Saat seseorang yang di rindukan itu celaka, aku hanya bisa berharap kesembuhannya. -Laura
🍁🍁🍁
"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20.
"Baik bu," Satya memutuskan sambungan teleponnya.
"Kalau kalian mau pulang, silahkan. Jangan disini semuanya, harus ada yang jagain. Kalian butuh istirahat," nasehat Satya, agar esoknya tidak terlambat ke sekolah atau alasan masih mengantuk.
"Gue dan Adit jagain bos aja. Kalian bisa pulang," ujar Radit, lebih baik menunggu kondisi perkembangan Juna.
Sam, Alvaro, dan Satya mengangguk.
"Kita pamit," kata Satya mengakhiri kata serta undur diri.
Setelah ketiganya pergi, Radit dan Adit menunggu. Hingga Jaka akhirnya menampakkan dirinya setelah sekian lama tranfusi darah.
Jaka yang melihat dua kakak beradik saja pun heran, dimanakah yang lainnya? Tidak lagi jangan tanyakan pada peta.
"Yang lain kemana?" tanya Jaka heran, tak mungkin ke kantin.
"Pulang, kita nungguin bos sampai sadar," jawab Adit, kalau pun menunggu hingga esok pun tak apa.
"Kalau gitu gue pulang juga ya. Belum nyapu sama ngepel rumah nih," pamit Jaka sekian undur diri.
"Hati-hati Jak, awas di sapa bencong lagi," goda Radit, tampang Jaka adalah kembaran Manurios.
"Ck, iya-iya. Tau aja muka pas-pasan biar gak jadi rebutan nya bencong perempatan itu," Jaka pergi, Radit dan Adit memasuki ruang dimana Juna di rawat. Radit duduk sedangkan Adit memilih tiduran di kursi panjang.
🍁🍁🍁
Esoknya Laura merasakan kedamaian tiada tara, karena Juna tidak menampakkan diri dari ia memasuki gerbang, finger print, hingga memasuki kelas, karena SEBELMA dengan SAESTU singakatan dari sebelas IPS satu.
"Apa kak Juna sakit ya?" tapi Laura yakin Juna tak mungkin bolos, ia akan memantau kehadiran Juna saat istirahat nanti. Karena geng Meteor selalu berkumpul duduk melingkar di wilayah pojok kantin.
"Eh-eh, lo tau gak sih kemarin Juna itu ke tusuk loh," ujar Lauren bergosip.
Laura mengernyit. 'Kak Juna ke tusuk? Apa dia mati?' batin Laura bertanya-tanya, jika di film-film yang ia lihat biasanya wafat saat itu juga.
"Wah, semoga kak Juna baik-baik aja ya. Kasihan kemarin itu nolongin tiga anak buahnya gitu di markas meteoroid yang lagi di kepung sama Batalion," tambah Yeyen, apapun tentang Juna informasi segalanya mudah menyebar.
"Semoga deh. Katanya sih kondisinya belum ada yang tau. Gak mungkin kritis atau koma kan?" Safa semakin menambah kecemasan saja.
Laura khawatir. "Terus kondisi kak Juna gimana? Apa harus ke rumah sakitnya?" ingin menjenguk nanti Juna terlalu percaya diri karena ia peduli, tidak nanti hatinya gelisah.
Laura menggeleng. "Ngapain harus jenguk dia. Tau ngamuk'i ae," (Pernah marah saja)
Saat bel istirahat, Laura memilih ke kantin namun dengan Bram. Rasanya canggung, takutnya nanti Tina melabraknya seolah Bram berselingkuh dengannya.
Laura celingukan mencari geng Meteor yang tak kunjung datang.
Bram yang melihat Laura mencari seseorang pun heran. "Nyari siapa?" Laura tidak memiliki teman selain dirinya.
Laura gelagapan. "G-gak kok. Beliin roti aja ya?" pinta Laura tanpa sungkan, Bram tak keberatan jika setiap harinya membelikan makanan untuk Laura, sahabatnya ini tidak di berikan uang saku.
"Sama-sama saja. Mantra cintaku tak bekerja. Hati ini juga. Ingin cinta-," belum selesai Alvaro bernyanyi dengan teganya Satya menampol pipinya.
"Berisik lo pada," semprot Satya garang. Geng Meteor berjumlah 6 itu datang ke kantin, makhluk yang hadir disana pun mencari-cari sosok Juna sang leader yang biasanya baris paling depan.
"Oh my godness, semuanya ganteng. Ah, jadi pingin punya abang nih,"
"Satyakuhhh! Setia bersamaku"
"Jakanteng! Jaka ganteng yihhaa,"
"Bang Alpamart, si Alvaro only,"
"Kecut asam itu namanya Sam!"
Sahutan para fans Meteor akan pesona keenam jelmaan dewa Zeus itu, kegantengan, tinggiable, pelukable, gandengable.
Sam dan Alvaro menggerutu tak terima.
"Gue asem ya? Kecut darimana? Gue wangi kok," tanya Sam pada Satya, pasti di jawab jujur. Jika Jaka akan membalikkan fakta dan hiperbola.
"Tampang gue emang kayak Alpamaret?" tanya Alvaro pasa Satya.
Satya menghela nafasnya. "Kalian berdua itu udah ganteng, bersyukur aja deh. Lagian kenapa kalau fans kalean bilang itu? Lah bukannya panggilan kesayangan?"
"Jaka! Nih, beliin nasgor, es teh, bakso, mie ayam, gorengan. Sama," sejenak Alvaro berpikir. "Oh iya, siomay, batagor, rangen juga yak!" Alvaro memberikan uang seratus ribu pada Jaka.
Satya dan Sam melongo. Radit dan Adit? Seperti biasa, menjual es selendang mayang keliling sekolah dan ke kantor guru.
"Lo mau mukbang dan ASMR?" tanya Sam terheran-heran.
"Gak, gue kan beliin kalian. Baik kan gue?" Alvaro menarik turunkan alisnya, sok ganteng.
"Huwekk, gak ada ganteng-gantengnya lo," Sam muntah bohongan, lucknut memang.
Radit dan Adit yang sudah selesai menjual es selendang mayang laris manis itu pun menghampiri temannya di pojok kantin seperti biasanya.
Alvaro sumringah. "Es selendang mayangnya masih ada gak?"
"Habis Al. Lagian sih lo gak beli tadi pagi aja. Masih banyak," jawab Adit, lagipula jualannya pun di bawa ke kelas. Siapa pun boleh beli, tapi saat pelajaran berlangsung tidak di perbolehkan, yang ada nanti kelas SEBELMA membuka kios es selendang mayang dadakan.
"Gue mau berbaik hati traktir kalian. Lo mau juga gak Rad, Dit?" Alvaro tau pasti hasil jualan es selendang mayang itu untuk makan anak panti.
"Boleh," Adit mengangguk antusias. Radit mendelik tajam padanya.
"Sst Rad, Adit laper. Jangan sungkan yak. Mau yang mana dit?" tawar Alvaro.
"Samain aja sama pesenan lo,"
"Eh jangan. Kebanyakan dit, Alvaro mau mukbang ASMR sekarang. Porsinya banyak dit," Sam mengompori, nanti Adit muntah jika makan terlalu banyak.
"Sam, nanti Adit gak mau makan lo yang nyuapin ya," ancam Alvaro kejam.
"Ogah ah. Dikira Daddy muda," Sam paling muda diantara keenam makhluk yang mengelilinginya ini. Sam masih 16 tahun.
Jaka membawa pesanan Alvaro di bantu bu Yam, mang Us, pak Bram serta bu Yuli.
"Ini yang pesen mas Alvaro? Mau makan semuanya?" tanya bu Yuli heran, mustahil kalau Alvaro saudaranya Buto Ijo.
"Ini buat Jaka, Satya, Radit dan Adit," Alvaro menunjuk nasgor, es teh, bakso, mie ayam, gorengan. Siomay, batagor, dan rangen.
"Lo sendiri gak makan?" tanya Satya, Alvaro itu selalu memprioritaskan orang lain daripada dirinya sendiri, gak heran jika Alvaro banyak yang nge-fans dan jatuh cinta pada cowok blasteran Arab- Turki itu.
"Gue tadi pagi kekenyangan. Habis nasi satu bakul," jawab Alvaro santai.
Sam, Jaka, Satya, Radit dan Adit cengo. Alvaro saudaranya siapa makan sebanyak itu?
"Pasti sebelum makan lo gak berdoa. Hayo," Sam menatap Alvaro curiga.
"Bener itu Al?" tanya Satya mengintimidasi.
"Berdoa kok, ish Sam. Diem dong," Alvaro kesal dengan mulut timba Sam.
"Makan secukupnya aja," nasehat Satya.
"Iya Sat,"
"Jangan kayak adik gue Al panggil bang Satya. Lah bangsat ya? Gimana sih," protes Satya kesal. Ara terlalu polos sekali.
🍁🍁🍁