webnovel

Part 5

     Musim panas akan segera berakhir, udara hangat yang menyejukkan hati tidak akan dirasakan lebih lama lagi. Untuk menikmati sisa-sisa waktu itu, Yoona memilih turun dari taksi. Kaki jenjangnya melangkah pelan menikmati campuran sejuk dan hangatnya udara pada saat itu. Senyumnya pun mengembang di paras manisnya.

`

     Musim panas yang ingin sekali ia lewatkan bersama kedua orangtuanya, namun sayang, Tuhan berkehendak lain. Disaat terlintas wajah ibunya, wajahnya menjadi murung, senyuman pun menghilang dari wajahnya. Langkah malasnya ikut terhenti. Dipinggir jalan yang sepi, ia berdiri dengan pandangan kosong. Matanya memerah, mengepal erat kedua tangannya. Entah apa yang sedang terjadi, ia seperti sedang menahan segala gejolak yang ada pada dirinya.

     "Mianhae(maaf) eomma.." kata-kata itu terucap dari mulutnya. Masih mengingat akan kesalahan yang telah ia perbuat. "jika itu yang membuatmu meninggalkanku, mianhae." ia paksa kakinya untuk melangkah, dengan tatapan kosongnya, melewati setiap gang yang diyakininya akan membawanya kembali kerumah.

     "Yak! Apa kau sadar sedang dimana?" disebuah gang buntu, kumpulan pria berjaket hitam sedang asik berjudi. Salah satu dari mereka langsung menghampiri Yoona—yang ternyata tidak menyadari bahwa dirinya telah salah memilih jalan. Yoona hanya menatap pria itu, masih dengan tatapan kosongnya. "wah, kau berani menatapku? Apa kau sengaja kesini untuk bergabung dengan kami?" tangan pria itu mulai nakal, menyentuh bahu Yoona, perlahan tangan itu bergerak dengan amat liar. Yoona masih diam dan tidak merespon, namun disaat tangan itu hendak menyentuh wajahnya, dengan cepat ia tepis.

     "Tanganmu terlalu kotor untuk menyentuh wajahku." kata Yoona dengan nada datar.

     "Apa? Haha.." keadaan mendadak mencekam. Kini Yoona dikelilingi lima orang pria. Mereka terlihat garang dan semuanya memasang ekspresi serius, seakan sedang memikirkan bagaimana cara melahap mangsa mereka. "kau akan menyesal karena telah menepis tanganku." sebuah tangan mencengkram lengan kanan Yoona, sangat kuat, namun hal itu masih terlalu mudah untuk Yoona. Dengan gerakan cepat, tangan itu diputar olehnya hingga menempel kepunggung pria itu. Empat pria lainnya mencoba membantu, namun sebuah gerakan berhasil membuat pria-pria itu terdiam. Yoona menendang kaki pria itu hingga membuatnya berlutut, dan dengan gerakkan reflek, tangannya langsung mencengkram kepala pria itu.

     "Jangan sampai aku mematahkan lehernya." Yoona seperti tidak menyadari apa yang sedang ia lakukan. Tampak dari sorot matanya yang masih terlihat kosong. Semua gerakkan yang ia lakukan seperti hanya reflek saja.

     "Yak, kau bercanda?" teriak salah satu dari mereka.

     "Apa aku benar-benar harus mematahkan lehernya agar kalian percaya?" dengan bringas Yoona hentak leher pria itu, syukur masih pelan.

     "Yak, yak! Kau bisa membunuhnya! Baiklah, kami minta maaf. Tolong lepaskan dia." mendengar itu cengkraman Yoona melemah. Kata 'Membunuh' membuatnya mengingat kembali Peristiwa kelam itu. Terpaku membayangkan apa yang dulunya pernah ia lakukan. Merasakan kelengahan itu, pria yang tadinya didekapan Yoona langsung menjauh darinya.

`

     Masih menggema dipendengarannya 'Kau bisa membunuhnya!' Yoona semakin tak fokus. Dia hanyut pada masa lalu itu dan hanya diam merenung. Melihat dirinya yang sedang lengah, dengan kasar pria-pria itu mengait kedua tangannya dan mulai menghajarnya. Membanting tubuhnya kedinding, menamparnya, memukulnya dengan amat kuat, bahkan menendangnya hingga membuatnya tersungkur ke aspal. Anehnya, tidak ada perlawanan dari Yoona. Kesadarannya seperti sudah direnggut kenangan masa lalunya itu.

     "Eomma, apa dengan begini kau bisa memaafkanku?" batinnya sembari menahan rasa sakit dari setiap pukulan yang mereka berikan.

`

`

--

`

`

     Beberapa botol susu sudah berada digenggamannya. Pria itu tersenyum manis, tidak sabar ingin melihat kucing kesayangannya menyantap susu itu. Ia semakin mempercepat langkahnya, menuju klinik dimana si kucing menunggu. Prakk! Susunya terjatuh karena tangannya melemas sehingga tidak sengaja menjatuhkan susunya. Sejenak tak ada reaksi dari pria itu, ia hanya mematung sambil menatap seorang gadis yang ada dihadapannya.

`

     Dari balik kacamatanya, dilihatnya keadaan gadis itu. Begitu mengenaskan. Tubuh gadis itu terdapat banyak luka bekas pukulan dan pastinya ada banyak darah disetiap lukanya. Ia tak bergerak, terletak begitu saja diatas aspal. Tak lama dari itu, setelah pria itu bisa menenangkan dirinya, perlahan ia mendekati tubuh itu. Dia terlihat kaget. Wajah itu, ia mengenalnya. Dengan cepat ia angkat tubuh gadis itu dan segera membawanya ke klinik.

`

`

--

`

`

     Sinar matahari terlihat dari sela gorden, menepis udara pagi yang dingin, menghangatkan tubuh siapa saja yang merasakannya, termasuk gadis itu. Yoona masih tertidur pulas, dibalik selimutnya ia berbaring dengan tenang. Tidak jauh darinya berada, Kim Jongin si dokter tampan berada. Pria itu juga tertidur di salah satu sofa, bersama kucingnya yang sudah terbangun dan sibuk menghempaskan ekor kewajahnya. Hal itu membuatnya terbangun.

     "Monggu-a.. Terimakasih telah membangunkanku." memeluk Monggu–nama kucingnya—lalu memberinya air mineral. "maaf. Aku belum membeli susumu. Ah tidak, aku sudah membelinya, tapi aku menjatuhkannya disaat aku menyelamatkan gadis itu. Aku janji, setelah gadis itu sehat, aku akan pergi membeli susu untukmu. Jadi untuk sementara ini kau minum air ini dulu." meletakkan kucingnya dilantai. Setelah itu ia menghampiri kasur dimana tempat Yoona berada. Ternyata Yoona telah sadar. " kau sudah bangun? Sejak kapan? "

     "Sejak kau berbicara dengan kucingmu." kata Yoona dan mencoba duduk. Ternyata tubuhnya masih sangat kuat.

     "Kau bisa duduk? Aku kira kau akan tertidur untuk beberapa hari. Minum ini, ini minuman herbal untuk memulihkan kesehatanmu." segelas herbal berwarna hitam pekat ia berikan kepada Yoona. Dengan santai ia teguk habis minuman itu, seakan meminum air putih biasa. Gelas kosong pun ia berikan kepada pria itu. "wah, kau benar-benar hebat. Aku bahkan tidak pernah mau meminumnya."

     "Jika aku kenapa-kenapa, itu tanggung jawabmu." grutu Yoona pelan.

     "Kenapa begitu?" tanya Jongin menatap Yoona heran.

     "Bagaimana bisa kau memberikanku minuman herbal yang bahkan kau sendiri belum pernah mencobanya. Apa kau seorang dokter?" Yoona balas menatapnya.

     "Aaa.. Tapi herbal ini benar-benar ampuh. Buktinya sekarang kau sudah bisa memarahiku." tersenyum lalu bangkit dari duduknya.

     "Baiklah. Karena aku sudah sehat, aku harus pulang."

     "Heee?"

`

`

--

`

`

     Beberapa perban masih menghiasi wajahnya, begitu juga dengan tangan dan kakinya. Tidak menghiraukan setiap pandangan orang yang memandangnya dengan penuh kecemasan. Keadaannya memang tampak mengenaskan, namun tak terlihat raut menyedihkan diwajahnya. Langkahnya juga masih sangat gagah. Nyatanya Yoona tidak selemah itu.

`

     Pagar rumah itu tak tertutup rapat. Terdengar kericuhan dari halaman depan rumah itu. Disaat kakinya melangkah masuk melewati pagar, seketika suara berisik itu pun menghilang. Mari dan Somi serentak melihat kearahnya lalu secara bersamaan menghembuskan nafas dengan lega. Somi mendadak kesal dan meninggalkan mereka. Ia berlari kedalam rumah, sedangkan Mari berlari kepadanya.

     "Syukurlah kau tidak kenapa-kenapa, aku begitu mengkhawatirkanmu. Apa kau baik-baik saja? astaga! Ada apa dengan perban-perban ini? Apa kau terluka? Kenapa perbannya banyak sekali?" ucapnya sambil terus mengamati tubuh yang ada dihadapannya itu.

     "Aku baik-baik saja." jawabnya tenang.

     "Sebenarnya apa yang telah terjadi? Ceritakan padaku. Kenapa kau tidak pulang tadi malam?"

     "Aku terjatuh, seorang dokter pemilik klinik yang sudah menolongku."

     "Terjatuh? Kenapa bisa sampai seperti ini?"

     "Aku terjatuh di tangga disebuah sudut jalan. Semua ini hanya luka lecet saja. Sudah. Ayo masuk." Mari masih sangat mengkhawatirkannya. Yoona berusaha berlaku santai—walau sebenarnya rasa perih tetap ia rasakan. Dengan tenang ia membawa Mari untuk masuk kerumah bersamanya.

`

`

--

`

`

     Bulan agustus akan segera berakhir, begitu pula dengan hangatnya udara kota Seoul. Yoona yang menyukai kehangatan itu tidak tinggal diam, berbaring diatas kursi taman yang ada dihalaman rumah. Menutup kedua matanya, merelakan matahari menyinari tubuhnya. Tersenyum akan hal itu, hanya matahari yang dapat menghangatkan hatinya. Kehangatan yang tidak lama lagi akan menghilang darinya.

     "Yak, kau dari mana saja? Apa kau tidak tahu lelahnya aku mencarimu? Ternyata kau sedang santai disini." suara itu terdengar olehnya. Ketika ia membuka mata, tampaklah olehnya Sehun yang sedang menatapnya dengan tatapan cemas, kesal dan ya begitulah. Hal itu membuat Yoona terloncat kaget. Ia langsung duduk dan memasang wajah menyesal.

     "Mianhae." ucapnya pelan.

     "Kenapa dengan wajahmu? Kau berkelahi?"

     "Tidak, aku terjatuh." tipu Yoona lagi.

     "Kau kira aku sebodoh itu? Siapa yang memukulmu?"

     "Kenapa? Kau mau membalas?"

     "Aku hanya ingin tahu. Uh.. lelahnya. Aku masuk dulu." melenggang masuk meninggalkan Yoona.

     "Jelas sekali kalau kau tidak bisa berkelahi." gumamnya lalu kembali berbaring.

`

     Malam berangsur datang seiring kepergiannya matahari. Baru saja ia hendak membuka mata, selembar daun jatuh diatas wajahnya. " oo? Daun? Apa musim gugur sudah tiba? " pikirnya. Dilihatnya pohon yang ada diatas kepalanya. Daunnya sudah tampak menguning. "apa musim panas benar-benar sudah berakhir?" wajahnya menjadi murung, meremas daun tersebut lalu melangkah masuk kedalam rumah.

`

`

--

`

`

     Saat ini Sehun dan Mari sedang mengobrol dengan santai. Sambil menikmati Misu, yang sesungguhnya tidak cocok disantap pada malam hari. Misu merupakan minuman musim panas yang disajikan untuk melepas rasa dahaga karena pengaruh cuaca yang terik.

     "Eomma, apa kau tidak lihat ini sudah malam?" komentar putranya sambil menyeruput misu hingga tak tersisa.

     "Ini hadiah untukmu." kata Mari.

     "Hadiah? Maksud eomma?"

     "Karena kau sudah bersusah payah mencarinya. Yoona, kau menyukainya?" goda Mari.

     "Eomma, jangan bergurau. Aku ini masih normal. Bagaimana mungkin aku menyukai gadis tampan sepertinya, lagi pula aku tidak mencarinya." umbarnya berlaku cool.

     "Sehun-a, eomma harap kau masih mengingat perkataan ayahmu.." perkataan itu merubah suasana. Tak ada jawaban dari Sehun. Pria itu menjadi tak bersemangat dan hanya diam. "kita berhutang besar pada Yoona, jangan pernah melupakan itu." usai mengatakan itu, Mari meninggalkannya seorang diri. Berharap putranya dapat memahami maksud dari perkataannya.

     "Aku tidak mungkin melupakannya, tidak akan mungkin." batin Sehun.

`

`

`

Continued..

`

`

`

Hi kak..

belakangan ini saya gak bisa buka kolom komentar, apakah kalian juga?

jika memang juga tidak bisa, kalian bisa berkomentar di ulasan pada cerita ini saja kak.

maaci.. ^^

Next chapter