2 LEONARDO

Kemarin.

Sebuah mansion mewah dengan konsep Romawi yang kental pada bangunan dan juga interiornya menyambut kedatangan Jasmine. Wanita itu terus bedecak kagum dengan kemewahan yang bersunguh di depan matanya. Kolam renang, meja billiard, ruang fitnes pribadi, garasi penuh

mobil mewah, dan taman yang luasnya hampir sama dengan sawah milik ayahnya di desa. Jasmine merasa heran bagaimana bisa seseorang begitu kaya? Uang yang di miliki nya pasti tak akan habis dimakan oleh tujuh keturunannya atau bahkan lebih.

Wah, gila! Ini rumah apa Istana? pikir Jasmine

Sudut mata Jasmine mengekor ke mana pun pria yang membawanya masuk itu melangkah. Dia adalah kepala pelayan pada kediaman Wijaya. Pelayan paling tua yang bekerja di rumah Leonardo Wijaya. Keluarga Wijaya adalah sebuah keluarga yang telah malang melintang pada dunia bisnis tanah air selama beberapa generasi. Begitu banyak perusahaan yang bernaung di bawah bendera grup Wijaya Corp. Ratusan anak cabang perusahaannya tersebar diberbagai belahan negeri ini.

Jasmine mendapatkan kesempatan untuk menemui orang nomor dua dari Grup Wijaya. Siapa lagi kalau bukan Leonardo. Pria yang hanya Jasmine kenal lewat cerita dari teman dan berita di Internet. Pria yang terkenal tampan, ramah, rendah hati, dan bertangan dingin dalam menyelesaikan setiap permasalahan dalam dunia bisnis. Penerima penghargaan pengusaha muda paling sukses tahun ini, enterpreneur gemilang, man of the years versi majalah bisnis terkemuka dan masih banyak lagi penghargaan yang pernah ia raih.

Jasmine terkagum mendengar cerita para rekan kerjanya di bank. la begitu terpesona pada sosok sempurna seperti Leonardo yang mirip seperti malaikat. Jarang ada orang kaya yang begitu ramah dan rendah hati bahkan bersedia membagi harta bendanya, melayani masyarakat dan membantu orang yang membutuh kan.

Namun ...

Semua bayangan kekaguman yang nampak jelas pada binar mata Jasmine itu menghilang saat sampai pada sebuah pertemuan singkat. Pertemuan pertama itu benar- benar mengubah cara pandang Jasmine terhadap pria ini.

"SiIahkan duduk, Nona!" Kepala pelayan mempersilahkan Jasmine menunggu kehadiran Leonardo pada sofa tamu di dalam ruang kerja milik majikannya itu.

"Baik." Jasmine menurut, la duduk dengan sopan pada sofa mewah belapis velvet.

"Tunggulah, sebentar lagi Tuan leonardo akan menemui Anda." Ucapnya, Sembari menyuguhkan secangkir teh panas untuk Jasmine.

"Terima kasih," jawab Jasmine. Jasmine terkesima dengan secangkir teh, bahkan cangkirnya saja sangat istimewa dan melihat mahal.

"Saya undur diri terlebih dahulu, silahkan dinikmati."

"Tunggu!"

"Ada lagi yang bisa saya bantu, Nona?"

"Aku Ingin ke kamar mandi bisa kau membantuku menunjukan jalannya?" tanya Jasmine.

"Tentu saja. Ada persimpangan pada ujung koridor lalu belok kiri, di sana ada toilet dan juga wastafel," jawab sang kepala pelayan.

"Thanks."

Kepala pelayan kembali pada pekerjaannya, sedangkan Jasmine bergegas menuju ke toilet, sudah dari tadi la menahan hasratnya untuk berkemih.

Lurus saja lalu belok kiri, nanti di ujung koridor akan ada toilet. Jasmine menirukan ucapan kepala pelayan di dalam hati.

Alih - alih bertemu dengan toilet, Jasmine malah tersesat semakin dalam pada sisi bangunan utama. Matanya membulat sempurna saat tak didapati toilet namun malah area gym pribadi milik Leonardo. Ruangan penuh dengan alat kebugaran dan barbeI beban itu sedikit terbuka. Jasmine bisa mengintip masuk dari celah-celah daun pintu.

Leonardo memutar kain putih pada telapak tangannya. la berdiri di atas ring tinju, bertelanjang dada, memamerkan otot-otot absnya yang kencang, dan juga dadanya yang bidang. Bahunya terlihat kokoh, penuh dengan keringat hasil latihan, wajah tampan Leonardo tertutup oleh rambut basah. Ada tatto kepala singa pada dada kiri dan tulisan 'VENCO' pada punggung nya.

Wah, daebak!

Jasmine tercengang, perawakan Leonardo begitu sempurna, Jauh lebih sempurna dibanding cerita para rekan kerjanya ataupun foto - foto yang Jasmine lihat di media massa.

Mulut Jasmine yang tercengang semakin terbuka lebar saat seorang pengawal Leonardo menyeret seorang pria. Tubuh pria itu setengah telanjang, babak belur, memar kebiruan, darah keluar dari hidung, sudut bibir, dan juga pelipisnya. Pengawal Leonardo menjambak rambut lelaki malang Itu sampai mendongak ke atas. Menatap ketakutan akan Sosok Leonardo.

"Ampuni saya, Tuan Leon. Saya hanya suruhan."

"Siapa yang menyuruh mu?"

Wajah pria itu pucat pasi, ia juga tak bisa menjawab pertanyaan yang diberikan Oleh Leonando. Tampak betul pria itu sedang tercekat, lidahnya terasa kelu.

"Katakan!" Leonardo memberikan sebuah tinju keras pada wajahnya. Darah langsung keluar dari hidung pria malang Itu. Mengucur deras dan membasahi area ring. "Katakan siapa?!!"

"To ... tolong maafkan saya, Tuan. Ampuni nyawa saya. Ada anak dan Istri yg menanti saya dirumah." Ibanya dengan sisa tenaga. kucuran darah membuat kepala pria itu terasa berat. la tak lagi sanggup menengadah pada Leonardo.

"Itu urusanmu! Harusnya kau paham betul apa konsekuensinya berurusan denganku." Leonardo tak peduli dengan permintaan maaf atau permohonan ampun pria itu. Dengan kode sentik kan tangan, singa buas itu menyuruh pengawalnya mengangkat tubuh si pria malang. Leonardo melancarkan sebuah hook keras pada perut pria itu.

"OHOK!!" Darah muncrat dari mulutnya, tubuhnya yang renta semakin lemas. Pengawal Leonardo melepaskan Cekalannya. Lelaki itu langsung Jatuh, tersungkur pada lantai ring, meringkuk menahan rasa sakit pada ulu hatinya.

Jasmin menutup mulutnya ketakutan. la melihat pemandangan mengerikan terjadi tepat di depan matanya. Jasmine tak tahu duduk perkara yang terjadi di antara Leonardo dan orang malang itu, tapi yang namanya kekerasan tetap adalah kekerasan. Jasmine bergetar ketakutan. kakinya lemas, sekujur tubuhnya membeku.

"Siapa yang menyuruhmu mengkhianati ku?" Leonardo bertanya, ia mengelap keringatnya dengan handuk pemberian seorang pelayan.

"Ampuni saya, Tuan Leon. Maaf saya tak bisa mengatakannya nyawa keluarga saya Ikut dipertaruhkan." Ibanya dibawah kaki Leonardo.

Leonardo menendang pria malang itu sampai pingsan.

"Cih, berani-beraninya dia mengkhianatku," gumam Leonardo.

"Kato, bunuh dia, buat kematiannya seakan-akan adalah kecelakan kerja. Kau mau masukan tubuhnya ke mesin pencacah batu atau mesin rotary kayu pun, aku tidak peduli yang pasti jangan tinggalkan jejak apapun." Leonardo memberi perintah pada pengawalnya.

"Baik, Tuan Leon."

"Dan kau Kesya. Kirim santunan pada istri dan anaknya. Katakan aku berbelasungkawa atas kematiannya. Perusahaan akan membiayai kuliah putrinya sampai lulus." Leonardo beralih pada Sekretarisnya.

"Baik, Tuan Leon." Wanita berperawakan bak model Internasional itu mengangguk paham.

Jasmine menutup mulutnya lalu bergegas pergi dari sana. Dengan langkah tertatih Jasmine masuk kembali ke dalam ruang kerja Leonardo. Keringat dingin membut wajah cantiknya kacau. Andai saja Jasmine tak memakai perona bibir, pasti warna bibirnya akan sepucat kertas saat ini. Jasmine menenggak Isi cangkirnya sampai habis. Sangking tegang dan ketakutan Jasmine bahkan lupa tentang hasratnya untuk pergi ke kamar kecil.

Tenanglah, Jasmine . Anggaplah kau tak pernah melihat semua Itu. Jasmine memejamkan mata, mengambil napas panjang dan mulai menata hatinya.

oooooOooooo

review

Comment

vote PS

Follow me đŸ„°

avataravatar
Next chapter