3 3

Bibi Katlyn-Erick's mom- menyambutku dengan sebuah pelukan hangat. Bibi Katlyn memang dekat denganku dan menganggapku sebagai putrinya sendiri. Paman Bernett juga memberikanku sebuah pelukan.

"Jennie, kami sangat merindukanmu. Kami bertanya - tanya kapan kamu bisa ke sini lagi. Dan kami senang bisa bertemu lagi denganmu," Kata bibi Katlyn sambil memegang pipi kananku

"Maaf paman, bibi. Jennie baru bisa mengunjungi kalian sekarang. Andaikan saja Jennie tidak pindah, pasti Jennie akan sering main di sini,"

"Bernett dan aku mengerti. Tidak perlu ada yang disesalkan sayang," kata bibi Katlyn sambil tersenyum

"Oh ya kamu pasti sudah lapar, bibi sudah menyiapkan dinner spesial malam ini. Sekarang kamu masuk kamarmu dulu, ganti baju dan turun ke bawah untuk makan malam. Erick, antarkan Jennie ke kamarnya,"

Aku hanya mengangguk tersenyum lalu mengikuti Erick yang menaiki tangga ke lantai atas. Aku melihat sekeliling rumah Erick yang sudah direnovasi ulang. Walaupun tampilan rumah ini berbeda, tapi aku tak merasa asing dengan rumah ini. Kami sudah melewati tiga ruangan tapi aku tak menemukan jejak Wendy.

"Dimana adikmu?" Tanyaku pada Erick

"Dia baru pergi ke rumah temannya. Mungkin sebentar lagi dia pulang,"

Kami berhenti disebuah kamar kosong yang sudah ditata rapi. Aku merasa kamar ini sudah khusus diberikan untukku. Pertama kali aku melihat kamar ini aku sudah jatuh cinta dengan cat dinding warna aqua marine nya.

"Jika kau butuh sesuatu panggil saja aku, kamarku hanya disebelah ujung sana," Kata Erick sambil menunjuk kamar yang berada dipojok dekat tangga. Kamarku hanya berjarak 2 kamar dari kamar Erick.

"Oke,Erick. Terima kasih sudah mengantar dan menjemputku tadi,"

"Sepertinya aku punya tambahan adik yang merepotkan satu lagi," Ucap Erick sambil mengacak acak rambut hitamku lalu berjalan keluar menutup pintu kamarku.

Erick memang agak menyebalkan, tapi sisi tanggungjawab seorang kakak-nya memang tidak diragukan lagi. Saat kami kecil, Erick selalu menggendongku jika aku jatuh. Dia yang akan menenangkanku saat aku menangis. Dia juga sering membelikan coklat atau es krim padaku. Tak ada anak laki - laki yang berani mengangguku karena mereka takut dengan Erick. Ya. Bisa dibilang Erick itu seorang berandalan tapi itu saat kami masih berumur 7 tahun. Dia sudah berubah sekarang.

Aku mendengar suara ketukan dari pintu luar.

"Risa? Apa kamu masih didalam? Mom menyuruh kamu segera ke bawah," Kata Erick

Aneh. Baru kali ini aku mendengar Erick memanggilku Risa. Bukannya aku tidak suka dengan nama panggilan Risa. Hanya terasa aneh saja saat pertama kali mendengarnya dari Erick.

"Ya sebentar lagi aku akan keluar. Kau duluan saja,"

Kataku sambil berganti pakaian. Aku melihat sebentar bayanganku di cermin. Aku merapikan rambutku yang tergerai dengan mengikatnya keatas. Dirumah aku memang terbiasa mengikat rambutku. Aku juga mengoleskan sedikit lip balm ke bibirku. Perfect. Aku segera keluar dari kamar dan menuju ruang makan.

Disana aku melihat Wendy sudah duduk dikursi meja makan. Dia tampak terkejut dengan kehadiranku.

"Kak Jennie?! Ini benar Kak Jennie?!" Kata Wendy masih dengan tatapan tak percaya

"Iya ini aku. Kamu sudah lupa denganku?"

"OMG!!" Teriak Wendy histeris dan memelukku senang. Aku membalas pelukannya dan mengelus ujung kepalanya. Dia berdiri sejajar denganku lalu aku baru menyadari kalau tingginya sudah sebahuku.

"Aku kangen kakak," kata Wendy

"Iya kakak juga kangen denganmu," Jawabku masih dengan memeluk Wendy.

"Kakak lama sekali datang kemari? Kakak tega meninggalkanku sendirian dengan Erick bodoh. Dia selalu menggangguku dan memarahiku. Cuma Kak Jennie yang baik padaku,"

"Hei, kau bilang aku menganggumu? Bukannya kau sendiri yang mengangguku sampai merusak laptopku? Ingat perbuatanmu itu,dahi lebar, "

Wendy melepas pelukannya dan menatap kesal ke arah Erick.

"Oh ya? Lalu bagaimana dengan insiden menambahkan merica ke buburku atau mengunciku dari luar toilet, Erick bodoh?"

"Itu hanya kecelakaan kecil saja, itu tak sebanding dengan laptopku. Gara2 kau merusaknya, aku terpaksa harus meminjam laptop Allena untuk mengerjakan tugasku,"

Aku tersenyum mendengar mereka bertengkar. Aku membayangkan bagaimana adik - kakak ini bertengkar setiap harinya. Aku juga ingin merasakan pertengkaran adik-kakak, tapi adikku masih terlalu kecil. Mana mungkin aku mengajak bertengkar dengan anak umur 5 tahun.

"Erick!Wendy! Kalian harus berhenti bersikap kekanakan. Kalian tidak malu dilihat Jennie?"  Kata bibi Katyln setelah menyelesaikan menata makanan dimeja

Mereka berdua baru berhenti berbicara setelah diperingatkan bibi Katyln. Kami berlima duduk ditempat masing2 dan memulai menikmati makan malam bersama.

"Bagaimana hidangan bibi?kau suka? Maaf hanya ini saja yang bibi masak. Jangan sungkan untuk meminta bibi untuk memasak makanan kesukaanmu," Kata bibi Katlyn disela- sela kami makan.

"Masakan bibi memang selalu yang terbaik. Aku akan senang jika bibi bisa memasak seperti ini setiap hari,"

Masakan bibi Katyln memang enak bahkan kurasa lebih enak daripada masakan Mom. Aku tahu karena Mom sering menelpon bibi Katlyn untuk bertanya resep masakan.

"Jangan khawatir sayang. Bibi bisa menjamin kamu tidak kelaparan disini,"

"Oh ya mulai besok kamu bersekolah di tempat yang sama dengan Erick. Paman sudah mengurusi surat kepindahanmu. Paman harap kamu betah sekolah disana," Kata paman Bernett

Sekolah. Aku melupakan hal itu sesaat. Ini bukan liburan,Jennie,stop daydreaming.

"Erick, besok kau harus mengantarkan Jennie ke kelasnya," Kata paman Bernett lagi

"Tidak perlu paman, Jennie bisa sendiri. Jennie tidak akan tersesat,"

Ya, aku memang terbiasa pindah sekolah. Cukup diberitahukan arahnya saja aku akan mengerti. Selain itu, aku tak ingin merepotkan Erick. Dia akan terlambat masuk kelas jika harus mengantarku.

"Baik kalau itu maumu. Paman tidak akan memaksa. Tapi jika ada apa2 kamu bisa menelpon Erick,"

"Tentu saja. Paman tidak perlu khawatir,"

Aku menatap Erick yang masih mengunyah makanannya sambil menatap layar handphonenya. Aku melihat senyum tipis Erick. Mungkin dia mendapat pesan lucu atau pesan dari pacarnya. Ya pasti itu dari pacarnya, seorang Erick mana mungkin tak punya pacar. Tapi dia juga belum pernah bercerita padaku tentang pacarnya. Merasa ditatap, Erick mengalihkan pandangannya ke arahku sebentar lalu menatap handphonenya sambil mengetikkan sesuatu.

Handphoneku tiba2 muncul notifikasi pesan. Aku segera membacanya sambil minum air

From : Erick

Aku tahu wajahku enak dipandang. Tapi maaf saja aku tidak tertarik dengan gadis pendek sepertimu.

"Uhhukk...." aku tersedak dan memuntahkan air putih yang kuminum

"Astaga jennie, kamu baik - baik saja sayang?" Kata bibi Katlyn dengan khawatir. Wendy dengan cepat membawakanku sebuah tisu.

"Iya tante, Jennie baik2 saja," Kataku sambil mengeringkan baju dan celana jeansku yang tertumpah air dengan tisu.

Aku menatap Erick yang tampak menahan tawanya. Sial. Dia berhasil mengerjaiku. Kau harus siap menghadapinya 4 tahun ke depan Jenny. Erick, tunggu saja pembalasanku.

Aku terpaksa mengakhiri makananku dan mengganti pakaianku lagi. Kenapa hari ini aku sial terus. Telat dijemput, disangka pencuri dan Erick baru saja mengerjaiku dengan sebuah pesan yang dikiriminya. Aku merebahkan tubuhku di bed tempat tidurku. Karena sudah lama tidak melakukan perjalanan panjang, tubuhku terasa lelah dan penat. Berada di pesawat selama 18 jam tidak membuat tidurku nyenyak.

Aku ingin segera tidur, tapi aku masih ingin membalas Erick. Dia pasti sedang dikamar. Aku keluar dari kamarku dan menuju kamarnya. Aku mengetuk pintu kamarnya, tak lama dia membukakan pintu. Ya ampun, lagi - lagi dia tanpa baju.

"Maaf tapi aku harus bertanya, apa kau punya posesif jadi model atau kau benar2 seorang ...." belum selesai aku bicara, Erick menarik tanganku masuk ke dalam kamarnya.

Aku terkejut melihat kamar Erick yang rapi, padahal aku mengira kamarnya sama seperti remaja laki - laki umumnya. Aku mengamati Erick yang sedang mencari baju di lemarinya dengan posisi memunggungiku. Sejak kapan dia jadi kelihatan sexy seperti itu? Aku sudah gila jika menganggapnya seperti itu. Kami memang bermain bersama sejak kecil tapi sekarang kami sudah berumur 17 tahun. Anak kecil dengan remaja sangat beda bukan?

Erick selesai memakai bajunya dan duduk di pinggir bed tempat tidurnya. Dan aku mengambil kursi putarnya dan duduk dihadapannya.

"Apa maumu?" Kata Erick sambil menatapku. Sekali lagi, tatapan itu bisa membuat para gadis meleleh. Tapi sayangnya, itu tidak berefek padaku. Dan aku akan berpura- pura menjadi gadis yang tergila gila padanya.

"Erick kau terlihat sexy hari ini."

Aku mengatakannya dengan ekspresi seolah - olah dia benar terlihat sexy. Aku hanya ingin tahu apa reaksinya.

"Risa, aku tahu kau ingin balas dendam." Kata Erick dengan tenang. Mata biru teduhnya menatap lurus mataku. Mungkin keahlianku masih kurang hingga Erick menyadarinya. Satu hal lagi. Ini sudah kedua kalinya Erick memanggilku Risa tapi tetap saja kedengarannya aneh.

"Oke, aku kalah." Kataku pasrah."Karena aku gagal, aku akan kembali ke kamarku. Dan satu lagi, rasanya aneh kalau kau panggil aku dengan Risa. Tetap Jennie saja,"

"Oke,Risa," Jawab Erick dengan keras

Ya dia memang menyebalkan. Aku tidak membalasnya lagi dan keluar dari kamar Erick.

avataravatar
Next chapter