Berpindah hati hanya pura-pura. Ingin cemburu tapi sia-sia. Permisi, quotes galaunya mau lewat.
-Sam gantengnya selangit dan se-bumi
🍁🍁🍁
Pagi-pagi sudah bergosip. Mungkin itu berlaku bagi Sam, Alvaro dan Jaka.
"Eh, kasihan ya Laura kemarin. Masa iya di tuduh nyuri?" Sam sebagai pembukaan gosipnersis.
"Secara keluar masuk akal ya-" belum usai Alvaro berkata, dengan kesalnya Jaka memiting Alvaro gemas. Selalu di balik, salah kata, typoable.
"Haish, Jaka nakal. Gue kan belum selesai ngomong," kesal Alvaro setelah terbebas dari pitingan Jaka.
Sam terbahak. "Makanya Al, kayak gue gini. Jarang jadi kegemayan geng Meteor," Sam membenarkan rambutnya selicin lantai yang di pel berkali-kali, terlalu banyak pelicin rambutnya seperti baru keramas.
"Seharusnya makanan disitu kan buat tamu undangan. Ya gak masalahlah kalau ambil," tambah Alvaro logis.
"Tapi Inge-" mulut Alvaro di bungkam oleh Jaka, yang di bicarakan datang.
"Hai. Pagi, gimana nih kemarin? Seru kan?" tanya Inge basa-basi. Ia sudah mendengar perbincangan 4 gosipnersis geng Meteor tadi. 'Laura di belain? Ck, sebenarnya apa sih yang menarik dari cewek miskin dan penyakitan itu huh? Di bandingin gue yang cantik, kaya, artis, kurang apalagi?' teriak Laura kesal dalam hati.
"Pagi juga cantik. Seru banget malah. Oh iya, minta fotonya Sam yang tidurnya pulas itu dong," Alvaro mengerling nakal. Sam kemarin memang tertidur, tapi dengan mulut mangap. Semoga tidak ada yang tau aib geng Meteor terutama Sam.
Sam melayangkan tatapan tajam. "Maksud lo apa pakai minta foto gue pas tidur segala? Ada apa emangnya? Wah, pasti gak bener nih," Sam mengacungkan telunjuknya naik-turun persis seperti tetangganya yang mengusir ayam seenak dahi jalan kesana-kemari di lantai yang sudah wangi di pel.
"Ya? Ayo dong. Inge kan cantik, baik, dan tidak sombong kan," puji Alvaro sebagai mencuri hati Inge agar luluh. Sangat berharga foto Sam untuk di simpan di album laptopnya, kenangan geng Meteor yang tak akan terlupakan sepanjang sejarah, masa, hingga nanti dan esok serta lusanya.
Inge menggeleng. "Gak, bayar dulu dong. Ya, semuanya harus dengan uang," seperti biasa, Inge meminta imbalan keuntungan dua kali lipatnya.
Alvaro menyodorkan uang 10 ribunya. "Nih, udah uangnya. Nah, sekarang fotonya Sam mana?"
Tangan Alvaro tetap menggantung di udara, Inge tak menerimanya.
"Ha? Segini? Buat beli apa? Belum bedak gue, skincare, liptint, parfum, tas branded, beli pakaian baru, ke mall, perawatan lamborghini pribadi gue?" sebut Inge seperti kereta api yang sulit berhenti, tanpa rem tapi ngegas.
Alvaro mengusap dadanya, sedih. "Yaudah deh. Ini aja uang saku gue sehari-hari," pak Baroto memang menyesuaikan uang saku sekolahnya, untuk uang bulanan akan di berikan pada tanggal tua. Ah, seperti gajian saja.
Juna, Satya, Radit dan Adit datang memasuki kelas. Sontak saja Inge kembali ke tempat duduknya, kemarin Juna membisikkan kata-kata yang membuat dirinya terdiam seribu bahasa.
Flashback on
Juna memojokkan Inge dan mengungkungnya.
"Lo jangan nyakitin Laura seenaknya ya. Kalau gak mau berurusan dengan gue, terutama identitas asli lo itu bakalan kesebar di sekolah. Mau?"
Inge menggeleng lemah. 'Gak, gue gak mau di keluarin dari sekolah hanya karena identitas palsu gue. Gue masih pingin deketin Juna. Misi gue masih panjang,'
Melihat keterdiaman Inge, Juna memukul tembok sebagai gertakan keras darinya.
"Jawab! Punya mulut kan?!" sentak Juna emosi.
"I-iya,"
Flashback off
Juna duduk, Satya mulai sarapan, Radit dan Adit menawarkan es selendang mayangnya, mulai berdagang sebelum bel masuk.
Kedatangan Juna membuat Sam, Alvaro dan Jaka tidak melanjutkan gosipnersis-nya.
"Kenapa kalian diem? Biasanya rame, bercanda, suka godain Sam, gemes Alvaro," Juna tak perlu di takuti, hanya khusus untuk musuh serta orang-orang yang berusaha menyakiti Laura-nya.
"Bentar lagi masuk bos. Lagian hari ini kan ulangan," jawab Jaka dengan polosnya. Sontak saja Sam, Alvaro, Radit dan Adit berteriak kencang.
"Apa?!" teriak mereka bersamaan dengan keterkejutan tanpa di duga-duga.
Jaka mengangguk. "Iya, ulangan matematika. Tadi subuh pak Khomsin chat gue, Jak sampaikan ke teman sekelasmu ya kalau nanti ulangan. Gitu," pada akhirnya Jaka mati-matian mencatat rumus di kertas super kecil. Modal rumus, nilai not hangus, bisa caranya berakhir bagus.
Sam kelimpungan menyalin contoh beberapa soal yang biasanya pak Khomsin ambil dari buku tulis. Alvaro tenang karena di loker mejanya itu tertutupi, yang lain bolong. Siapakah dari kalian se-beruntung Alvaro mendapat bangku seperti ini?
Radit dan Adit membaca sekilas buku tulis matematika. Benar-benar titisan Einstein, sekejap faham.
Pak Khomsin memasuki kelas SEBELMA. Dengan map berwarna biru berisikan soal-soal yang siap di suguhkan spesial dan istimewa untuk SEBELMA.
"Pagi. Dan seperti yang saya sampaikan ke Jaka. Hari ini ulangan matematika," ucap pak Khomsin dengan watadosnya. Keluhan, protes, kekecewaan, patah hati, pusing mendadak, ingin ke toilet.
"Tidak ada alasan apapun. Boleh ke toilet, tapi saya kasih waktu 3 menit saja. Kalau sampai lama dan gak balik, eh malah kabur, persiapkan nilai telur dengan senyuman bahagianya. Huahuahua," pak Khomsin tertawa jahat. Ulangan dadakan ini sebagai latihan saja, apakah mereka menangkap penyampaian materi yang selama ini di jelaskan? Hanya sang kuasa yang tau.
Setelah pak Khomsin membagikan soal matematika, banyak yang terdiam, melamunkan jawaban ngawur, cap-cip-cup, mengkocok dadu pilihan a, b, c, d.
Pak Khomsin melihat jam tangannya.
"Okey, waktu sudah habis. Kumpulkan jawaban kalian,"
Tak ada yang berani menambahi jawaban, menghapus jawaban karena bingung mana yang benar, lebih baik pasrah meskipun telur bahagia menanti.
"Kalian boleh istirahat. Sekian terima kasih sudah mengikuti ulangan matematika dengan baik," pamit pak Khomsin dengan senyumnya.
SEBELMA langsung keluar dari kelas, menuju kantin, menghirup udara segar, makan, menyegarkan pikiran setelah angka-angka memperumit segala isi otaknya.
Sam menggeliat. "Hoam, akhirnya kelar juga ulangan matematikanya," sampai tangan Sam tak sengaja mengenai wajah Satya dan Juna.
"Itu tangan mau gue kasih kutek?" celetuk Satya pedas.
"Eits, abang Sam ini adalah lelaki dungs. Masa iya di kasih kutek, xixixi," Sam senyum-senyum. Satya bergidik ngeri, apakah efek ulangan tadi membangkitkan jiwa keplayboy-an Sam yang sudah terpendam? Masih abu-abu.
Inge dan Tiara saling berlomba lari demi menarik perhatian Juna. Hingga pada akhirnya, keduanya menarik tangan Juna saling berebut.
"Juna itu calon suamiku tau!" teriak Tiara emosi.
"Gak, Juna kan gebetanku!" bantah Inge meskipun yang menang itu tunangan.
Juna jengah. "Kalian bisa diem gak sih?" tekannya kesal, dua primadona SMA PERMATA itu terdiam seribu bahasa.
Sam menggeleng miris. "Ya ampun Inge, kan masih ada yayang Sam. Juna itu udah ada yang punya,"
Wajah Inge berubah penasaran. "Siapa? Emangnya? Paling cantikan gue," Inge mengibaskan rambutnya bak model shampo saja.
Jaka dan Satya menyingkir.
"Wadidaw, awas ketombenya kemana-mana," ujar Jaka menusuk ke ulu hati sekali. Inge langsung cemberut, dua kali sehari keramas di salon satu botol shampo apakah ada ketombe?
"Enak aja. Wangi gini, satu shampo udah cukup,"
"Kelilipan gue! Gimana sih," semprot Satya garang.
Hingga ada seorang cowok yang berlari dari arah belakang dan tak sengaja menyenggol Tiara keras hingga cewek itu terjerembab.
"Aw, eh kalau jalan pakai mata dong jangan dengkul!" bentaknya emosi. "Juna, tolongin aku dong," nada Tiara berubah menjadi selembut sutra.
Dengan terpaksa, Juna mengulurkan tangannya. Bisa-bisa di adukan ke Antariksa, motor di sita, uang jajan di potong, wi-fi di matikan, tidak di perbolehkan nongkrong-nongkrong gak jelas.
"Makasih Juna-ku," tekan Tiara manja saat menyebut nama Juna.
Inge menye-menye. "Dih, kan bisa berdiri sendiri. Senggol dikit eh, jatuh,"
Tiara melotot tak terima. "Emang kalau lo sendiri gak bakalan jatuh?"
"Udah, ayo makan. Jangan urusin dua tahu mercon itu," bisik Satya pada Juna.
Akhirnya Inge dan Tiara di biarkan beradu mulut.
Laura yang sekilas melihat Juna menolong Tiara pun jujur ia cemburu.
"Udah, jangan di pikirin. Tuh, Juna gak ngajakin Tiara makan satu meja kan?"
"Iya juga sih," tapi yang tadi Juna masih peduli sama Tiara. Batin Laura sedih, secara Juna menganggapnya pacar dadakan, ah seperti tahu bulat saja.
Hingga akhirnya bu Setyaningrum yang ingin membeli nasi bungkus mendapati dua siswi terus bertengkar pun melerainya.
"Sudah, kalian gak malu di liatin?"
"Dia bu yang duluan," Tiara menunjuk Inge, seandainya saja Inge tidak bersekolag disini dan menganggu hubungannya dengan Juna.
"Enak aja nuduh gue. Lo duluan!" sanggah Inge tak terima.
"Kalian ikut saya ke ruang BK," bu Setyaningrum sendiri pusing mendengar perdebatan Tiara dan Inge tiada habisnya.
Seisi kantin bernafas lega bisa menikmati makanan, minuman dengan tenang tanpa suara cempreng Tiara dan Inge.
"Eh, kebetulan nih dua tahu mercon gak ada. Bos samperin Laura, kesempatan emas nih bos," saran Alvaro dengan ide cemerlangnya.
"Benar juga ya. Makasih loh Al. Doain aja, semoga Laura nerima,"
Sam mengernyit. "Bukannya bos udah nembak Laura waktu itu?"
"Ck, gak di jawab Sam. Udahlah, nanti aja wawancaranya, mau samperin Laura-ku dulu," Juna beranjak.
Sam terkikik. "Waduh-waduh, panggilannya Laura-ku segala, uhuy,"
"Halah, bilang aja lo pingin kan?" tanya Alvaro curiga, akhir-akhir ini Sam tidak menggodai siswi secantik bidadari turun dari kayangan ke Bumi, selendangnya di curi mencari selendangnya yang di anggap pangeran sebenarnya.
"Gini ya Al. Dan semua anggota inti Meteor. Saya, Sam Nugroho akan mendapatkan satu wanita yang akan setia sehidup semati dan mau di nikahi," ucap Sam seperti pak Madun saat penyampaian ceramah dan wejangan di hari Senin.
"Weits, si Sam mau nikah muda woy!" kata Alvaro berkoar, sontak saja untuk para siswi di kantin itu tak peduli, toh nanti ujung-ujungnya di campakkan begitu saja saat lagi sayang-sayangnya.
"Males ah. Ngapain juga sama Sam, yang ada di duain,"
"Apa? Nikah muda? Gak ah, mending seneng-seneng dulu lah. Ini sama Sam, ya kalau Juna sih gak masalah, muehehe,"
"Ssst Al, lo sih. Jadi mereka gak ada yang mau kan sama gue? Hiks, sungguh teganya-teganya-teganya. Em-" belum selesai Sam beryanyi, Satya menyuapkan cilok beranaknya.
"Heran deh gue. Dikit-dikit nyanyi, kenapa gak jadi biduan aja sih Sam? Tuh di perempatan sana, gabung sama banci kaleng," keluh satya jengah, korban iklan, korban slogan, hingga sesekali menyanyi bak bidun itulah Sam Nugroho.
"Gak deh makasih. Yang ada pulang-pulang pipi gue kena lipstik," tolak Sam matang-matang. "Cukup-cukup sudah. Cukup sampai disini saj-" lagi, kali ini Jaka menyuapkan batagornya ke mulut Sam.
"Tuh kan terbukti nyanyi lagi," tuduh Satya, siapapun yang ingin terhibur bawalah Sam pulang sekalian ke rumah, entah di jadikan anak angkat, atau mantu.
Kembali ke drama FTV cuma-cuma, dimana Juna berusaha meyakinkan Laura menjadi pacarnya.
Laura meletakkan sendoknya sedikit membantingnya. "Maaf kak, aku gak bisa," dan Laua berlalu begitu saja.
Bram tersenyum licik. "Enak kan di tolak? Pandai-pandai deh nyari cewek, apalagi kayak Laura. Ya sih, dia pendiam, lugu dan malu-malu. Tapi ada sisi juteknya," Bram menepuk bahu Juna memberikan kesabaran. Dirinya saja yang ingin menyatakan cinta pada Laura pun butuh waktu, bukan main asal ceplos seperti memakan cabai mentah-mentah.
🍁🍁🍁
11:19 pm in my imagination 😩
Vote and your're comment make me happy, and thanks for support. Masa-masa 😅