"Coba dengerin lagu Saranghandago. Artinya itu, kayak cinta aku dan kamu," -Juna
πππ
Juna menyipitkan matanya saat Laura tengah jalan kaki dan akan menyebrangi jalanan besar dimana banyak kendaraan yang berlalu-lalang sesuai peraturan rambu lalu lintas.
Namun karena fakta kemarin itu menyadarkannya agar tidak terlena mencintai Laura, Juna memilih membiarkan Laura tanpa ada niatan menawari berangkat ke sekolah bersama.
Laura menangkap motor Juna dengan plat yang ia hafal. Melewatinya begitu saja. Apakah Juna tidak melihatnya?
'Kok gak kayak biasanya ya?' Laura mempererat cengkramannya pada tali tasnya, mungkin Juna memang tidak melihatnya.
Saat sampai di sekolah pun, sekarang Juna lebih ramah ke semua siswi-siswi centil. Juna melempar senyum saat menuju absensi finger print.
"Kak Juna, udah punya pacar ya?"
Juna menggeleng. "Belum, nih," jawabnya sedih.
Laura yang mendengar itu pun menghela nafasnya. Juna sudah tidak mengakuinya. Ada hal apa hingga Juna bisa berubah seperti ini?
Laura lebih baik menunggu kerumunan siswi-siswi mewawancarai Juna tiada hentinya.
"Eh, kalau kak Juna gak punya pacar. Terus yang Laura itu? Mantan ya kak?" tanyanya menangkap kehadiran Laura yang hanya diam mematung.
Juna menoleh, Laura merasa tersindir rupanya.
"Gak kenal. Permisi ya, mau ke kelas," Juna membelah kerumunan siswi-siswi dari cantik ke natural menuju menor pun ada.
"Yah, kak Juna ke kelas,"
"Kan bisa di lanjut saat istirahat. Ya gak?"
Setelah kerumunan siswi itu bubar, Laura meng-absen dirinya dengan tak bersemangat.
Sebuah tangan merangkul bahunya, Bram dengan senyumannya.
"Diem aja. Kalau udah absen, langsung ke kelas,"
"Iya, ini mau ke kelas," ia harap Bram tidak menyadari kesedihannya gara-gara cinta. Laura kira cinta di masa SMA itu seru, baper, perasaan terbang naik-turun bak rollercoaster saja. Tapi semua itu salah, karena jatuh berarti siap untuk sakit, jika saja ada kata bangun cinta kayak lagu pop saja itu pun mustahil ada.
"Yaudah, bareng boleh nih?" Bram menaik-turunkan alisnya. Laura pun di buat terpaku akan pesona tampan Bram, bagaimana bisa Tina menjauhi Bram hanya karena dirinya? Sangat di sayangkan, wajah Bram memang ada blasteran Korea-nya.
Laura mengangguk. "Boleh lah,"
Bram mencubit hidung Laura gemas. "Wajahnya jangan cemberut lagi tapi?" ia tau Laura tengah memikirkan perkataan Juna tadi, Bram melihat semuanya.
"Nih senyum. Aku gak suka cemberut tau, nanti sama kayak-"
"Ikan koi!" seru keduanya kompak. Kalau pun mereka ini sepasang kekasih pasti akan di juluki couple goals, tapi keduanya lebih nyaman bersahabat tanpa ada kecanggungan dan bebas bertingkah lucu.
πππ
Saat menuju kantin, Bram dan Laura memang berjalan bersisian. Tapi Laura tersungkur saat ada yang menyenggolnya kuat. Laura mendongak, pelakunya Juna. Cowok itu kembali melempar canda dengan keenam sahabatnya seolah-olah tak merasa bersalah telah membuatnya celaka.
Bram membantu Laura berdiri. "Kamu gak papa kan ra? Ada yang sakit?" Bram menelisik Laura dari kepala pundak lutut kaki bak lagu anak-anak saja.
Laura menggeleng. Tapi lututnya kembali nyeri. "Ssh, gak papa kok,"
"Itu kenapa? Ya ampun, ayo ke UKS aku obatin," Bram baru menyadari ada luka yang masih baru di lutut Laura.
"Gak usah, nanti juga sembuh. Ayo makan Bram, laper nih," keluh Laura, perutnya sudah keroncongan sedari tadi.
"Yaudah, tapi pulang sekolah nanti aku obatin ya?" Bram mengalah, Laura tidak suka di belas kasihani.
"Iya deh,"
"Bos, tadi Laura jatuh loh," celetuk Sam saat semuanya sudah duduk melingkar di tempat biasanya, tengah sedikit pinggir sebelah pohon rindang dengan hawa sejuknya.
"Kan ada Bram," ujar Juna malas.
"Eh, bos. Gak boleh gitu, mau bagaimana pun juga Laura kan pacar bos," tambah Alvaro sesuai fakta.
Kerumunan siswi yang tadi mewawancarai Juna menghampiri sang ketua METEOR itu.
"Kak Juna, add id Line aku dong. Nih," salah satu dari mereka menyodorkan ponselnya.
Dengan senang hati, Juna menerimanya. "Udah kok," dengan senyum bulan sabitnya bak hujan di tengah gurun pasir, membuat siswi-siswi itu berteriak histeris kebaperan.
"Kak Juna, I Love You," to the point menyatakan perasaannya. Juna membalasnya tak kalah romantisnya. "Coba dengerin lagu Saranghandago. Artinya itu, kayak kisah cinta aku dan kamu," balas Juna lembut.
Sam melongo, Alvaro melotot, Radit menganga, Adit cengo, Jaka mangap, Satya menguap bosan.
"Bos, ini beneran bos ya? Apa cuman bos Juna yang jadi-jadian?" Sam mencubiti pipi Juna.
"Kayaknya sih bukan. Hih, serem," Alvaro mengusap lehernya bak merinding ada kehadiran medi.
Laura memandangi ketopraknya kosong. Apakah itu Juna? Sejak kapan Juna ramah dan jago gombal ke sembarang cewek kalau bukan pacarnya? Ingin rasanya Laura menyanggah itu semua, ialah pacar Juna.
Bram melambaikan tangannya di depan wajah Laura. "Kok ngelamun? Ketopraknya gak enak ya?"
Laura mengerjap pelan. "Enak kok, nih aku makan," ia memakan ketopraknya dengan lahap.
Bram beralih menatap Juna dan siswi-siswi itu. 'Ternyata ini yang buat kamu sedih ra? Buat apa di perjuangin? Kalau yang mencintai sepihak saja itu rasanya sakit, sedangkan yang di cintai asik dengan yang lain,'
"Ra, besok mau gak ke Timezone?" tawar Bram agar sahabatnya ini tidak sedih berlarut-larut. Memang manis pahitnya cinta itu nano-nano saja.
"Maaf ya Bram, aku gak bisa," tolak Laura tak enak hati.
Bram mengangguk memaklumi. "Iya, gak papa kok. Lain waktu aja,"
Dan waktu istirahat itu, Bram selalu mencari topik seru mulai dari gombalan receh, rayuan maut, hingga tebak-tebakkan yang membuat Laura mati kutu.
"Ra, kalau bakso di balik jadi apa?" tanya Bram memulai tebakan usilnya.
Laura yang tak tau apa-apa hanya menggeleng. "Oskab? Kan di balik," jawabnya polos.
Bram terkekeh. "Ya tumpah ra, kan di balik," ia mengacak rambut Laura gemas.
"Ada yang panas tapi bukan matahari," celetuk Sam berdehem.
"Tak berdarah tapi sakit hati," tambah Alvaro.
"Pergi ke hutan dan berburu. Oh, bos Juna lagi cemburu," Jaka berpantun.
Bohong jika Juna tidak mendengar canda tawa Bram dengan Laura yang terdengar romantis tapi bukan.
'Gak, gak perlu cemburu. Laura, udah berani menghilangkan nyawa nenek,' Juna menggeleng pelan.
"Kalau cemburu, bilang aja bos," Radit mengompori.
"Gak akan," sanggah Juna datar. Ia alihkan dengan membalas Dm dari para fans-nya.
πππ
Sepanjang Laura berjalan keluar kelas, ia terus meringis sakit.
"Ra, kita obatin dulu ya? Ayo ke UKS," Bram menarik tangan Laura pelan. "Kalau gak di obatin nanti infeksi ra," tegur Bram sebelum Laura menolak ajakannya.
Laura menurut saja.
Di UKS, Bram mengobati lututnya yang tergores aspal beberapa hari lalu saat akan menyebrangi jalan, membelikan makanan untuk sang ibu.
Dengan gerakan pelan dan hati-hati Bram begitu telaten.
Juna yang selesai rapat OSIS dan menyusuri koridor pun tak sengaja mendengar percakapan Bram dan Laura di ruang UKS. Jiwa penasaran dan keponya pun meronta. Juna menguping.
"Selesai. Nah, kalau gini kan bakalan sembuh. Oh ya, kok bisa lecet gini ra? Jatuh ya?" Bram duduk di kursi. Laura masih duduk di atas ranjang, karena tubuhnya yang kecil kakinya menggantung. Bahkan Bram lah yang membantu Laura duduk disitu.
"Iya jatuh. Pas mau nyebrang aja," Laura tak menceritakan banyak soal dirinya ter-serempet motor.
"Oh, udah baikan kan? Kalau masih sakit, aku bakalan gendong kamu deh," ucap Bram perhatian. Perlakuan manis Bram sama sekali tak membuat hati Laura baper dan tumbuh benih-benih cinta.
"Gak usah. Masih bisa jalan kok," Laura turun dari ranjang meskipun sedikit kesusahan. "Nih, bisa kan? Lagian ngapain juga kamu gendong aku. Nanti banyak yang iri,"
Bram terkekeh. "Ya kan kamu sahabat aku. Mereka gak bakalan iri kok, kalau kamu bukan pacarku,"
Sontak saja Juna terbelalak. Apakah Bram juga menaruh hati pada Laura?
'Masa iya Bram suka sama Laura? Gak mungkin, kalau pun iya. Hm, jaminannya kaos marvel Alvaro buat pel-pelan deh,' batin Juna mantap. Lain di hatinya ia masih ada rasa dengan Laura, tapi karena fakta menyakitkan itu pelan-pelan rasa cintanya pudar seiring waktu.
"Kak Juna? Ngapain disitu?" tanya Laura membuyarkan khayalan Juna akan jaminan kaos marvel Alvaro tadi.
Raut Juna berubah serius. "Nyari udara seger," lalu ia melangkah pergi daripada Laura dan Bram menyerbu pertanyaan lain yang nantinya akan tersindir nguping kan?
"Kayaknya Juna nguping deh," kata Bram yakin. 'Jadi cuman pura-pura gak peduli dan kenal tapi masih sayang dan cinta? Haduh Juna-juna, dikira hati Laura itu tarik tambang sama jemuran yang bisa lo gantungin seenaknya?' batin Bram dengen sunggingan senyumnya.
"Biarin aja. Gak sekalian yang tadi beneran,"
Bram mengernyit. "Maksudnya?"
"Yang pacar," tekan Laura gemas.
Bram mencubit pipi Laura gemas. "Sahabat, kalau pacaran yang ada canggung. Gak bisa ngomong bebas sana-sini, gak bisa bercanda. Udah, ayo pulang," Bram merangkul bahu Laura.
"Aku anterin kamu pulang,"
Laura mengangguk saja. Bram sudah banyak membantunya.
πππ
Semoga kualitas tulisanku bisa pas ke hati para readers π
Sambil ngehalu dan dengerin musik, caraku buat dapetin ide2 ini π
Thanks for readers METEOR π―