webnovel

OBSESSION

Matahari telah tergelincir dari tahtanya, kini giliran rembulan yang merajai langit malam. Hujan gerimis masih membuncah dari angkasa, bulir lembut disertai dengan angin dingin.

SATU MINGGU PASCA PEMBUNUHAN WAKIL WALIKOTA!!

KEPOLISIAN MENGALAMI JALAN BUNTU

PEMBUNUH BELUM TERUNGKAP.

Headline news terdengar dari suara speaker televisi. Mengoar-koarkan berita tentang pembunuhan wakil walikota. Sampai satu minggu berlalu pihak kepolisian belum juga berhasil mengungkap sang pelaku kejahatan. Menurut data otopsi sudut kemiringan peluru menunjukkan bahwa pembunuh berada di gedung kosong di samping Veterian.

Gedung kosong bekas persewaaan buku-buku novel dan komik yang terbengkalai karena tak ada lagi yang mau menyewa buku. Orang-orang zaman sekarang lebih memilih membaca secara online atau membaca komik bajakan lewat ponsel mereka.

Tak ada CCTV  yang menangkap keberadaan sang pembunuh. Pembunuh itu menghilang seperti hantu.

"Cih, Lexandro memang bajingan." Leonardo berdecis, sudah pasti yang menyuruh membunuh wakil walikota adalah kakaknya itu. Tapi entah meminjam tangan siapa.

Leonardo mematikan televisinya, bangkit dari kursi malas untuk mengecek kondisi Jasmine. Wanita itu tidur dengan lelap di atas kasur milik Leonardo. Tak pernah ada satu pun wanita yang pernah tidur di sana. Jasmine lah yang pertama.

Dengan tangannya yang lebar dan sedikit kasar Leonardo mengelus rambut Jasmine. Rambut hitam sebahu yang lembut, aroma shampo tercium wangi. Jasmine mengerjab pelan begitu merasakan kehangatan tangan Leonardo menyentuh dahinya.

Wanita itu langsung terperangah, bangkit seketika itu juga. Merengkuh selimut, menutup tubuhnya lalu mundur sejauh mungkin sampai membentur headboard.

"Ach!" Jasmine mengusap kepala belakangnya yang terantuk.

"Hei, easy!! Jangan bergerak sembarangan. Kau baru saja bangun, Jasmine." Leonardo mencoba menenangkan Jasmine.

"Apa yang kau lakukan padaku?? Di mana aku??" Jasmine terperangah mendapati ruangan yang tak dikenalinya, kamar itu begitu luas, mewah, dan bersih. Sangat-sangat luas dengan prabotan super lengkap dan mewah.

Jasmine kembali terkesiap, kenapa bajunya berubah menjadi kemeja putih lengan panjang kedodoran? Tak memakai bra lagi, hanya celana dalam. Ya Tuhan apa yang sebenarnya tengah terjadi? Apa yang telah Leonardo lakukan padanya? Apa ia telah berhasil menodai Jasmine?

"Hei!! Tenanglah!!" Leonardo menatap Jasmine dengan tajam, ia sedikit jengkel karena Jasmine terus bergerak gusar, bergerak ketakutan. Tubuh kurus itu begitu ringkih karena kelelahan, dokter bilang ia tak boleh banyak bergerak terlebih dahulu.

"Di mana aku?!" seru Jasmine.

"Rumahku, lebih tepatnya kamarku!!" Leonardo ikut menaikkan nada suaranya.

"Apa yang kau lakukan padaku???" Jasmine melempar-lemparkan bantal ke arah Leonardo,  hatinya geram, ingin melampiasakan amarah. Terakhir yang ia ingat Leonardo menyesap area paling sensitif dan juga paling pribadi miliknya. Mengingat hal itu membuat Jasmine merasa jijik, merasa terluka.

"Aku tak melakukan apapu padamu, Jasmine! Kau pingsan sebelum kita sempat bersatu!" Leonardo mengusap dahinya gusar.

"Benarkah?" Jasmine mulai tenang, itu berarti dia belum ternodai.

"Kenapa kau bodoh sekali naik ke lantai 17 dengan tangga??! Kenapa kau tidak menelepon ku?? Bukankah di data nasabah ada nomor bisnis milikku?!" Leonardo menatap geram ke arah Jasmine, gadis itu melukai dirinya sendiri tapi entah kenapa malah dia yang marah-marah.

"Kenapa kau malah marah padaku?" Jasmine mendelik sebal, mau bunuh diri atau hidup juga bukan urusan Leonardo. Jangankan marah, ia tak punya hak atas hidup Jasmine.

"Hei, wanita bodoh!! Kenapa kau begitu keras kepala, Hah??!" bentak Leonardo, Jasmine berjengit.

"Si—siapa yang keras kepala? Dasar freak!! Kau yang aneh, aku itu istri orang!! Mana ada pria normal yang mengejar-kejar istri orang lain?! Helllooow ... Ada jutaan wanita di bumi ini Tuan Leonardo yang terhormat!!! Yang lebih cantik dari saya juga ada jutaan!!! Lebih seksi dan juga pintar!! Kenapa masih menggoda istri orang yang bodoh ini? Apa Anda sudah tidak waras?" Jasmine berargumen, membubungkan kesesakkan di dalam dadanya dengan kata-kata sarkastik.

"Cih, istri orang?! Lantas di mana pria itu?! Di mana suamimu? Dia bahkan tak menghubungimu, dia bahkan tak mencarimu." Leonardo berdecis.

Jasmine terperanjat, ia turun dan membuka korden jendela. Langit sempurna gelap, jam telah menunjukan pukul 11 malam. Jasmine melingsut, ia mengambil ponsel dari dalam tasnya. Menekan nekan beberapa kali. Benar saja, tak ada satu pun pesan atau telepon dari Rafael. Kosong, hanya beberapa pesan dari teman-teman sekantor dan juga adiknya di kampung.

"Aku harus meneleponnya." Jasmine menghubungi nomor ponsel Rafael, mesin penjawablah yang menjawab.

Nomor yang Anda tuju se—

Jasmine mematikan panggilan, ponselnya melorot lemas dari telinga. Tangannya yang berhiaskan plester pada bekas infus berdenyut pelan. Menahan rasa sakit akibat gerakan yang terburu-buru.

"Pria itu selain pengangguran juga tak peduli pada dirimu, Jasmine. Kenapa bisa kau lebih menyukainya di bandingkan diriku?" Leonardo mencekal pergelangan tangan Jasmine, wanita itu meringis kesakitan.

"Karena aku istrinya, aku telah berjanji hidup setia sampai akhir hayat. Jadi sampai maut memisahkan aku akan tetap mencintainya." Jasmine menatap lamat pada kedua netra Leonardo.

"Tre Sulta!" (Bodohnya.)

"Aku harus pergi, aku harus pulang! Rafael pasti menungguku." Jasmine menghempaskan tangan Leonardo. Leonardo langsung terbakar api cemburu. Dadanya seakan ingin meledak.

"Dengan pakaian seperti itu?" Leonardo melantangkan suaranya.

Jasmine terhenti, ia menatap otfitnya. Benar sekali, outfit seksinya hanya akan mengundang pria hidung belang lain untuk berbuat hal yang tidak-tidak. Berbalutkan kemeja milik Leonardo dan celana dalam, Jasmine terlalu menggairahkan bagi siapa pun yang melihatnya.

"Kau ...." Jasmine kehabisan kata-kata.

"Sepertinya kau sangat mencintai suamimu?!" Leonardo mendekati Jasmine, mengikis jarak di antara tubuh keduanya.

"Apa maumu?"

"Kau bilang akan mencintainya sampai maut memisahkan?!" Leonardo menyeringai.

"Apa maksudmu, Leon?!" Jasmine membelalak lebar, sejenak ia lupa, lelaki ini adalah iblis kejam yang bisa membunuh siapa pun yang menghalangi jalannya.

"Aku pernah bilang padamu kalau aku menginginkanmu. Mi Volas Vin!! Dan aku akan berusaha mendapatkan apa yang aku mau meski pun itu berarti aku harus membunuh suamimu." Leonardo tak terlihat main-main dengan ucapannya.

"Kau ... kau jangan gila!! Jangan main-main!!" Jasmine memukul dada Leonardo, keras sekali bagaikan memukul dinding kokoh.

"Aku tak pernah main-main, Jasmine!! Coba saja pulang meninggalkan rumah ini. Aku pastikan akan membunuh suamimu besok." Ancam Leonardo.

Jasmine terkulai lemas tak berdaya, tubuhnya merosot jatuh ke bawah. Jasmine menangis. Leonardo mengatur napasnya yang naik turun karena menahan amarah. Apa benar dia harus mengancam wanita itu agar tidak pergi meninggalkannya? Sudah sebegitunya terobsesikah Leonardo pada seorang Jasmine?

"Berdiri!! Kau milikku malam ini!" Leonardo menarik tubuh Jasmine, melemparnya ke atas ranjang.

"Hiks ...." tangis Jasmine.

oooooOooooo

Like

Vote

Comment

Belleciuous 💋💋💋💋

Next chapter