "Perlu bantuanku?" tegur Sehun yang sudah berada disampingnya.

     "Tidak." Karena Yoona memang masih dapat membuka gembok itu satu persatu.

     "Maklumkan saja ya, ibuku memang sedikit kuno dan tidak terlalu mempercayai keamanan di perumahan ini. Karena itu dia selalu memasang gembok-gembok ini. Oo? Sepertinya kali ini kau tidak bisa membukanya." Benar sekali. Posisi gembok terakhir sangat tinggi dan Yoona tidak berhasil menggapainya. "bagaimana? Apa aku harus membantumu?" suara helaan nafas Yoona terdengar jelas, mungkin tidak senang diganggu Sehun seperti itu.

     "Ya, tolong bukakan untukku." Sahut Yoona akhirnya. Dengan senyum kebanggaannya, Sehun langsung bergegas membuka gembok itu.

     "Kau mau kemana?" tanya Sehun ditengah tugasnya.

     "Aku mau membeli sesuatu."

     "Sesuatu? Apa itu?"

     "Apa kau harus tahu?"

     "Tentu saja, dengan begitu aku bisa mengantarmu menuju tempat si penjual." Lagi-lagi senyuman menjengkelkan itu mengembang diwajah tampannya. "kau kan belum mengenal dengan baik jalan disini." Kening Yoona mengerut seakan baru menyadari itu. Benar juga, dia memang belum begitu mengetahui jalan disana. "eottae? Kemana aku harus mengantarmu?" tanya Sehun, masih dengan senyumnya.

`

--

`

     Perjalanan itu mereka lalui dengan berjalan kaki. Karena Sehun memilih ke supermarket terdekat yang jaraknya tidak terlalu jauh dari rumah mereka. Alasan lainnya yaitu karena, saat itu suasana di tepi jalan sangat indah dikarenakan banyak pepohonan yang daunnya sedang berguguran. Angin juga terasa sejuk, walau matahari lumayan terik. Bisa dikatakan suasana saat itu sangat romantis.

     "Apa supermarketnya masih jauh?" tegur Yoona karena merasa mereka sudah melangkah sangat jauh.

     "Mmm, sedikit lagi kita—" Sehun seperti tersadar akan sesuatu. "mwoya, kita ada dimana?"

     "Apa?!" Yoona mendadak cemas.

     "Yak, kita salah jalan!"

     "Heee???!!"

     "Kenapa tadi kau diam saja?!! Cepat kesini! Kita harus balik ke jalan yang sebelumnya. Cepat!" sudah Yoona tebak, Sehun pasti tidak akan terlalu membantu. Syukur Yoona memang tidak suka banyak bicara, dan masih cukup bersabar, Yoona ikuti langkah pria itu. Memangnya apa sih yang sedari tadi dia pikirkan? Kenapa bisa sampai salah jalan? Dan itulah yang terpikirkan oleh Yoona.

`

--

`

     "Kau akan membeli semua coklat-coklat ini?" tanya Sehun sembari melototi isi keranjang yang tengah ia pegang. Ya, dia mencoba terlihat keren dengan memegang keranjang belanjaan Yoona—yang saat ini isinya hanya tumpukan coklat.

     "Ya." Sahut Yoona singkat seperti biasa.

     "Kau bisa terkena diabetes akut."

     "Bukan untukku."

     "Lalu?"

     "Eonni.." itu suara Krystal! Benar sekali, ketika Yoona menoleh, tampak Krystal disana. Tengah bersama Jongin yang sepertinya juga sedang berbelanja. Yoona tak dulu membalas sapaan Krystal, melihat wajah lesu Krystal membuatnya mengingat kembali perkataan Jongin padanya.

     "Astaga, apa kau membeli coklat sebanyak itu? Wah, sudah lama aku tidak mencicipinya." Krystal berlaku ramah, berbeda dengan ekspresi Yoona dan Jongin yang terlihat sangat tegang.

     "Ini bukan punyaku, tapi miliknya." Kata Yoona menunjuk ke Sehun.

     "Ee? Aku? Tidak—"

     "Katakan saja ia!" bisik Yoona usai menyikut lengan Sehun. Penuh paksaan, Sehun tersenyum lebar lalu memaksakan sebuah tawa.

     "Eonni, bagaimana jika kita jalan-jalan? Saat ini sedang—"

     "Maaf sekali, kami harus segera pulang." Terlihat sangat tidak nyaman, cepat-cepat Yoona menarik Sehun dari sana.

     "Yak, ada apa denganmu? Kau tidak sedang menghindarinya kan?" tanya Sehun.

     "Kau diam saja." mereka membayar coklat itu dikasir, dan dengan tidak sabar, Yoona segera pergi dari meja kasir setelah membayar belanjaannya. Dengan menenteng plastik berisikan coklat, Sehun berlari mengejar Yoona yang sudah melangkah lebih dahulu.

     "Yak tunggu aku!" Panggilnya. "aish kau ini, kenapa hari ini kau aneh sekali?!" ujarnya setelah berhasil melangkah seirama dengan Yoona. "ada masalah? Bukankah dia temanmu? Kenapa kau sangat ketus padanya?" tidak ada jawaban dari Yoona. "kalian bertengkar?" Yoona masih saja diam dan terus melangkah. "apa yang sebenarnya terjadi?" dan masih saja diam. "yak! Aku sedang bertanya padamu!!!" sambar Sehun kesal bukan main.

     "Aku tidak boleh bertemu denganya! Hanya itu." dari ekspresi dan nada suaranya, Yoona seperti tengah menahan amarah.

     "Memangnya kenapa? Kenapa kau tidak boleh bertemu dengannya?"

     "Coklat itu untukmu saja." tak lagi berjalan, Yoona sudah berlari sangat kencang, meninggalkan Sehun disana. Entah mengapa, Sehun seakan memahami sesuatu. Ia berdiri di tepi jalan, mengamati tumpukkan coklat yang ada di dalam plastik kresek itu.

     "Mungkin aku harus memberikan coklat ini langsung kepada orangnya." Begitulah yang Sehun pikirkan. Jadi, sebenarnya Sehun tahu kepada siapa coklat itu akan Yoona berikan? Ya, dia tahu. Bagaimana dia mengetahui itu? Sesungguhnya dia mengetahui banyak hal tentang Yoona.

`

--

`

     Sore itu Mari tengah duduk santai di ruang keluarga. Membolak-balik sebuah majalah yang tidak benar-benar ia baca. Ia tengah diserbu rasa suntuk usai ditinggal Somi dan Yoona—4 jam yang lalu memilih pergi ke Mall. Ingin memasak, tapi tidak yakin bahwa ketiga manusia itu akan memakan masakannya, karena mereka pasti sudah mengisi perut mereka diluar sana. Brukk!! Pintu depan rumah itu terbanting. Seseorang pasti baru saja pulang. Benar sekali. Putra tampannya tengah melangkah malas menghampirinya.

     "Kau dari mana saja? Kenapa tadi kau membiarkan Yoona pulang sendiri? Syukur dia tahu jalan pulang." Raut wajah Sehun semakin rata tak bersemangat. Kalau saja dia bisa mengatakan yang sebenarnya. Ah sudahlah.

     "Aku kerumah temanku." Ucapnya berbohong. "eomma, kenapa kau sendiri? Kemana yang lain?" duduk disamping ibunya. Ia raih minuman milik ibunya lalu menyeruput abis.

     "Mereka pergi ke Mall. Katanya mau nonton film."

     "Nonton? Memangnya Yoona mau?" Ia tidak pernah berpikir bahwa gadis sekaku Yoona mau diajak nonton film.

     "Sudah pasti mau, jika tidak, dia pasti tidak ikut."

     "Sudah berapa lama mereka pergi?" Ibunya langsung menatapnya menyelidiki. "aku hanya bertanya.." tambah Sehun, tidak ingin ibunya salah paham.

     "Sejak tadi siang. Mungkin sudah 4 jam lebih." Dilihatnya Sehun yang mengangguk, ia sadari ekspresi putranya terlihat masih sangat penasaran. "waeyo? Kau tidak sedang merindukannya kan? Kalian baru saja bertemu, bagaimana bisa kau sudah—"

     "Aish eomma! Yang benar saja! Kenapa juga aku harus rindu padanya." Pembelaan dirinya tampak sangat menggemaskan.

     "Hah, gengsimu terlalu tinggi." Gumam Mari sambil tertawa meleceh. Brukk! Pintu depan rumah itu kembali terbanting. Wajah suram Sehun langsung bercahaya, tapi sedetik kemudian kembali suram. Karena ia tidak menemukan Yoona disana.

     "Kenapa kau sendiri? Dimana Yoona?" Tanya Mari cemas, karena hanya Somi seorang disana.

     "Eonni? Eonni belum pulang?—"

     "Apa maksudmu?" Sehun reflek berdiri dari duduknya.

     "Tadi eonni bilang mau pulang duluan.." raut wajah Somi yang kelelahan perlahan tersadar akan sesuatu.

     "Kenapa kau membiarkannya?!! Dia tidak tahu jalan disini!" Bentak Mari.

     "Dia menggunakan taksi, eomma! Dia hanya perlu mengatakan alamat rumah ini. Dulunya dia juga pernah mengantar temannya itu." Somi diam sejenak, tampak tengah berpikir. "tapi, itu sudah 2 jam lalu. Kenapa eonni belum sampai dirumah?" dan Somi ikut cemas.

     "Yak, film apa yang kalian tonton?" Sehun menjadi sangat serius. Somi menunjukkan keterkejutan pada wajahnya.

     "Thriller." Jawab Somi, baru menyadari kesalahannya. Sehun dan Mari langsung menatapnya bringas. Dengan gelisah, Sehun berjalan menuju sebuah meja—tempat dimana ia meletakkan kunci mobilnya—lalu bertanya dengan amarahnya yang tertahan.

     "Kalian nonton dimana?"

`

`

`

`

`

Continued..

`

`

`

`

`

Part 8 sudah saya posting ya..

Next chapter