webnovel

METEOR

Laura terjebak dalam kehidupan hitam seorang Arjuna Zander Alzelvin.Penuh teka-teki, fakta, hingga cintanya di pertaruhkan. Arjuna tau makna kehilangan, di jauhi, hingga di kucilkan. Arjuna hadir dalam hidup Laura, memberi hal baru, canda tawa, dan mengajarkan perjuangan yang sesungguhnya.

hiksnj · Action
Not enough ratings
41 Chs

10. Tusukan

Satu dua jalan hati-hati. Lukaku pelan-pelan kau obati. -Juna

🍁🍁🍁

"Udah, kalian terus aja bergosip. Buruan bawa teman kalian yang sekarat ini," suruh Radit jengah. Ia membopong Adit ke motornya, mungkin tendangan Irham-lah yang begitu beringas daripada Rizky.

"Iya dit, bawelnya cangkeme," Alvaro menuruti, Alvaro yang melihat kondisi tiga bawahan Satya pun kecewa, karena tak ada yang menang di antara ketiganya.

Adnan mengendap-endap, dengan pisau lipat di tangannya serta sarung tangan agar sidik jari tak bisa di selidiki. Mata Adnan fokus pada Juna yang masih bergeming, sedang melamun atau memikirkan sesuatu.

Keenam anak buah Juna pun masih sibuk mengobrol dan berdebat pendapat terutama Sam dan Alvaro yang tiada habisnya.

Adnan menusuk perut Juna dari depan, cowok itu beralih menghadap nya dengan wajah syok sekaligus menahan rasa sakitnya karena Adnan semakin memperdalam tusukannya.

Adnan tertawa remeh, Juna tak bisa berkata-kata. "Ngomong apa lo huh? Gue gak denger nih. Kerasin lagi dong vin," goda Adnan bermain-main. Suaranya menarik perhatian keenam anak buah Juna, mereka panik dan menghampiri sang ketua.

"Bos Juna! Bos masih sehat kan?" tanya Sam dengan polosnya, Alvaro menampol Sam. "Ya sakitlah dodol. Di kira masih sehat?" lama-lama Alvaro greget dengan Sam.

Juna memejamkan matanya. "Kalian berdua singkirin hama yang berhadapan dengan rantai makanan teratas, salah posisinya di hadapan saya," titah Juna pada Sam.

Jaka menarik Adnan, melemparkan pisau lipat itu.

"Lo mau di penjara gara-gara bunuh Juna huh? Gak mikir kalau tindakan lo barusan itu salah?" tanya Jaka mengintimidasi, Adnan memutar bola matanya, jengah di ceramahi Jaka.

"Tiara, Juna udah nyia-nyiakan Tiara! Gue gak bisa tinggal diam kayak gini Jaka! Gue masih sayang sama Tiara," jawab Adnan emosi, Juna selalu mendapatkan segalanya, itu pun selalu instan. Dari menjadi ketua geng, dapat Tiara, di sanjung. Sedangkan dirinya? Tak dapat apa-apa kalau bukan marah-marah tanpa sebab.

"Juna gak nyia-nyiain Tiara nan. Asal lo tau, Juna gak pernah nyakitin hati Tiara," tegas Jaka, meskipun fakta sebaliknya jika Juna selalu ketus dan kasar dengan Tiara, Juna tak menginginkan kehadiran Tiara.

"Ucapan lo salah lo itu-," ucapan Adnan terpotong saat Sam dengan lantangnya memanggil Jaka agar berhenti bergosip.

"Urusan lo belum selesai sampai disini. Kalau sampai nyawa Juna kenapa-napa, gue seret kasus ini ke jalur hukum," ancam Jaka, sebagai anak dari seorang hakim, Jaka tak akan membiarkan Adnan sebebas itu setelah melakukan perbuatannya.

"Silahkan Jak. Tapi, gue bisa sogok mereka dengan uang dari keluarga gue yang gak ada habisnya, 7 tanjakan 6 belokan 5 tikungan," ucap Adnan sombong, bukankah semuanya bisa di selesaikan dengan uang? Selalu tergiur akan tawaran jutaan hingga miliaran Adnan rela kekayaannya di sedekahkan kepada polisi atau pun hakim.

"Lo bener-bener gak punya otak nan!" Jaka terus meladeni ocehan Adnan yang tiada rem-nya.

Sam menarik kaos Jaka seolah-olah temannya ini kucing kelayapan yang tak mau pulang saat maghrib tiba.

Alvaro membopong Juna yang sudah lemas, cowok itu masih tersadar meskipun sesekali memejamkan matanya menahan sakit.

"Haduh, Adnan ada-ada aja. Nyelakain bos berani banget, kalau bos udah sembuh, gites aja bos biar nyaho tuh Adnan!" protes Alvaro menggebu.

Jaka yang mendengar Alvaro terus mengomel pun jengah. "Al, lo diem sebentar deh. Bos Juna ketakutan tuh,"

"Kesakitan Jak," koreksi Sam dengan ekspresi datarnya.

Mereka membawa korban penyerangan Batalion itu ke rumah sakit, Alvaro yang membonceng Juna pun mengebut. Semoga ada harapan kalau Juna masih sehat.

Bahkan teman-temannya pun tertinggal jauh, saking semangatnya Alvaro melatih skill balapan seperti Valentino Rossi saja.

Sesampainya di rumah sakit, Alvaro memanggil suster dengan tak santai.

"Tolong! Tolong saya sus! Bos Juna kesakitan!" teriak Alvaro heboh, dua suster pun menghampirinya.

Alvaro memilih duduk, menunggu Juna yang tengah di tangani saat ini.

Tak lama kemudian semua teman-temannya akhirnya datang di undang pulang mau di antar.

Radit dan Adit terlihat frustasi, melihat kondisi Raffael, Raffa dan Kananda yang begitu parah. Seandainya mereka menyelamatkan tepat waktu, pasti kondisi ketiganya ini baik-baik saja, sehat wal 'afiat.

Sam menenangkan Jaka yang hampir menangis melihat kondisi Juna tadi, masih terngiang.

"Jak, lo tau gak kenapa cicak itu merayap?" tanya Sam memulai tebakannya, biasanya Jaka langsung antusias menjawabnya.

Jaka terdiam. Membuat Sam tak tau lagi bagaimana cara menghiburnya.

"Lo berdua gak balik ke panti?" tanya Sam pada Radit dan Adit, meskipun Adit sedikit babak belur, namun Adit terlihat kuat dan baik-baik saja.

"Gak, kita mau nunggu kondisi bos aja. Kita gak bisa pulang gitu aja, pasti bos Juna berjuang disana," kata Adit sendu. Juna bagaikan kakak kandungnya sendiri, berkat Juna sekarang dirinya bisa sepenuhnya bersekolah tanpa memikirkan biaya apapun. Ya, Juna yang menanggungnya, begitu baik dan dermawannya ketua geng Meteor itu.

"Tapi kan adik-adik di panti nyariin kalian," tukas Sam, keceriaan adik panti asuhan kasih ibu itu selalu ada jika Radit dan Adit tetap bersama mereka dan tidak berniat meninggalkan panti asuhan hanya karena ingin hidup mandiri.

"Gak, bos Juna lebih penting. Kita berdoa aja semoga bos Juna baik-baik aja," ujar Radit menyemangati, jika anak yatim piatu memanjatkan doa dan di ijabah oleh sang kuasa, maka beruntunglah Juna bertahan. Kehilangan sosok yang sangat berarti baginya sangat menyakitkan.

Saat dokter keluar dari ruangan dimana Juna dirawat, mereka berharap jika Juna kuat berjuang.

"Dok, gimana kondisi bos Juna?" tanya Radit cemas.

Dokter itu mengukir senyumnya. "Kondisi pasien akan membaik, dia butuh istirahat dulu setelah tranfusi darah. Begitu banyak darah yang membuat pasien lemah, mungkin karena tusukannya yang terlalu dalam," jelas sang dokter membawa kabar gembira.

"Golongan darahnya apa dok?" tanya Adit tak sabaran. Jika cocok, ia akan memberikan darahnya pada Juna. Adit tak bisa membalas budi kebaikan Juna selain ini.

"Golongan darahnya A. Apakah diantara kalian ada? Stok darah di rumah sakit ini sedang habis,"

"Saya dok. Ambil aja, sampai bos Juna sadar dan bisa kumpul lagi sama kita," Adit mengajukan diri.

Beruntungnya Meteor, diantara keenamnya tidak ada golongan darah A, rata-rata B dan AB.

"Baiklah, mari ikut saya,"

Setelah Adit pergi dengan sang dokter, Satya menelepon wali kelas SEBELMA, bu Aisofa.

"Maaf bu, besok Juna gak masuk sekolah. Untuk suratnya besok akan datang," ucap Satya saat bu Aisofa mengangkat panggilannya.

"Sakit apa? Demam ya?" tanya bu Aisofa, karena memiliki surat izin dari sekolah dengan satu legalisir dan tanda tangan dari kepala sekolah sangatlah langka, agar para murid yang bebal tidak melakukan aksi bolosnya sembarangan.

"Juna tertusuk bu. Doain aja, Juna kembali sehat,"

"Baiklah, tolong yang tanda tangan orang tuanya Juna ya. Jangan di palsukan," bu Aisofa memberikan wejangan, murid-murid bebal biasanya suka memalsukan tanda tangan dan di kenakan poin pelanggaran 20.

"Baik bu,"

🍁🍁🍁