webnovel

Part 10

     Butiran air hujan semakin membasahi tubuhnya. Tanpa payung ataupun jas hujan. Ia tetap berdiri disana, masih mengharapkan maaf dari Yorin. Ibunya Krystal.

`

     Setiap butir air hujan yang menyentuhnya perlahan membuatnya mulai merasakan udara dingin itu. Wajah tenangnya mulai terlihat memucat. Begitu juga dengan bibirnya yang sudah tampak bergetar pelan.

`

     Disela pertahanannya. Matanya menangkap sosok pria itu disana. Menggunakan jas hujan berwarna merah muda, tengah berjalan menujunya.

`

     Kini pria itu berdiri dihadapannya. Menatapnya dengan sorot mata yang seakan menyalurkan kehangatan.

     "Kau benar-benar keras kepala."

     Sehun memakaikan sebuah jas hujan ke tubuh Yoona. Jas hujan berwarna biru muda, serupa dengan miliknya.

     "Aigoo.. Kau terlihat lucu dengan jas ini. Kau bisa memakainya di Seoul. Semua orang pasti akan terpikat padamu. Hahaha!"

     Ia berharap tawanya dapat merubah suasana itu. Tapi ternyata Yoona tidak memberikan respon apapun. Hanya diam membalas tatapannya.

     "Tidak lucu ya?"

     Ia berdehem pelan sebelum lanjut berkata. "Berapa lama lagi kita harus menunggu disini? Apa kau tidak kedinginan? Kau tidak lapar? Aku lapar sekali."

`

     Celotehannya lagi-lagi tak mendapatkan respon dari Yoona. Merasa suntuk, Sehun mondar mandir di hadapan Yoona. Sesekali mengintip jendela bagian depan rumah Yorin. Ia bahkan mengetuk pintu rumah itu, walau tetap saja tidak ada yang membukakan pintu untuknya.

     "Kau pergilah. Biarkan aku disini sendiri." mendengar itu membuat langkah Sehun terhenti. Kembali ia langkahkan kakinya mendekati Yoona. Ia tatap gadis itu dengan lekat.

     "Apa salah jika aku berada disini? Apa aku tidak boleh mencoba untuk melindungimu?" dapat Yoona rasakan keseriusan hanya dari sorot matanya.

     "Apa aku pantas disebut pria jika aku meninggalkanmu seorang diri disini?" kening Yoona mengerut.

`

     Waktu berhenti tanpa sentuhan. Mereka seakan terjebak oleh moment itu. Masih dengan posisi berhadapan, saling tatap-menatap.

`

     Suara petir menghantam keras. Suara itu telah menyadarkan mereka. Betapa kagetnya Sehun yang tak tahu mengapa—atau sejak kapan—tangannya yang sudah menggenggam tangan Yoona. Anehnya, tak ada perlawanan dari gadis itu. Yoona sama sekali tidak menepis tangannya.

     "Yak.." tegur Sehun. Belum melepaskan tangan Yoona.

`

     Dia amati wajah Yoona. Pandangan Yoona terhadapnya tak bergetar sedikit pun. Ia cukup penasaran akan itu. Ia genggam erat tangan Yoona. Tetap tak ada reaksi. Ia angkat tangan itu. Sorot mata Yoona kepadanya masih sama.

     "Ini pertama kalinya kau bersedia aku genggam seperti ini. Kenapa? Kau mulai menyukai—" tubuh Yoona mendadak terjatuh ke tanah. Yoona pingsan.

`

     Untuk yang kesekian kalinya Sehun menggendong Yoona. Dibawah derasnya hujan dan harus mendaki—karena kondisi jalan yang memang berada di pegunungan.

`

     Setengah jam berlalu, ia tak juga menemukan klinik. Yang tampak hanya rumah tradisional dan pemilik rumah rata-rata sudah berumur. Syukurnya, ketika itu seorang nenek-nenek yang tengah berdiri diambang pintu rumah memanggil Sehun. Tanpa berpikir, Sehun segera berlari menghampiri nenek itu.

`

     Nenek si pemilik Hanok(sebutan untuk rumah tradisional Korea) memberikan mereka sebuah kamar tidur. Nenek itu juga mengompres Yoona yang hingga kini masih belum sadarkan diri. Setidaknya keadaannya kini sudah jauh lebih baik. Dibalik selimut tebal pemberian si nenek, tidurnya tampak sangat nyenyak.

     "Pantas saja kau tidak menghiraukan genggaman tanganku. Ternyata kau mau pingsan." Grutu Sehun sembari mengancing jaketnya rapat-rapat. Meski hanok tersebut sudah menggunakan ondol(penghangat lantai rumah), Sehun tetap saja merasa kedinginan.

     "Minumlah ini. Minuman ini dapat menghangatkan tubuhmu." Kata nenek itu yang baru saja duduk dihadapannya.

     "Terima kasih.." Sehun menerima minuman itu—yang berwarna coklat bening.

     "Tapi.. Ini apa?" tanya Sehun setelah itu.

     "Ini baesuk. Kau tidak tahu?" Sehun menggeleng polos.

     "Aku akan meminumnya terlebih dahulu." ia teguk hingga habis minuman itu.

     "Baesuk terbuat dari buah pear. Bukankah rasa manisnya sangat lezat?"

     "Hmm! Dan sepertinya tubuhku mulai terasa hangat." serunya berlebihan.

     "Aa, kau pasti lapar. Sebentar, akan aku ambilkan makanan." Nenek itu berlari kecil menuju dapur, lalu kembali membawa semangkuk Dakjuk(sejenis bubur yang ditaburi ayam).

     "Makanlah selagi hangat."

     "Astaga! Terima kasih banyak halmoni!!!" suaranya tak lagi terdengar. Dirinya sudah fokus pada makanannya. 

     "Namamu siapa?" tanya si nenek setelah mengamatinya menyantap bubur dengan rakus.

     "Namaku Oh Sehun"

     "Aa.. Sehun? Lalu temanmu?"

     "Im Yoona. halmoni, kenapa rumahmu sepi sekali? Kemana keluargamu?" ia bertanya sembari mengamati kondisi kamar yang sedang ia tempati. Lantainya yang terbuat dari kayu tampak sangat mengkilat seakan tak pernah tersentuh sedikitpun.

     "Aku tinggal sendiri. Suamiku sudah tiada sejak aku mengandung anaknya."

     "Lalu dimana anakmu?"

     "Anakku juga sudah tiada. Ia hanya bertahan selama lima bulan didalam kandunganku." Sehun termenung sesaat. Apa aku sudah melakukan kesalahan?

     "Maafkan aku. Aku tidak bermaksud—"

     "Tidak masalah. Ini selimut untukmu. Istirahatlah. Jika kau memerlukan sesuatu, kau bisa menemuiku. Kamarku ada di sebelah." Nenek itu tersenyum dengan ramah sebelum akhirnya keluar dari kamar itu.

`

     Suasana menjadi hening. Baru ia rasakan sendi-sendinya terasa ngilu. Rasa lelah memberatkan matanya. Perutnya yang sudah terisi penuh semakin memancing rasa kantuk.

`

      Dimulai dari bersandar pada dinding. Mengesot manja menuju alas tidur milik Yoona. Membalut tubuhnya dengan selimut miliknya. Tak merasa puas, ia berbaring disamping Yoona. Ah.. Nyaman sekali. Dan tertidur pulas.

--

--

 --

     Ia menggigil dalam tidurnya. Membuatnya reflek terbangun dan mendapatkan selimut sudah tak lagi menyelimutinya. Itu dikarenakan kebiasaan tidurnya yang suka mengikuti arah jam.

`

     Dilihatnya kamar tempat dimana ia sedang berbaring, tampak gelap sedangkan jam tangannya mengatakan bahwa saat itu sudah pagi. Ia bangkit dari tidurnya lalu membuka jendela kamar itu—guna melihat langsung kondisi diluar sana. Srrr! Angin dingin menerpa wajahnya. Segera ia tutup kembali jendela itu.

     ~Kenapa dingin sekali?

     "Kau sudah bangun? Keluarlah. Aku baru saja selesai masak." Teriak si nenek dari arah dapur. Sembari menggosok-gosok kedua lengan tangannya, ia melangkah menuju dapur.

     "Wah.. Samgyetang!" Sehun reflek duduk bersila dihadapan meja hidang yang sudah tersaji semangkuk samgyetang dan juga semangkuk nasi untuknya.

     "Halmoni, ini untukku?"

     "Tentu saja. Makanlah." Sehun lebih dulu merasakan kaldunya.

     "Luar biasa. Ini benar-benar lezat." Nenek itu hanya tersenyum kepadanya.

     "Aa, halmoni. Kenapa pagi ini sangat dingin?"

     "Kau lupa? Saat ini kau berada di pegunungan. Astaga, aku lupa membangunkan temanmu."

     Astaga! Sehun baru mengingat itu. Ketika ia bangun, Yoona sudah tidak berada didalam kamar.

--

--

--

     Satu-satunya tempat tujuannya yaitu rumah ibu Krystal. Setibanya disana, yang terlihat hanya Krystal. Tengah menyapu dihalaman rumahnya.

     "Oppa?"

     "Yoona ada disini?" Krystal tampak bimbang untuk menjawab.

     "Yak, aku tanya. Apa Yoona ada disini?!" Sehun sedikit membentaknya. Ya, mengenai Yoona. dia sudah tidak bisa mengontrol diri.

     "Eonni.. Dia ada didalam rumahku." Sehun hendak masuk kedalam rumah itu, tapi Krystal mencegahnya.

     "Eonni sedang tidur."

     "Tidur?"

     "Dia minum dua botol soju lalu tertidur." Entah mengapa Sehun tidak bisa mempercayai perkataan Krystal. Gadis itu tampak ragu ketika menjawab pertanyaannya dan juga, ekspresinya terlihat mencurigakan. Tentu Sehun semakin bertindak serius. Keseriusannya membuat Krystal menjadi gugup.

     "Katakan. Dimana dia sebenarnya."

`

     Suara berat Sehun sangat mengintimidasi Krystal. Tak hanya suaranya, sorot mata dan gerak garis wajahnya memperlihatkan bahwa pada saat itu dirinya sedang tak main-main. Sehun memperlihatkan raut amarah yang selama ini tak pernah tampak jelas di wajah tampannya.

      "Oppa mianhae. Maafkan aku." Wajah Krystal sudah banjir airmata.

      "Apa yang terjadi?!!"

--

--

--

     Diatas ketinggian ratusan meter. Dengan dasar jurang yang terlampau dalam bahkan nyaris tak tampak. Yoona berdiri disana tanpa rasa takut. Raut wajahnya terlalu tenang, atau mungkin lebih terlihat pasrah. Pasrah dengan apa yang diperintahkan wanita itu. Yorin, ibunya Krystal.

     "Tunggu apa lagi? Melompatlah! Bukankah kau menginginkan maaf dariku!" bentak Yorin.

     "Kenapa? Kau takut? Lalu, apa membunuh suamiku tidak menakutkan untukmu?!!"

`

     Yoona mendengus lelah mendengar itu. Ia sudah lelah memberi penjelasan. Dan dirinya juga lelah menampung rasa bersalah. Perlahan, kakinya melangkah mundur. Ia berbalik lalu mengamati jurang terjal itu. Airmatanya mengalir. Dadanya terasa sangat sakit. Ia juga tidak tahu mengapa.

     "Apa yang sedang kau lakukan?! Menjauh dari sana!!"

`

     Sehun tiba disana. Bersama Krystal yang sudah menangis tersedu-sedu. Krystal langsung menghampiri ibunya. Ia peluk Yorin dengan isak tangisnya. Ia memohon agar ibunya memaafkan Yoona. Namun ibunya terlalu keras bahkan mendorong tubuhnya hingga membuatnya tersungkur ke atas bebatuan.

`

     Sementara itu, Sehun melangkah pelan menuju Yoona. "Yoona-a, dengarkan aku. Melompat kesana tidak akan menyelesaikan masalah. Aku mohon padamu. Kemarilah."

     "Aku tidak akan memaafkanmu sebelum kau melompat!" teriak Yorin diiringi tangisan Krystal yang semakin menjadi-jadi.

     "Eomma hentikan! Kau tidak boleh seperti ini! Appa juga bersalah! Appa berniat membunuh ayahnya!"

     "Tidak! Suamiku tidak bersalah! Dia disuruh! Dia dipaksa!"

     "Eomma!"

     Bentak keras yang Krystal lontarkan membuat Yorin terduduk lemas di atas bebatuan. Bukan kaget, tapi seakan baru saja tersadar. Tersadar dengan apa yang telah ia perbuat. Ia menangis meraung-raung. Masih sangat sulit untuk merelakan kepergian suaminya.

     "Sekarang kemarilah. Disana terlalu berbahaya." Sehun kembali menegur Yoona sembari terus melangkah pelan menuju Yoona.

     "Jika kau melompat, orangtuamu akan sangat kecewa jika mengetahui hidupmu berakhir seperti ini."

`

     Mata Yoona bergetar mendengar itu. Airmata kembali mengalir diwajah tenangnya. Melihat Yoona termenung seperti itu membuat Sehun semakin mempercepat langkahnya.

`

     Posisi Yoona benar-benar membuatnya gusar. Tidak, ia tidak boleh membiarkan Yoona terjun kebawah sana. Janjinya pada sang ayah, tidak boleh berakhir seperti ini. Dengan gerakan cepat, Sehun cengkram tangan Yoona lalu menarik gadis itu menjauh dari sana.

`

     Lutut Yoona melemas. Membuatnya terduduk di atas bebatuan. Dapat Sehun lihat itu, tangan Yoona bergetar. Wajahnya pucat pasi seperti ketakutan. Dari mimik tenang di wajahnya, tak elak kesedihan tetap tergambar jelas diwajahnya. Melihat semua itu, yang terpikirkan Sehun hanya memeluknya. Ya, Sehun memeluk Yoona.

`

     Tak ada isak tangis yang terdengar. Yang ada hanya getar tubuh Yoona yang perlahan menjadi tenang. Ketika itu Sehun melihat kepergian Krystal dan ibunya. Tidak jelas, apakah wanita itu sudah memafkan Yoona atau bagaimana. Tetapi setidaknya Yorin tak lagi memarahi Yoona.

`

`

`

`

Continued..

Next chapter