🍁🍁🍁
Terik matahari pagi menyelinap masuk di setiap celah dan ventilasi rumah.
Seperti biasa, Cica menunggu suaminya itu pergi bekerja. Ia bersembunyi di balik tembok, kamar Brian berada di tengah, Laura depan. Ia dan Brian sejak Laura sudah sembuh dan berhasil dengan operasi cangkok jantungnya, Cica memilih tidur sendiri.
Setelah memastikan Brian pergi dengan tas selempang hitamnya, Cica melangkah mengendap-endap dengan hati-hati. Biasanya saat pagi hari, Laura sudah bangun dan mulai bersih-bersih rumah.
Setelah berhasil memasuki kamar Brian dengan selamat, Cica membuka lemari Brian yang tak di kunci.
Cica tertawa remeh. "Bodoh banget sih, lemari gak di kunci? Sengaja ya? Biar aku bisa ambil uang kamu sebanyak-banyaknya," Cica membuka lemarinya. Semua letak, pojok, hingga di tengah lipatan baju pun Cica periksa. Siapa tau ada dompet, atau uang yang terselip disana.
Cica menemukan uang di lipatan baju tengah-tengah pada posisi ke dua dari bawah.
"Ketemu!" pekiknya senang. Uang 100 ribu itu ia masukkan ke dalam saku dasternya sebelum Laura memergokinya.
Cica keluar dari kamar Brian, menutup pintunya dengan pelan. Dan pergi keluar membeli makanan, tanpa perlu masak yang penting ia kenyang.
Laura yang baru saja menyapu di ruangan tengah dan mendapati sang ibu dengan langkah terburu-buru pun curiga.
Laura mengintip kepergian ibunya melalui jendela.
"Mau kemana ya?" Laura berpikir sejenak. Otaknya berputar keras dengan langkah ibunya yang searah dengan kamar ayahnya. Apakah?
"Jangan-jangan. Lemari!" Laura langsung berlari ke kamar sang ayah. Memeriksa isi lemari, jika saja tau ada yang di curi atau hilang, maka ayahnya itu akan marah besar dan selalu menuduh Cica sebagai pelakunya, si haus harta.
Setelah Laura memeriksa semua posisi di pojok lipatan baju, tengah, hingga laci lemari. Tak menemukan uang yang biasanya sang ayah simpan, uang itu untuk berjaga-jaga jika sedang ada kebutuhan mendadak.
"Ya ampun. Terus, nanti gimana?" Laura mengigit bibirnya cemas. 'Semoga aja gak tau. Jangan lagi,' batinnya sedih, sudah seminggu ini tak ada pertengkaran. Namun, suasana rumah ini hampa tanpa kasih sayang dan perhatian layaknya seorang keluarga yang kini menjadi seperti orang asing tak saling kenal.
🍁🍁🍁
Bosan, Laura memilih menonton TV. Membersihkan rumah sudah, mencuci sudah, masak pun sudah.
Laura mengganti channel-nya dengan asal. Hari ini ia sungguh bosan. Hari Minggu, hari dimana semua orang bisa joging, jalan-jalan, atau CFD. Dirinya? Terus-terusan terkurung di rumah bak anak burung dalam sangkar saja.
Saat pintu depan dibuka, Laura mematikan TV-nya. Pasti ibunya sudah datang. Laura berlari kecil memilih masuk ke dalam kamarnya. Mendengarkan di balik pintu.
"Ah, akhirnya kenyang juga. Apa, masakan bocah penyakitan itu gak enak. Tiap hari tempe? Ikan asin, kelor? Ck, sekali-kali makan yang enak kek," Cica mendudukkan dirinya di kursi ruang tengah. Menyalakan TV.
Laura yang masih berada di dalam kamar pun khawatir terus-terusan. Ke siapakah ia curhat?
Laura meraih ponselnya di nakas. Mencari nama kak Juna.
Baru saja Laura ingin mengetikkan sesuatu, rasa ragu menyelimuti hatinya.
"Kayaknya gak usah deh. Takutnya ngerepotin dan ganggu kak Juna," Laura meletakkan kembali ponselnya di nakas.
🍁🍁🍁
Saat sore tiba, Brian pulang dari kerjanya.
Tak ada sambutan dari sang istri. Brian mmerebahkan dirinya di kasur. Sungguh lelah bekerja selama 8 jam berganti sift.
"Hm, semua ini demi Laura. Aku gak boleh ngeluh," Brian beranjak dari kasurnya, mengambil baju yangbajupakai sesusai kerja. Namun saat memeriksa tidak ada beberapa uang yang kerap kali ia selipkan disana, Brian mulai curiga.
Dengan cepat Brian bergegas mencari Cica di kamar. Istrinya itu tengah tidur dengan damainya.
Brian menarik tangan Cica kasar.
"Bangun! Gak usah nyari alesan!" bentaknya emosi. Pasti ulah Cica lagi, istrinya ini tak akan pernah berhenti mencuri uang tanpa izin sejak dulu.
Cica terbangun. "Kamu apa-apaan sih mas? Gak usah kasar dong!" Cica menepis tangan Brian kuat. 'Baru aja tidur nyenyak, eh di tarik-tarik seenak jidat,' gerutu Cica dalam hati.
"Ambil uang lagi? Berapa?" tanya Brian mengintimidasi. Udara di kamar Cica terasa menipis dan panas.
"Seharusnya mas itu sadar diri! Ngasih aku uang aja gak pernah! Aku ini istri kamu mas!" teriak Cica histeris. Apakah ada suami yang tak memberikan nafkah pada istrinya?
"Dulu pernah aku kasih! Tapi apa? Laura gak kamu kasih uang jajan dan kebutuhan sekolah. Uang itu kamu habisin sendiri!" sanggah Brian tak mau tau.
"Kamu kira kerja nyari uang itu gampang huh?"
Laura yang mendengar suara pertengkara lagi dari kamarnya pun, hanya bisa duduk memeluk lututnya.
"Please, jangan lagi. Laura sedih yah," air matanya mengalir deras, jika ia di tentukan pilihan sekolah atau pulang, lebih baik di sekolah. Ramai, tenang, ada teman, hingga sebuah rasa kekeluargaan di kelasnya meskipun ia tak di anggap pun membuat hatinya sedikit bahagia.
Hingga matanya terasa lelah, Laura tertidur dengan posisi duduk dan memeluk lututnya.
🍁🍁🍁
Cica mengibaskan tangannya. Gerah, ingin keluar dari kamar tapi Brian masih duduk menonton TV.
"Ibu! Bu!" panggil Laura dari arah dapur.
Dengan terpaksa, Cica keluar dengan hati dongkolnya.
'Ck, tuh anak ngapain sih manggil?' Cica melangkah melewati Brian, namun karena kaki suaminya itu tengah di selonjorkan, dirinya auto kesandung.
Cica terjatuh. "Aduh, aku mau lewat! Seenaknya aja kaki di selonjorin. Emang ini jalan kamu doang apa?!" pekik Cica kesal. Ia berusaha berdiri, kakinya terkilir sedikit.
Tak ada gubrisan dari Brian, dan ia malah mengeraskan volume TV-nya. Tentu hati Cica semakin kesal. Ia merampas remote itu, mematikannya.
"Kamu dengerin aku gak sih?!" geramnya emosi, sudah mencapai ubun-ubun.
"Terus?" Brian menatap istrinya itu malas. "Kalau aku nasehatin kamu buat gak ngambil uang? Percuma," Brian menjeda ucapannya. "Satu hal lagi, kalau sampai kamu ngambil uang itu lagi. Liat aja," Brian berlalu pergi. Cica menghentakkan kakinya kesal.
🍁🍁🍁