1 # One #

Wajahnya memerah, matanya menatap tajam kearah perempuan yang berdiri sesegukan menahan tangis akibat bentakannya. Dia kembali menghela nafas dalam "Nay ... keputusan yang kamu ambil ini bukan main-main sayang!" ucap Ayahnya penuh penekanan. Ayahnya mulai meredakan amarahnya karena isakan anak gadisnya yang masih terdengar.

"Hiks ... hiks ... hiks ... Ayah ndak pernah ngertiin Nayla! –" masih setia dengan isakannya. Lalu ia mengelap sisa air mata yang masih menggenang. "—Nayla selalu nurutin apa yang Ayah suruh. Tapi, kali ini aja Yah ... kali ini aja, Ayah beri Nayla izin untuk membuktikan kalau Nayla bisa menjadi anak perempuan Ayah yang sholehah Yah!" setelah mengutarakan niat yang selama ini dipendamnya Nayla memutuska pergi ke kamar, melanjutkan acara menangisnya.

*****

Nayla Ayumi, anak dari sepasang suami istri yang cukup berpengaruh terhadap majunya perekenomian di kota ini. Mereka tinggal di kota padat penduduk, dimana lagi kalau bukan di ibukota Djakarta. Kota Metropolitan, tempat para perantau untuk mengadu nasibnya. Alih-alih untuk mencari pekerjaan, akan tetapi malah menambah kepadatan di ibukota ini karena sedikitnya lahan pekerjaan yang bisa menampung mereka.

Ayah Nayla seorang pengusaha ternama, cakupan bisnisnya sudah mulai meluas, walaupun baru pulau jawa saja. Ayah Nayla dikenal akan kedermawanannya tapi sayang, ayah Nayla tidak begitu mengenal agamanya sendiri yaitu Islam. Maka dari itu, juga berdampak terhadap anak-anaknya. Nayla sendiri bukanlah anak satu-satunya, Nayla memiliki kakak dan juga seorang adik. Akan tetapi, hanya Nayla lah anak perempuan.

Sedari kecil orang tua Nayla tak pernah mengenalkan apa itu Islam kepada Nayla. Yang jelas, Nayla tau kalau dia beragama Islam, sudah itu saja tidak lebih. Sehingga itulah yang membuat Nayla seringkali iri dengan Temannya yang lain.

Dimana ... Nayla seringkali iri ketika melihat ada teman-temanya yang pandai dalam membaca Al-Qur'an, yang sholatnya selalu tepat waktu dan tidak pernah bolong. Sedangkan Nayla, jangankan untuk membaca Qur'an, Iqro' saja belum pernah dijamahnya. Masalah sholat yang lima waktu sehari semalam ... masih belum pernah ia lakukan, kalaupun sholat, palingan sholat padahari raya saja, sungguh miris sekali.

Pernah sekali Nayla bertanya pada Ayah dan Ibunya. "Yah ... hem Nayla boleh belajar agama ndak?" tanya Nayla pada Ayahnya dengan mata yang berbinar. Tapi binar itu hilang seketika ketika Ayahnya hanya medengar tanpa memberi jawaban yang pasti untuk Nayla. Sedangkan Ibunya seakan tidak peduli dengan apa yang barusan dikatakan Nayla.

*****

Sudah tiga hari Nayla tidak bisa mengikuti pelajaran di sekolahnya, dikarenakan demamnya yang masih tinggi. Seperti biasa jika siswa izin atau sakit, wali kelas serta perangkat kelas akan meminta sumbangan dan setelah itu pergi menjenguk Nayla ke rumahnya.

"Assalamu'alaikum ... Nayla!" seru Teman-temanya dari luar rumah. Mendengar itu Nayla langsung menyuruh Bi Sri untuk membukakan pintu rumahnya, sekalian untuk menyiapkan beberapa minuman serta camilan.

"Gimana kabarnya nak Nayla, apa sudah membaik?" Wali kelasnya bertanya sambil menempelkan punggung tangannya di dahi Nayla untuk mengcek apakah panasnya sudah turun atau belum.

"Alhamdulillah Buk." Nayla menjawab dengan senyum tulus, dia merasakan sosok Ibu yang perhatian terhadapnya dari Wali kelasnya ini. Berbanding terbalik dengan Ibu kandungnya sendiri, yang tak pernah memberikan kasih sayang atau perhatian. Ibunya disibukkan dengan arisan, bisnis dan juga belanja barang-barang yang tak sepatutnya untuk dibeli.

"Nay ... lo harus sehat! Soalnya tempat duduk lo dah diambil sama anak baru!" seru salah satu Temannya. Mendengar itu Nayla langsung penasaran siapa anak baru yang menghuni tempat duduknya itu. Hinga ... tatapannya jatuh pada sosok perempuan yang berjilbab lebar itu, wajahnya tergolong asing untuk Nayla.

"Syafakillah ...." Nayla bingung, pasalnya sosok asing itu mengatakan sesuatu yang belum pernah didengarnya selama ia hidup. Sadar akan kebingungannya Nayla segera membalas ucapan perempuan asing itu dengan senyuman tulus.

"Nak Nayla ... besok sudah bisa sekolah kan?" tanya Wali kelas itu pada Nayla. Nayla yang mendengar pertanyaan itu ragu untuk menjawab apa, pasalnya ia belum periksa kondisinya hari ini ke dokter keluarganya.

*****

Kemilau cahaya matahari menarik perhatian Nayla pagi ini. Ia menarik nafas dalam-dalam menghirup udara segar, walaupun tak sesegar udara di pedesaan. Ia melihat sekeliling yang sudah mulai ramai didatangi para siswa SMA Nusa Bangsa. Mata Nayla beradu pandang pada sosok perempuan yang baru saja memasuki gerbang sekolah, ia sangat mencolok. Kalau diibaratkan dia itu gagak putih di antara seribu burung gagak hitam.

Nayla lupa, kalau dia belum berkenalan dengan sosok perempuan asing itu.

"Oiya, aku belum tau nama kamu siapa. Hehehe," ucapku yang tanpa sengaja sambil menggaruk leher bagian belakang.

"Hehehe iya. 'afwan ya Nayla. Kenalin aku Nada, semoga kita bisa berteman baik ya." Lagi-lagi ada bahasa Arab yang terselip disetiap ucapannya, yang membuat Nayla kebingungan.

Jam pelajaran akan dimulai, ada sebagian siswa yang langsung bergegas untuk memasuki kelas. Ada juga yang menyerong untuk ke kantin terlebih dahulu, dan juga beberapa siswa yang berkumpul hanya untuk bercerita atau bermain game yang lagi booming-boomingnya saat ini, hingga menjadi permainan favorit bagi anak remaja untuk melepaskan penatnya dalam belajar.

Sedangkan Nayla sendiri, ia langsung masuk ke kelas dan menuju tempat duduknya yang ternyata sudah berganti pasangan. Ada rasa tak enak hati pada teman sebangkunya dulu, karena Nayla janji untuk duduk berdua dengan teman sebangkunya dulu, dan sekarang ia harus pindah ke kursi belakang.

Nayla melihat seragamnya dan membandingkan dengan seragam yang dipakai Nada, ia melihat keheranan 'kenapa Nada memakai baju selonggar itu dan jilbab selebar itu. Apa ndak kepanasan ya?' Batinya menyeru. Tapi ya sudahlah, nanti saja ia tanyakan pada Nada. Sekarang Nayla harus fokus untuk belajar dulu.

Sepulang sekolah Nada mengajak Nayla untuk pergi kajian. Dan Nayla dengan senang hati mengiyakannya, dan Nayla meminjam baju Nada beserta kain tipis untuk menutupi wajah. Ia hanya menatap kain tipis itu dengan keheranan. Seakan tau apa yang akan Nayla tanyakan, Nada langsung menyela "Itu yang namanya cadar Nay." Nada memberi tau, dan langsung memakaikan kain tipis itu tepat di wajah Nayla.

Saat di kajian tadi Nayla melihat-lihat sekelilingnya, kalau pakaiannya serba hitam, longgar dan lebar serta ada kain tipis yang setia bertengger menutupi setengah wajahnya. Ya Allah ... kok adem sekali ya liatnya, jadi pengen makenya juga. lagi-lagi batinnya menyeru.

Sepulangnya Nayla dan Nada dari kajian, Nala masih setia dengan kain tipis itu. Hingga ia tak sadar kalau sudah sampai di depan perkarangan rumahnya. Ayah Nayla melihat ke gerbang kalau ada orang yang berpakaian aneh memasuki rumahnya. Dia berdiri, dan menyentak orang yang baru masuk tadi.

avataravatar